MAKALAH SEJARAH INDONESIA KELAS 10 : PENGARUH PERADABAN MASYARAKAT DUNIA TERHADAP PERADABAN INDONESIA
Selasa, Oktober 10, 2017
Tambah Komentar
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Nenek moyang bangsa Indonesia meninggalkan
daerah Yunan di sekitar hulu sungai salween dan sungai mekhong untuk mencari
permukiman baru di Nusantara.
Penyebab migrasi itu diperkirakan karena bencana
alam dan serangan suku bangsa lain.
Nenek moyang bangsa Indonesia termasuk
dalam rumpun Austronesia. Mereka menetap di Nusantara sehingga
disebut bangsa melayu Indonesia. Perpidahan dari Yunan ke Nusantara dilakukan
dalam dua gelombang pada masa perpindahan gelombang kedua tersebut beberapa
kebuayaan yang dianggap lebih maju dikembangkan di Nusantara. Kebudayaan yang
dikembangkan dan bersentuhan dengan kebudayaan asli Indonesia, akan dibahas
dalam makalah ini.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
proses masuknya peradaban awal di Indonesia?
2. Bagaimana
pengaruh kebudayaan Bascon-Hoabinh di Indonesia?
3. Bagaimaan
pengaruh kebudayaan Dongson di Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui
proses masuknya peradaban awal di Indonesia.
2. Mengetahui
pengaruh kebudayaan Bascon-Hoabinh di Indonesia.
3. Mengetahui
pengaruh kebudyaan Dongson di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masuknya
Peradaban Awal ke Indonesia
Menurut von heine geldern bahwa, sejak
tahun 2000 SM yang bersamaan dengan zaman neolitikum sampai dengan tahun 500 SM
yang bersamaan dengan zaman perunggu mengalirlah gelombang perpindahan penduduk
dari asia ke pulau-pulau di sebelah selatan daratan asia.
Perpindahan penduduk gelombang kedua
terjadi pada tahun 400-300 SM bersamaan dengan zaman perunggu (kebudayaan dong
son).
Bangsa melayu di bagi menjadi dua suku :
1. Bangsa
melayu tua
· Termasuk
orang-orang Austronesia.
· Sekitar
tahun 1500 m.
· Melalui dua
jalur, yakni jalur barat (malaysia-sumatera) dan jalur utara/timur
(filipina-sulawesi).
· Kebudayaan
batu baru (neolitikum), contohnya kapak persegi (disebarkan melalui jalur
barat) dan kapak lonjong (disebarkan melalui jalur timur).
· Suku
bangsa Indonesia yang termasuk keturunan bangsa melayu tua yaitu, suku
dayak dan suku toraja, batak dan papua.
2. Bangsa
melayu muda (deutro melayu)
· Sekitar
antara tahun 400-300 sm
· Melalui
jalur barat rutenya dari Yunan (teluk tonkin), vietnam, semenanjung
malaya, sumatera, akhirnya sampai di Nusantara.
· Hasil
kebudayaan : kapak corong, kapak sepatu, nekara,
· Selain
itu dikembangkan juga kebudayaan megalitikum yakni, menhir, dolmen, sarkofagus,
kubur batu dan punden berundak.
· Suku
bangsa Indonesia yang termasuk bangsa deutro melayu adalah suku jawa, melayu
dan bugis.
B. Kebudayaan
Bacson-Hoabinh
1. Sejarah
Awal Kebudayaan Bacson-Hoabinh
Kebudayaan Bacson-Hoabinh diperkirakan
berasal dari tahun 10.000 SM-4000 SM, kira-kira tahun 7000 SM. Kebudayaan
ini berlangsung pada kala Holosen. Awalnya masyarakat Bacson-Hoabinh hanya
menggunakan alat dari gerabah yang sederhana berupa serpihan-serpihan batu
tetapi pada tahun 600 SM mengalami perubahan dalam bentuk batu-batu yang
menyerupai kapak yang berfungsi sebagai alat pemotong. Ciri khas alat-alat batu
kebudayaan Bacson-Hoabinh adalah penyerpihan pada satu atau dua sisi permukaan
batu kali yang berukuran ± 1 kepalan dan seringkali seluruh tepiannya menjadi
bagian yang tajam. Hasil penyerpihannya itu menunjukkan berbagai bentuk seperti
lonjong, segi empat, segitiga dan beberapa di antaranya ada yang mempunyai
bentuk berpinggang. Alat-alat dari tulang dan sisa-sisa tulang belulang manusia
dikuburkan dalam posisi terlipat serta ditaburi zat warna merah. Kebudayaan
Bacson-Hoabinh ini diperkirakan berkembang pada zaman Mesolitikum.
Pusat kebudayaan zaman Mesolitikum di Asia
berada di dua tempat yaitu di Bacson dan Hoabinh. Kedua tempat tersebut berada
di wilayah Tonkin di Indocina (Vietnam). Istilah Bacson Hoabinh pertama kali
digunakan oleh arkeolog Prancis yang bernama Madeleine Colani pada tahun
1920-an. Nama tersebut untuk menunjukkan tempat pembuatan alat-alat batu yang
khas dengan ciri dipangkas pada satu atau dua sisi permukaannya.
2. Penyebaran
Kebudayaan Bacson-Hoabinh ke Indonesia
Penyebaran kebudayaan Bacson-Hoabinh
bersamaan dengan perpindahan ras Papua Melanesoid ke Indonesia melalui jalan
barat dan jalan timur (utara). Mereka datang di Nusantara dengan perahu
bercadik dan tinggal di pantai timur Sumatra dan Jawa, namun mereka terdesak
oleh ras Melayu yang datang kemudian. Akhirnya, mereka menyingkir ke wilayah
Indonesia Timur dan dikenal sebagai ras Papua yang pada masa itu sedang
berlangsung budaya Mesolitikum sehingga pendukung budaya Mesolitikum adalah
Papua Melanesoid. Ras Papua ini hidup dan tinggal di gua-gua (abris sous roche)
dan meninggalkan bukit-bukit kerang atau sampah dapur (kjokkenmoddinger). Ras
Papua Melanesoid sampai di Nusantara pada zaman Holosen. Saat itu keadaan bumi
kita sudah layak dihuni sehingga menjadi tempat yang nyaman bagi kehidupan
manusia.
Banyak benda-benda peralatan budaya dari
batu yang berhasil dikumpulkan oleh para ahli dari bukit sampah kerang di
Sumatera. Sebagian besar dari peralatan yang berhasil ditemukan berupa
alat-alat batu yang diserpih pada satu sisi dengan lonjong atau bulat
lonjong.
Pada daerah Jawa, alat-alat kebudayaan batu
sejenis dengan kebudayaan Bacson-Hoabinh berhasil ditemukan di daerah Lembah
Sungai Bengawan Solo. Penemuan alat-alat dari batu ini dilakukan ketika
penggalian untuk menemukan fosil-fosil (tulang belulang) manusia purba.
Peralatan batu yang berhasil ditemukan memiliki usia jauh lebih tua dari
peralatan batu yang ditemukan pada bukit-bukit sampah kerang di Sumatera. Hal
ini terlihat dari cara pembuatannya. Peralatan batu yang berhasil ditemukan di
daerah Lembah Sungai Bengawan Solo (Jawa) dibuat dengan cara sangat sederhana
dan belum diserpih atau diasah. Dimana batu kali yang dibelah langsung
digunakannya dengan cara menggenggam. Bahkan menurut Von Koenigswald
(1935-1941), peralatan dari batu itu digunakan oleh manusia purba di Indonesia
sejenis Pithecanthropus erectus. Dan juga berdasarkan penelitiannya,
peralatan-peralatan dari batu itu berasal dari daerah Hoabinh.
Di daerah Cabbenge (Sulawesi Selatan)
berhasil ditemukan alat-alat batu yang berasal dari kala Pleistosen dan
Holosen. Penggalian dalam upaya untuk menemukan alat- alat dari batu juga
dilakukan di daerah pedalaman sekitar Maros. Sehingga dari beberapa tempat
penggalian, berhasil menemukan alat-alat dari batu termasuk alat serpih
berpunggung dan mikrolit yang dikenal dengan Toalian. Alat-alat batu Toalian
diperkirakan berasal dari 7000 tahun lalu. Perkembangan peralatan dari batu
dari daerah Maros ini diperkirakan kemunculannya bertumpang tindih dengan
munculnya tembikar di kawasan itu.
Di samping daerah-daerah tersebut di atas,
peralatan batu kebudayaan Bacson-Hoabinh juga berhasil ditemukan pada
daerah-daerah seperti daerah pedalaman Semenanjung Minahasa (Sulawesi Utara),
Flores, Maluku Utara dan daerah-daerah lain di Indonesia.
3. Hasil-hasil
Kebudayaan Bacson-Hoabinh di Indonesia
a) Kapak
Genggam
Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit
kerang tersebut dinamakan dengan pebble atau kapak Sumatera (Sumatralith)
sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu di pulau Sumatera.
b) Kapak Dari
Tulang dan Tanduk
Di sekitar daerah Nganding dan Sidorejo dekat
Ngawi, Madiun (Jawa Timur) ditemukan kapak genggam dan alat-alat dari tulang
dan tanduk. Alat-alat dari tulang tersebut bentuknya ada yang seperti belati
dan ujung tombak yang bergerigi pada sisinya. Adapun fungsi darialat-alat
tersebut adalah untuk mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah, serta
menangkapikan.
c) Flakes
Flakes berupa alat alat kecil terbuat dari
batu yang disebut dengan flakes atau alat serpih. Flakes selain terbuat dari
batu biasa juga ada yang dibuat dari batu-batu indah berwarna seperti calsedon.
Flakes mempunyai fungsi sebagai alat untuk
menguliti hewan buruannya, mengiris daging atau memotong umbi-umbian. Jadi
fungsinya seperti pisau pada masa sekarang. Selain ditemukan di Sangiran flakes
ditemukan di daerah-daerah lain seperti Pacitan, Gombong, Parigi, Jampang
Kulon, Ngandong (Jawa), Lahat (Sumatera), Batturing (Sumbawa), Cabbenge
(Sulawesi),Wangka, Soa, Mangeruda (Flores).
d) Kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger adalah bukit-bukit sampah
kerang yang berdiameter sampai 100 meter dengan kedalaman 10 meter. Peninggalan
ini ditemukan di Sumatra. Lapisan kerang tersebut diselang-selingi dengan tanah
dan abu. Tempat penemuan bukit kerang ini pada daerah dengan ketinggian yang
hampir sama dengan permukaan air laut sekarang dan pada kala Holosen daerah
tersebut merupakan garis pantai. Namun, ada beberapa tempat penemuan yang pada
saat sekarang telah berada di bawah permukaan laut. Tetapi, kebanyakan
tempat-tempat penemuan alat-alat dari batu di sepanjang pantai telah terkubur
di bawah endapan tanah, sebagai akibat terjadinya proses pengendapan yang
berlangsung selama beberapa millennium yang baru.
Kebudayaan Bacson - Hoabinh yang terdiri
dari pebble, kapak pendek serta alat-alat dari tulang masuk ke Indonesia
melalui jalur barat. Sedangkan kebudayaan yang terdiri dari flakes masuk ke
Indonesia melalui jalur timur.
4. Pengaruh
Kebudayaan Bacson-Hoabinh pada Kebudayaan Indonesia
Pengaruh budaya Bacson-Hoabinh terhadap
perkembangan budaya masyarakat awal kepulauan Indonesia merupakan suatu budaya
besar yang memiliki situs-situs temuan diseluruh daratan Asia Tenggara,
termasuk Indonesia. Pengaruh utama budaya Hoabihn terhadap perkembangan budaya
masyarakat awal kepulauan Indonesia adalah berkaitan dengan tradisi pembuatan
alat terbuat dari batu. Beberapa ciri pokok budaya Bacson-Hoabinh ini antara
lain: Pembuatan alat kelengkapan hidup manusia yang terbuat dari batu. Batu
yang dipakai untuk alat umumnya berasal dari batu kerakal sungai. Alat batu ini
telah dikerjakan dengan teknik penyerpihan menyeluruh pada satu atau dua sisi
batu. Hasil penyerpihan menunjukkan adanya keragaman bentuk. Ada yang berbentuk
lonjong, segi empat, segi tiga dan beberapa diantaranya ada yang berbentuk
berpinggang. Pengaruh budaya Hoabihn di Kepulauan Indonesia sebagian besar
terdapat di daerah Sumatra. Hal ini lebih dikarenakan letaknya yang lebih dekat
dengan tempat asal budaya ini. Situs-situs Hoabihn di Sumatra secara khusus
banyak ditemukan di daerah pedalaman pantai Timur Laut Sumatra, tepatnya
sekitar 130 km antara Lhokseumawe dan Medan. Sebagian besar alat batu yang
ditemukan adalah alat batu kerakal yang diserpih pada satu sisi dengan bentuk
lonjong atau bulat telur. Dibandingkan dengan budaya Hoabihn yang sesungguhnya,
pembuatan alat batu yang ditemukan di Sumatra ini dibuat dengan teknologi lebih
sederhana.
Ditinjau dari segi perekonomiannya,
pendukung budaya Hoabihn lebih menekankan pada aktivitas perburuan dan
mengumpulkan makanan di daerah sekitar pantai.
C. Kebudayaan Dongson
1. Sejarah
Awal Kebudayaan Dongson
Kebudayaan Đông Sơn adalah kebudayaan zaman
Perunggu yang berkembang di Lembah Sông Hồng, Vietnam. Kebudayaan ini juga
berkembang di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia dari sekitar 1000 SM sampai
1 SM.
Kebudayaan Dongson ini berawal dari evolusi
kebudayaan Austronesia. Asal usulnya sendiri telah dicar adalah
bangsa Yue-tche yang merupakan orang-orang barbar yang muncul di barat daya
China sekitar abad ke-8 SM. Kebudayaan Dongson secara keseluruhan dapat
dinyatakan sebagai hasil karya kelompok bangsaAustronesia yang
terutama menetap di pesisir Annam, yang berkembang antara abad ke-5 hingga abad
ke-2 Sebelum Masehi. Kebudayaan ini sendiri mengambil nama situs Dongson di
Tanh hoa.
Pengaruh China yang berkembang pesat juga
ikut memengaruhi Kebudayaan Dongson terlebih lebih adanya ekspansi penjajahan
China yang mulai turun ke perbatasan-perbatasan Tonkin. Hal ini dilihat dari
motif-motif hiasan Dongson memberikan model benda-benda perunggu China pada
masa kerajaan-kerajaan Pendekar. Itulah sumber utama seni Dongson yang
berkembang sampai penjajahan Dinasti Han yang merebut Tonkin pada tahun 111
SM.
Kebudayaan Dongson merupakan kebudayaan
perunggu yang ada di Asia Tenggara. Daerah ini merupakan pusat kebudayaan
perunggu di Asia Tenggara. Di daerah ini ditemukan segala macam alat-alat
perunggu, alat-alat dari besi serta kuburan dari masa itu. Daerah ini merupakan
tempat penyelidikan yang pertama. Diperkirakan kebudayaan ini berlangsung pada
tahun 1500 SM-500 SM. Bertempat di kawasan Sungai Ma, Vietnam.
Kebudayaan Dongson diambil dari salah satu
nama daerah di Tonkin. Kebudayaan perunggu di Asia Tenggara biasa dinamakan
kebudayaan Dongson. Di daerah ini ditemukan bermacam-macam alat yang dibuat
dari perunggu. Di daerah Tonkin itulah kebudayaan perunggu berasal.
Pengolahan logam menunjukkan taraf
kehidupan yang semakin maju, sudah ada pembagian kerja yang baik, masyarakatnya
sudah teratur. Teknik peleburan logam merupakan teknik yang tinggi. Pendukung
kebudayaan ini adalah bangsaAustronesia, juga pendukung kapak persegi.
Pembuatan benda-benda perunggu di daerah
Vietnam Utara dimulai sekitar tahun 2500 SM dan dihubungkan dengan tahap-tahap
budaya Dongson dan Go Mun. Daerah Vietnam memiliki bukti paling awal tentang
pembuatan perunggu di Asia Tenggara. Kebudayaan ini dibawa oleh masyarakat dari
Dongson. Pengetahuan mengenai perkembangan kebudayaan logam ini mulai banyak
dikenal setelah Payot mengadakan penggalian di sebuah kuburan Dongson (Vietnam)
pada tahun 1924. Namun perlu diketahui bahwa benda-benda perunggu yang telah
ada sebelum tahun 500 SM terdiri atas kapak corong (corong merupakan pangkal
yang berongga untuk memasukkan tangkai atau pegangannya) dan ujung tombak,
sabit bercorong, ujung tombak bertangkai, mata panah dan benda-benda kecil
lainnya seperti pisau, kail, gelang dan lain-lain.
2. Perkembangan
Kebudayaan Dongson ke Indonesia
Kebudayaan Dongson mulai berkembang di
Indochina pada masa peralihan dari periode Mesolitik dan Neolitik yang kemudian
periode Megalitik. Pengaruh kebudayaan Dongson ini juga berkembang menuju
Indonesia yang kemudian dikenal sebagai masa kebudayaan Perunggu sekitar 1000
SM sampai 1 SM.
Penemuan benda-benda dari kebudayaan
Dongson sangat penting karena benda-benda logam yang ditemukan di wilayah
Indonesia umumnya bercorak Dong Son, dan bukan mendapat pengaruh budaya logam
dari India maupun Cina. Budaya perunggu bergaya Dongson tersebar luas di
wilayah Asia Tenggara dan kepulauan Indonesia. Hal ini terlihat dari kesamaan
corak hiasan dan bahan-bahan yang dipergunakannya. Misalnya nekara, menunjukkan
pengaruh yang sangat kuat. Nekara dari tipe Heger 1 memiliki kesamaan dengan
nekara yang paling bagus dan tertua di Vietnam. Benda-benda perunggu lainnya
yang berhasil ditemukan di daerah Dongson serta beberapa kuburan seperti daerah
Vie Khe, Lang Cha, Lang Var. Satu nekara yang ditemukan yang besar berisi 96
mata bajak perunggu bercorang. Dari penemuan itu terdapat alat-alat dari
besi, meskipun jumlahnya sangat sedikit. Dari penemuan benda-benda budaya
Dongson itu, diketahui cara pembuatannya dengan menggunakan teknik cetak lilin
hilang yaitu dengan membuat bentuk benda dari lilin, kemudian lilin itu di
balut dengan tanah liat dan dibakar hingga terdapat lubang pada tanah liat
tersebut.
Budaya Dongson sangat besar pengaruhnya
terhadap perkembangan budaya perunggu di Indonesia. Bahkan tidak kurang dari 56
nekara yang berhasil ditemukan di beberapa wilayah Indonesia dan terbanyak
nekara ditemukan di Sumatera, Jawa, Maluku Selatan. Nekara yang penting
ditemukan di wilayah Indonesia dari pulau Sangeang dekat Sumbawa yang berisi
hiasan gambar orang yang menyerupai pakaian dinasti Han. Hiasan seperti itu
diperkirakan belum dikenal oleh penduduk pulau tempat nekara tersebut
ditemukan. Heine Goldem meneliti nekara yang ditemukan dan menyatakan bahwa
nekara yang ditemukan di daerah Sangeang diperkirakan diceak di daerah funan yang
telah terpengaruh oleh budaya india pada 250 SM. Pengamatan menarik dari Berner
Kempres menunjukkan bahwa semua nekara yang ditemukan di Bali memliki 4 patung
katak pada bagian pukulnya. Selain itu pola-pola hiasan nekara tersebut tidak
begitu terpadu antara gambar satu dengan yang lainnya. Berners kempers
memberikan gambaran cara nekara tipe heger I di cetak secara utuh. Awalnya
lembaran lilin ditempelkan pada inti tanah liat (menyerupai bentuk nekara dan
berfungsi sebagai cetakan bagian dalam), lalu di hias dengan cap-cap dari tanah
liat atau batu yang berpola hias perahu dan iring-iringan manusia. Untuk
menambah hiasan yang lebih naturalistik, seperti gambar rumah, lembaran lilin
tadi langsung ditambah goresan gambar yang dikehendakinya. Kemudian lembaran
lilin yang telah di hias itu ditutup dengan tanah liat yang barfungsi sebagai
cetakan bagian luar, setelah terlebih dahulu diberi paku-paku penjaga jarak.
Setelah itu di bakar dan lilin meleleh keluar rongga yang di tinggalkan lilin
tersebut diisi dengan cairan logam. Selain nekara, di wilayah Indonesia juga
ditemukan benda-benda perunggu lainnya seperti patung-patung, peralatan rumah
tangga, peralatan bertani maupun perhiasan-perhiasan.
3. Kesenian
Kebudayaan Dongson
Benda-benda arkeologi dari Dongson sangat
beraneka ragam, karena mendapat berbagai macam pengaruh dan aliran. Hal
tersebut nampak dari artefak-artefak kehidupan sehari-hari ataupun peralatan
bersifat ritual yang sangat rumit sekali. Perunggu adalah bahan pilihan.
Benda-benda seperti kapak dengan selongsong, ujung tombak, pisau belati, mata
bajak, topangan berkaki tiga dengan bentuk yang kaya dan indah. Kemudian
gerabah dan jambangan rumah tangga, mata timbangan dan kepala pemintal benang,
perhiasan-perhiasan termasuk gelang dari tulang dan kerang, manik-manik dari
kaca dan lain-lain. Semua benda tersebut atau hampir semuanya diberi hiasan.
Bentuk geometri merupakan ciri dasar dari kesenian ini diantaranya berupa
jalinan arsir-arsir, segitiga dan spiral yang tepinya dihiasi garis-garis yang
bersinggungan.
Karya yang terkenal adalah nekara besar
diantaranya nekara Ngoc-lu yang kini disimpan di Museum Hanoi, serta
patung-patung perunggu yang sering ditemukan di makam-makam pada tahapan
terakhir masa Dongson.
4. Agama
dan Kepercayaan Kebudayaan Dongson
Dari motif-motif yang dijumpai pada nekara
yang sering disebut-sebut sebagai nekara hujan, ditampilkan dukun-dukun atau
syaman-syaman yang kadang-kadang menyamar sebagai binatang bertanduk,
menunjukkan pengaruh China atau lebih jauhnya pengaruh masyarakat kawasan
stepa. Jika bentuk ini disimbolkan sebagai perburuan, maka ada lagi simbol yang
menunujukkan kegiatan pertanian yakni mataharidan katak (simbol air).
Sebenarnya, nekara ini sendiri dikaitkan dengan siklus pertanian. Dengan mengandalkan
pengaruh ghaibnya, nekara ini ditabuh untuk menimbulkan bunyi petir yang
berkaitan dengan datangnya hujan.
Pada nekara-nekara tersebut, yang
seringkali disimpan di dalam makam terlihat motif perahu yang dipenuhi orang
yang berpakaian dan bertutup kepala dari bulu burung. Hal tersebut boleh jadi
menggambarkan arwah orang yang sudah mati yang berlayar menuju surga yang
terletak di suatu tempat di kaki langit sebelah timur lautan luas. Pada
masyarakat lampau, jiwa sering disamakan dengan burung dan mungkin sejak
periode itu hingga sekarang masih dilakukan kaum syaman yang pada masa
kebudayaan Dongson merupakan pendeta-pendeta menyamar seperti burung agar dapat
terbang ke kerajaan orang-orang mati untuk mendapatkan pengetahuan mengenai
masa depan.
5. Peninggalan
Kebudayaan Dongson
a) Nekara
Perunggu
Nekara adalah benda yang terbuat dari
perunggu berbentuk seperti dandang yang terlungkup atau semacam kerumbung yang
berpinggang pada bagian tengah nya dan bagian atasnya tertutup. Di bagian
dinding nekar terdapat berrbagai hiasan, seperti garis-garis lurusa dan
bengkok, pilin-pilin, bintang, rumah, perahu, dan pemandangan-pemandangan
seperti lukisan orang berburu dan orang-orang yang sedang melakukan upacara
tari. Nekara perunggu banyak di temukan di Bali, Pulau Sengean dekat Sumba,
Pulau Selayar, Sumatra, Roti, Leti, Alor (Nusa Tebggara Timur), dan Kepulauan
Kei. Bentuk nekara di Indonesia Timur umumnya lebih besar di bandingkan nekara
yang di temukan di Indonesia Barat, seperti Jawa dan Sumatra. Orang Alor
menyebut jenis nekara yang lebih kecil ukuran nya dengan nama Moko. Menurut
penelitian nekara hanya digunakan pada saat upacara-upacara ritual.
b) Bejana
Perunggu
Bejana perunggu berbentuk seperti periuk
tetapi Langsing dan Gepeng. Bejana di temukan di Kerinci (Sumatra Barat) dan
Madura. Keduanya memiliki hiasan ukiran yang serupa dan sangat indah berupa
gambar-gambar geometri dan pilin-pilin mirip huruf “j”. Bejana yang di temukan
di madura terdapat pula gambar merak dan rusa dalam Kotak Segi Tiga. Tidak
diketahui secara pasti fungsi benda ini.
c) Arca
Perunggu
Bentuk arca (patung) beraneka ragam,
seperti menggambarkan orang sedang menari, naik kuda, dan memegang busur panah.
Daerah-daerah tempat penemuan arca seperti di daerah Bangkina (Riau), Lumajang,
Bogor dan Palembang.
d) Kapak
Corong
Kapak sepatu atau kapak corong adalah kapak
yang terbuat dari perunggu yang bagian atas nya berbentuk corong. Kapak corong
di sebut juga kapak sepatu karena bagian bentuk corong nya dipakai untuk tempat
tangkai kayu yang bentuknya menyiku seperti bentuk kaki. Kapak corong banyak
ditemukan di Sumatra Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
Pulau Selayar, dan Daerah sekitar Danau Sentani, Papua.
Jenis kapak corong bermacam-macam. Ada yang
kecil dan bersahaja, ada yang besar dan memakai hiasan, ada yang pendek lebar,
ada yang bulat, dan ada yang panjang suatu sisinya. Kapak corong yang panjang
suatu sisinya di sebut candras. Tidak semua kapak tersebut di gunakan sebagai
perkakas, tetapi ada juga yang di gunakan sebagai tanda kebesaran dan alat upacara.
e) Perhiasan
Perunggu
Perhiasan perunggu, antara lain berbentuk
gelang, kalung, anting-anting, dan cinin. Pada umumnya, barang-barang perhiasan
tersebut tidak diberi hiasan ukiran. Peninggalan ini banyak di temukan, antara
lain di Anyer (Banten), Plawangan dekat Rembang (Jawa Tengah), Gilimanuk
(Bali), dan Malelo (Sumba).
BAB III
KESIMPULAN
Dari perntaan di atas dapat disimpulkan
bahwa stilah Bacson-Hoabinh pertama kali dipergunakan pada tahun 1920-an oleh
seorang arkeolog Prancis yang bernama Madeleine Colani. Kebudayaan
Bacson-Hoabinh berada di dua tempat yaitu di Bacson dan di Pegunungan Hoabinh
yang keduanya merupakan nama tempat yang ada di Tonkin Indocina (Vietnam).
Kebudayaan ini berkembang pada masa Holosen yaitu pada zaman Mesolitikum. Ciri
khas alat-alat batu kebudayaan Bacson-Hoabinh adalah penyerpihan pada satu atau
dua sisi permukaan batu kali yang berukuran ± 1 kepalan dan seringkali seluruh
tepiannya menjadi bagian yang tajam. Penyebaran kebudayaan Bacson-Hoabinh ke
Indonesia bersamaan dengan perpindahan ras Papua Melanesoid ke Indonesia. Di
wilayah Indonesia, alat-alat batu dari kebudayaan Bacson-Hoabinh dapat
ditemukan pada daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi
sampai ke Papua. Alat-alat peninggalan kebudayaan Bacson-Hoabinh tersebut
berupa kapak genggam, kapak dari tulang dan tanduk, flakes dan
kjokkenmoddinger.
Kebudayaan Dongson berkembang pertama kali
di Lembah Sungai Song Hong atau Sungai Ma, Vietnam. Diperkirakan kebudayaan ini
berlangsung pada tahun 1500 SM-500 SM. Kebudayaan Dongson berkembang di Asia
Tenggara, termasuk di Indonesia dari sekitar 1000 SM sampai 1 SM. Dongson
merupakan pusat pertama kalinya kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Budaya
perunggu bergaya Dongson tersebar luas di wilayah Asia Tenggara dan kepulauan
Indonesia. Hal ini terlihat dari kesamaan corak hiasan dan bahan-bahan yang
dipergunakannya. Alat-alat peninggalan kebudayaan Dongsong berupa nekara,
bejana perunggu, arca perunggu, kapak corong, dan perhiasan perunggu.
DAFTAR PUSTAKA
Harimanto. Targiyatmi, Eko. 2011. Sejarah
1 Pembelajaran Sejarah Kontekstual Untuk Kelas X SMA dan MA. Jatra
Graphics: Solo.
Woodcutter, Budhi. 2012. Perkembangan
Kebudayaan Bacson Hoabinh dan KebudayaanDongson Terhadap Peradaban
Masyarakay Indonesia, [Online]. Tersedia: http://budhiwoodcutter.blogspot.com.
[10 Februari 2015]
Ono, Puji. 2013. Kebudayaan Bacson
Hoabinh dan Kebudayaan Dongson, [Online]. Tersedia:http://historyedu12.blogspot.com.
[10 Februari 2015]
Redondo, Muhammad Rio. Peradaban
Awal Masyarakat di Dunia dan Pengaruhnya diIndonesia, [Online].
Tersedia: http://mrr10.blogspot.com.
[10 Februari 2015]
Belum ada Komentar untuk "MAKALAH SEJARAH INDONESIA KELAS 10 : PENGARUH PERADABAN MASYARAKAT DUNIA TERHADAP PERADABAN INDONESIA"
Posting Komentar
Tinggalkan komentar terbaik Anda...