Ketika Madrid Dihuni oleh 3 Penyihir dan 1 Iblis
Ketika era Xavi-Iniesta berjaya, Madrid selalu jadi bulan-bulanan permainan mereka. Tiap kali el classico, problem utama selalu ketidakmampuan Madrid menguasai lapangan tengah, bagaimanapun formasi dan line up mereka. Banyak pelatih top Madrid yang jadi korban keganasan duo playmaker ini. Namun, ketika peak performance kedua bintang Barca ini mulai pudar, Madrid mampu membacanya dengan jelas dan menyusun counter offensive yang jitu. Berawal dari perekrutan deep lying playmaker kroasia, Luka Modric. Lalu dilanjutkan dengan merekrut seorang gelandang bertahan antah berantah asal Brazil, Casemiro serta menyabet gelandang masa depan spanyol, Isco dari Malaga. Terakhir, Madrid melengkapinya dengan mendatangkan gelandang Jerman, Toni Kroos dengan harga hanya 27 juta euro meskipun mereka harus merelakan Xabi Alonso.
Tapi, imbas dari transfer diatas sungguh mengagumkan. Ditambah dengan faktor kepindahan Xavi dan semakin menurunnya performa Iniesta, kuartet lini tengah Madrid perlahan menemukan ritme permainan yang nantinya sanggup membawa Madrid ke puncak kejayaan. Formasi 4-3-3 dengan menempatkan trio Modric-Kroos-Casemiro di lapangan tengah menjadi pivot bagi aliran bola Madrid menuju trio BBC. Zidane yang tahu potensi dan kualitas lini tengahnya tak pernah membongkar line up lini tengahnya kecuali ada salah satu dari mereka yang cedera. Casemiro yang punya keunggulan dalam merebut bola dan tackling yang istimewa menjadi pembeda lini tengah Madrid dulu dan sekarang. Tenaga dan stamina Casemiro diakui sangat luar biasa dalam usahanya memotong setiap pergerakan lawan.
Dua rekannya, Modric dan Kroos adalah penyihir utama dalam setiap gerakan menyerang Madrid. Kroos dengan umpan umpan brilian dan penguasaan bola yang istimewa membuat Madrid begitu nyaman kala menguasai bola di tengah. Begitupun dengan Modric yang mampu mengobrak abrik lawan dengan skill individu diatas rata ratanya. Kenyataan ini kemudian bertambah lengkap ketika Isco dimasukkan Zidane dalam formasi Madrid. La Magia- si penyihir, julukan Isco- menjadi penggenap kekuatan magis Madrid di tengah. Dribbling dan skill individunya kerap menjadi alternatif ketika trio BBC dirundung masalah. Melalui Isco juga kadang lahir umpan brilian untuk trio BBC yang kemudian dikonversi jadi gol.
Kuartet Madrid yang berisi 3 penyihir dan 1 Iblis penakluk memang mungkin terlalu berlebihan, tapi penggambaran itu begitu sempurna untuk menggambarkan kemampuan individu masing-masing personal itu. Dilansir dari bola.net (14/8/2017), Jose Mourinho pun bahkan memuji mereka dengan menyebutnya hanya dimiliki oleh Madrid dan tidak oleh tim lainnya. Madrid sungguh beruntung memiliki mereka dalam 1 tim. Dan mungkin untuk pertama kalinya dalam 1 dekade terakhir sorotan untuk Madrid kini tertuju pada lini tengah mereka, bukan untuk lini depan mereka.
Belum ada Komentar untuk "Ketika Madrid Dihuni oleh 3 Penyihir dan 1 Iblis"
Posting Komentar
Tinggalkan komentar terbaik Anda...