MAKALAH PKN KELAS 12 : UPAYA PENYELESAIAN KASUS PELANGGARAN HAM
Selasa, Agustus 15, 2017
Tambah Komentar
MAKALAH
PKN
UPAYA PENYELESAIAN KASUS PELANGGARAN HAM
OLEH :
1. ERLINTANG DWI C.A (12)
2. MASRUROTUR ROHMAH (15)
3. SHANIA INTAN KAMILA (25)
KELAS : XII MIPA 4
GURU PEMBIMBING : ISA ANSHORI M.Si
MADRASAH ALIYAH NEGERI LAMONGAN
TAHUN PELAJARAN 2017/2018
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah yang maha pengasih dan maha penyayang yang telah memberi petunjuk
agama yang lurus kepada hamba-Nya dan hanya kepada-Nya. Salawat serta salam
semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW yang membimbing umat nya degan suri
tauladan-Nya yang baik.
Syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
anugrah,kesempatan dan pemikiran kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah
ini . Makalah ini merupakan pengetahuan tentang
“UPAYA PENYELESAIAN KASUS PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA” , semua ini
dirangkum dalam makalah ini , agar pemahaman terhadap permasalahan lebih mudah
di pahami.
Sistematika makalah ini dimulai dari pengantar yang
merupakan apersepsi atas materi yang telah dan akan dibahas dalam bab tersebut
.Selanjutnya, Pembaca akan masuk pada inti pembahasaan dan diakhiri dengan
kesimpulan, dan saran makalah ini. Diharapkan pembaca dapat mengkaji berbagai
permasalahan tentang UPAYA PENYELESAIAN
KASUS PELANGGARAN HAK ASASIMANUSIA. Akhirnya, kami penyusun mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses pembuatan makalah
ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini
masih belum sempurna untuk menjadi lebih sempurna lagi kami membutuhkan kritik
dan saran dari pihak lain untuk membagikannya kepada kami demi memperbaiki
kekurangan pada makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr Wb
Lamongan,
31 Juli 2017
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR......................................................................................................... ii
DAFTAR
ISI....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang..........................................................................................................1
1.2
Rumusan
Masalah.....................................................................................................1
1.3
Tujuan
Penulisan.......................................................................................................2
1.4
Manfaat Penulisan.....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian pelanggaran
HAM..................................................................................3
2.2
Proses peradilan atas pelanggaran HAM di
Indonesia.............................................6
2.3
Sanksi atas pelanggaran HAM di
Indonesia.............................................................9
2.4
Proses peradilan atas pelanggaran HAM Internasional..........................................10
2.5
Sanksi atas pelanggaran HAM
Internasional..........................................................10
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan.............................................................................................................13
3.2
Saran.......................................................................................................................14
Daftar
Pustaka............................................................................................................ …...15
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hak
merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia sejak manusia
masih dalam kandungan sampai akhir kematiannya. Di dalamnya tidak jarang
menimbulkan gesekan-gesekan antar individu dalam upaya pemenuhan HAM pada
dirinya sendiri. Hal inilah yang kemudian bisa memunculkan pelanggaran HAM
seorang individu terhadap individu lain,kelompok terhadap individu, ataupun
sebaliknya.
Setelah
reformasi tahun 1998, Indonesia mengalami kemajuan dalam bidang penegakan HAM
bagi seluruh warganya. Instrumen-instrumen HAM pun didirikan sebagai upaya
menunjang komitmen penegakan HAM yang lebih optimal. Namun seiring dengan
kemajuan ini, pelanggaran HAM kemudian juga sering terjadi di sekitar kita.
Untuk itulah kami menyusun makalah yang berjudul “UPAYA PENYELESAIAN KASUS
PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA ”, untuk memberikan informasi tentang uapaya
penyelesaian kasus pelanggaran HAM.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah-masalah
yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa pengertian pelanggaran HAM ?
2. Bagaimana proses peradilan atas
pelanggaran HAM di Indonesia ?
3. Apa saja sanksi yang diberikan atas
pelanggaran HAM di Indonesia ?
4. Bagaimana proses peradilan atas
pelanggaran HAM Internasional ?
5. Apa saja sanksi yang diberikan atas
pelanggaran HAM Internasional?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari mengangkat materi ini tentang upaya
penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian pelanggaran
HAM.
2. Untuk mengetahui proses peradilan atas
pelanggaran HAM di Indonesia.
3. Untuk mengetahui sanksi atas pelanggaran
HAM di Indonesia.
4. Untuk mengetahui proses peradilan atas
pelanggaran HAM Internasional.
5. Untuk mengetahui sanksi atas pelanggaran
HAM Internasional.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis, pengkajian ini memberikan
pengetahuan tentang upaya penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia.
2. Bagi pembaca, pengkajian ini dapat
digunakan sebagai bahan kajian atau referensi
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian pelanggaran HAM
Pasal
1 butir 6 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
memberikan definisi pelanggaran HAM sebagai berikut.
“Pelanggaran
hak asasi manusia adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk
aparat negara baik disengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian yang secara
melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi
manusiaseseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan
tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum
yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hokum yang berlaku”
Dengan
demikian, pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan, baik
dilakukan oleh individu maupun institusi negara atau institusi lainnya terhadap
hak asasi individu lain. Tindakan tersebut dilakukan tanpa ada dasar atau
alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakannya.
Menurut
Arahan Mastricht (Mastrich Guidelines), pelanggaran HAM terjadi lewat:
1. Acts of commission (tindakan untuk
melakukan) oleh pihak negara atau pihak lain yang tidak diatur secara memadai
oleh negara.
2. Acts of ommission (tindakan untuk tidak
melakukan tindakan apa pun) oleh negara. Satuan-satuan bukan negara dapat juga
terlibat sebagai pelaku kejahatan pelanggaan hak asasi.
Contoh dari pelanggaran HAM yang dilakukan
oleh satuan bukan negara adalah:
1. Pembunuhan penduduk sipil tentara
pemberontak,
2. Pengusiran komunitas yang dilakukan oleh
perusahaan transnasional,
3. Serangan bersenjata oleh salah satu pihak
melawan pihak yang lain,
4. Serangan fisikal mendadak dari pegawai
pribadi melawan para pemprotes.
Pelanggaran
HAM dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu pelanggaran HAM berat dan
pelanggaran HAM ringan. Pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genosida dan
kejahatan kemanusiaan (pasal 7 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia). Bentuk pelanggaran HAM ringan adalah selain dari
kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu. Pelanggaran HAM ringan seringkali
dimasukkan dalam kategori kejahatan biasa (ordinary crime). Pelanggaran HAM
dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crimes).
Dalam
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia, dinyatakan bahwa:
“pelanggaran
hak asasi manusia yang berat merupakan “extraordinary crimes” dan berdampak
secara luas baik pada tingkat nasional maupun internasional dan bukan tindak
pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta menimbulkan
kerugian baik materiil maupun immateriil yang merupakan perasaan tidak aman baik
terhadap perseorangan maupun masyarakat, sehingga perlu segera dipulihkan dalam
mewujudkan supremasi hukum untuk mencapai kedamaian, ketertiban, ketentraman,
keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia”
Kejahatan
genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:
- Membunuh
anggota kelompok,
- Mengakibatkan
penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota
kelompok,
- Menciptakan
kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik
baik seluruh atau sebagainya,
- Memaksakan
tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok,
- Memindahkan
secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Kejahatan
terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian
dari serangan yang meluas atau sistematik. Serangan tersebut ditunjukkan secara
langsung kepada penduduk sipil dan dapat berupa:
a. Pembunuhan,
b. Pemusnahan,
c. Perbudakan,
d. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara
paksa,
e. Perampasan kemerdekaan atau perampasan
kebebasan fisik lain seccara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas)
ketentuan hukum pokok internasional,
f.
Penyiksaan,
g. Pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran
secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa
atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara,
h. Penganiayaan tterhadap suatu kelompok
tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras,
kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah
diakui secara universal sebagai hal yang dilarang secaa hukum internasional,
i.
Penghilangan
orang secara paksa,
j.
Kejahatan
apartheid.
Pelanggaran
HAM dilakukan negara terhadap warganya juga terjadi di Indonesia. Kasus-kasus
penyiksaan dalam proses penyidikan merupakan salah satu contoh pelanggaran HAM
yang dilakukan aparat negara terhadap warga negara. Di era Orde Baru, ketika
militer mempunyai kekuasaan yang nyaris tak terbatas, Indonesia banyak diwarnai
oleh kasus kekerasan yang dilakukan oleh militer.
2.2 Proses peradilan atas pelanggaran HAM di Indonesia
Hukum
acara yang digunakan dalam Pengadilan HAM adalah Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) sepanjang tidak diatur secara khusus oleh UU No.26 Tahun
2000. Adapun proses penyelesaian pelanggaran berat HAM menurut UU No.26 Tahun
2000 adalah sebagai berikut :
a. Penyelidikan
Penyelidikan
dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM). Hal ini
bertujuan adanya objektifitas hasil penyelidikan, apabila dilakukan oleh
lembaga independen. Dalam penyelidikan, penyelidik berwenang:
1. Melakukan penyelidikan dan pemeriksaan
terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya
patut diduga terdapat pelanggaran berat HAM
2. Menerima laporan atau pengaduan dari
seseorang atau kelompok orang tentang terjadinya pelanggaran berat HAM serta
mencari keterangan dan barang bukti
3. Memanggil pihak pengadu, korban atau pihak
yang diadukan untuk diminta dan didengar keterangannya
4. Memanggil saksi untuk dimintai
kesaksiannya
5. Meninjau dan mengumpulkan keterangan di
tempat kejadian dan tempat lainnya jika dianggap perlu
6. Memanggil pihak terkait untuk melakukan
keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai
dengan aslinya
7. Atas perintah penyidik dapat melakukan
tindakan berupa pemeriksaan surat, penggeledahan dan penyitaan, pemeriksaan
setempat, mendatangkan ahli dalam hubungan dengan penyelidikan
b. Penyidikan
Penyidikan
pelanggaran berat HAM dilakukan oleh Jaksa Agung. Dalam pelaksanaan tugasnya
Jaksa Agung dapat mengangkat penyidik ad hoc yang terdiri atas unsur pemerintah
dan masyarakat. Sebelum melaksanakan tugasnya, penyidik ad hoc mengucapkan
sumpah atau janji menurut agamanya masing-masing. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi sebagai penyidik ad hoc, yaitu :
1. Warga Negara Indonesia
2. Berumur sekurang-kurangnya 40 tahun dan
paling tinggi 65 tahun
3. Berpendidikan Sarjana Hukum atau sarjana
lain yang mempunyai keahlian dibidang hukum
4. Sehat jasmani dan rohani
5. Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan
baik
6. Setia kepada Pancasila dan UUD 1945
7. Memiliki pengetahuan dan kepedulian
dibidang hak asasi manusia
Penyidikan
diselesaikan paling lambat 90 hari terhitung sejak tanggal hasil penyelidikan
diterima dan dinyatakan lengkap oleh penyidik. Penyidikan dapat diperpanjang 90
hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai daerah hukumnya dan dapat diperpanjang
lagi 60 hari. Jika dalam waktu tersebut, penyidikan tidak juga terselesaikan,
maka dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan oleh Jaksa Agung.
c. Penuntutan
Penuntutan
dilakukan oleh Jaksa Agung. Jaksa Agung dapat mengangkat penuntut umum ad hoc
yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat. Syarat untuk diangkat
menjadi penuntut umum sama halnya dengan syarat diangkat menjadi penyidik ad
hoc. Penuntutan dilakukan paling lama 70 hari sejak tanggal hasil penyidikan
diterima.
d. Pemeriksaan di Pengadilan
Pemeriksaan
perkara pelanggaran berat HAM dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan HAM
berjumlah 5 orang, terdiri atas 2 orang hakim pada Pengadilan HAM dan 3 orang
hakim ad hoc.
Syarat-syarat menjadi
Hakim Ad Hoc :
1. Warga Negara Indonesia
2. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
3. Berumur sekurang-kurangnya 45 tahun dan
paling tinggi 65 tahun
4. Berpendidikan sarjana hukum atau sarjana
lain yang mempunyai keahlian dibidang hukum
5. Sehat jasmani dan rohani
6. Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan
baik
7. Setia kepada Pancasila dan UUD 1945
8. Memiliki pengetahuan dan kepedulian
dibidang Hak asasi manusia
Perkara
paling lama 180 hari diperiksa dan diputus sejak perkara dilimpahkan ke
Pengadilan HAM. Banding pada Pengadilan Tinggi dilakukan paling lama 90 hari
terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi. Kasasi paling lama 90
hari sejak perkara dilimpahkan ke Mahkamah Agung.
2.3 Sanksi atas pelanggaran HAM di Indonesia
Di
dalam penjelasan umum UU HAM hanya menyebutkan bahwa pelanggaran baik langsung
maupun tidak langsung atas HAM dikenakan sanksi pidana, perdata, dan atau
administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Memang ada
pelanggaran HAM yang dapat diproses secara hukum melalui Pengadilan HAM. Akan
tetapi, perlu diketahui bahwa Pengadilan HAM hanya dapat mengadili pelanggaran
HAM yang berat sebagaimana diatur Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (“UU Pengadilan HAM”) dan Pasal 104
ayat (1) UU HAM. Menurut Pasal 7 UU Pengadilan HAM, yang termasuk sebagai
pelanggaran HAM berat adalah kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Berdasarkan
hukum pidana, Anda dapat menggunakan Pasal 335 ayat (1) ke- 1 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana: (1) Diancam
dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah: 1 barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain
supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai
kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau
dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang
tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain,2. barang siapa memaksa orang lain supaya
melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran
atau pencemaran tertulis. (2) Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2,
kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena.
Dalam hal ini, Anda dan pedagang yang lainnya
harus dapat membuktikan bahwa ada paksaan untuk tidak melakukan sesuatu
(membuat perkumpulan) dengan menggunakan kekerasan, sesuatu perbuatan lain
maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan,
sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan.
2.4 Proses peradilan atas pelanggaran HAM
Internasional
Bila
Terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia berskala Internasional, proses
peradilannya adalah Sebagai Berikut :
1. Jika suatu negara sedang melakukan
penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan atas kejahatan yang terjadi, maka
Pengadilan Pidana Internasional berada dalam posisi inadmissible (tidak
diizinkan) untuk menangani perkara kejahatan tersebut. Akan tetapi, posisi
inadmissible berubah menjadi admissible, apabila negara yang bersangkutan
enggan atau tidak mampu melaksanakan tugas investigasi dan penuntutan.
2. Perkara yang telah diinvestigasi oleh
suatu negara, kemudian negara yang bersangkutan telah memutuskan untuk tidak
melakukan penuntutan lebih lanjut. Namun dalam hal ini, posisi inadmissible
berubah menjadi admissible bila keputusan berdasarkan keengganan dan
ketidakmampuan negara untuk melakukan penuntutan.
3. Pelaku kejahatan telah diadili dan
memperoleh kekuatan hukum yang tetap, maka terhadap pelaku kejahatan tersebut
sudah mendekat asas nebis in idem. Artinya, seseorang tidak dapat dituntun
untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama terlebih dahulu diputuskan
perkaranya oleh putusan pengadilan yang tetap.
4. Perkara tidak mempunya cukup dasar hukum
untuk di tindaklanjuti Peradilan Internasional mengandung pengertian upaya
penyelesaian masalah dengan menerapkan ketentuan-ketentuan hukum internasional
yang dilakukan oleh peradilan internasional yang dibentuk secara teratur.
Peradilan internasional ini dilakukan oleh Mahkamah Internasional dan
badan-badan peradilan lainnya.
2.5 Sanksi atas pelanggaran HAM Internasional
Strake
berpendapat bahwa rumusan peraturan dalam hukum internasional untuk melindungi
hak-hak asasi tidak berjalan dengan efektif. Di Eropa telah didirikan suatu
badan administratif internasional dan suatu pengadilan internasional yang
bertujuan untuk melindungi hak-hak asasi, yaitu Komisi Eropa untuk Hak-Hak
Asasi dan Pengadilan Eropa untuk Hak-Hak Asasi. Akan tetapi, kedua organisasi
ini beroperasi di bawah pembatasan- pembatasan yurisdiksional dan prosedural.
Organisasi ini hanya berkenaan dengan sejumlah kecil negara-negara yang telah
menerima kompetensi organisasi tersebut.
Dalam
perkembangannya telah lahir instrumen hukum yang dapat menjamin terlaksanya HAM
secara internasional. Berikut ini adalah beberapa instrumen-instrumen utama
yang telah disahkan untuk menyatakan atau menjamin norma hak-hak asasi:
1. The Universal Declaration of Human Right
(1948)
2. International Bill of Human Right (1966)
3. International Covenant on Economic, Social
and Culture Rights atau kovenan internasional tentang hak ekonomi, sosial, dan
budaya.
4. International Covenant on Civil and
Political Rigths atau kovenan internasional tentang hak sipil dan politik.
5. Optional Protocol to the International
Covenant on Civil and Political Rights atau protokol mengenai kovenan
internasional tentang hak sipil dan hak politik.
Deklarasi
Wina 1993 menyebutkan adalah kewajiban negara untuk menegakkan HAM. Deklarasi
Wina menganjurkan pemerintah untuk memasukkan standar-standar yang terdapat
dalam instrumen-instrumen hak asasi internasional ke dalam hukum nasional.
Proses mengadopsi dan menetapkan pemberlakuan suatu instrumen HAM menjadi hukum
nasional ini yang disebut sebagai ratifikasi. HAM bersumber pada nilai
kemanusiaan yang universal. Deklarasi, konvensi, dan perjanjian internasional
hanya merumuskan kembali apa yang telah menjadi nilai kemanusiaan selama ini.
Berbagai
instrument hukum internasional yang telah dijabarkan di atas merupakan
ketentuan-ketentuan yang tidak mengikat negara. Akan tetapi, instrumen hukum
internasional di atas merupakan rumusan standar tentang hak asasi internasional
yang dianjurkan untuk dimasukkan kedalam peraturan perundang-undangan secara
nasional agar dapat berlaku secara efektif. Meskipun di Eropa dan Amerika
perangkat tersebut telah dilengkapi dengan adanya pengadilan HAM, namun
yurisdiksi pengadilan tersebut sangat terbatas pada negara-negara yang mengakui
yurisdiksi pengadilan internasional tersebut. Dengan demikian, pengenaan sanksi
terhadap pelanggaran HAM diutamakan kepada hukum nasional negara masing-masing.
Apabila dari pengadilan nasional tidak diperoleh keputusan yang dianggap adil,
negara atau subyek hukum internasional lainnya yang mengaku yurisdiksi
pengadilan internasional dapat mengajukannya ke pengadilan internasional.
Sanksi terhadap pelanggaran HAM ringan diserahkan kepada hukum nasional negara
masing-masing. Sedangkan untuk perkara individu yang berkaitan dengan
pelanggaran HAM berat, penyelesaian dilakukan melalui International Criminal
Court (ICC) atau Mahkamah Pidana Internasional.
Jika Dalam Proses peradilan terbukti adanya pelanggaran
HAM internasional maka yang bersangkutan akan memperoleh sanksi internasional
berupa :
1. Diberlakukannya travel warning terhadap
warga negaranya.
2. Pengalihan investasi atau penanaman modal
asing.
3. Pemutusan hubungan diplomatik.
4. Pengurangan tingkat kerja sama.
5. Pengurangan bantuan ekonomi.
6. Pemboikotan produk ekspor.
7. Embargo ekonomi.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pelanggaran
HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan, baik dilakukan oleh individu
maupun institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu
lain. Adapun proses penyelesaian pelanggaran berat HAM menurut UU No.26 Tahun
2000 adalah sebagai berikut :
a. Penyelidikan
b. Penyidikan
c. Penuntutan
d. Pemeriksaan di Pengadilan
Penjelasan
umum UU HAM hanya menyebutkan bahwa pelanggaran baik langsung maupun tidak
langsung atas HAM dikenakan sanksi pidana, perdata, dan atau administratif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Cara kerja komisi PBB untuk Hak Asasi Manusia
untuk sampai pada proses peradilan HAM internasional, adalah sebagai berikut :
a. Melakukan pengkajian (studies) terhadap
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan, baik dalam suatu negara tertentu maupun
secara global. Terhadap kasus-kasus pelanggaran yang terjadi, kegiatan komisi
terbatas pada himbauanm serta persuasi. Kekuatan himbauan dan persuasi terletak
pada tekanan opimi dunia internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.
b. Seluruh temuan Komisi ini dibuat dalam
Yearbook of Human Rights yang disampaikan kepada sidang umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
c. Setiap warga negara dan atau negara
anggota PBB berhak mengadu kepada komisi ini. Untuk warga negara perseorangan
dipersyaratkan agar terlebih dahulu ditempuh secara musyawarah di negara
asalnya, sebelum pengaduan di bahas.
d. Mahkamah Internasional sesuai dengan
tugasnya, segera menindak lanjutibaik pengaduan oleh anggota maupun warga
negara anggota PBB, serta hasil pengkajian dan temuan komisi Hak Asasi Manusia
PBB untuk diadakan pendidikan, penahan, dan proses peradilan.
Jika
Dalam Proses peradilan terbukti adanya pelanggaran HAM internasional maka yang
bersangkutan akan memperoleh sanksi internasional berupa :
a. Diberlakukannya travel warning terhadap
warga negaranya.
b. Pengalihan investasi atau penanaman modal
asing.
c. Pemutusan hubungan diplomatik.
d. Pengurangan tingkat kerja sama.
e. Pengurangan bantuan ekonomi.
f. Pemboikotan produk ekspor.
g. Embargo ekonomi.
3.2
Saran
Sebagai
makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita
sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang
lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM
kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.
Daftar
Pustaka
http://spynhara.mywapblog.com/proses-peradilan-ham-internasional-beser.xhtml
Ingin Mendapatkan Materi ini? Silahkan Download melalui Link dibawah ini:
Belum ada Komentar untuk "MAKALAH PKN KELAS 12 : UPAYA PENYELESAIAN KASUS PELANGGARAN HAM"
Posting Komentar
Tinggalkan komentar terbaik Anda...