MAKALAH PKN KELAS 12 : UPAYA PENYELESAIAN KASUS PELANGGARAN HAM

MAKALAH PKN
UPAYA PENYELESAIAN KASUS PELANGGARAN HAM


OLEH :
KELOMPOK 3
1.      ERLINTANG DWI C.A                        (12)
2.      MASRUROTUR ROHMAH                 (15)
3.      SHANIA INTAN KAMILA                  (25)
KELAS : XII MIPA 4
GURU PEMBIMBING : ISA ANSHORI M.Si


MADRASAH ALIYAH NEGERI LAMONGAN
TAHUN PELAJARAN 2017/2018


KATA PENGANTAR
 Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah yang maha pengasih  dan maha penyayang yang telah memberi petunjuk agama yang lurus kepada hamba-Nya dan hanya kepada-Nya. Salawat serta salam semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW yang membimbing umat nya degan suri tauladan-Nya yang baik.                                        
Syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan anugrah,kesempatan dan pemikiran kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini . Makalah ini merupakan pengetahuan tentang  “UPAYA PENYELESAIAN KASUS PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA” , semua ini dirangkum dalam makalah ini , agar pemahaman terhadap permasalahan lebih mudah di pahami.
Sistematika makalah ini dimulai dari pengantar yang merupakan apersepsi atas materi yang telah dan akan dibahas dalam bab tersebut .Selanjutnya, Pembaca akan masuk pada inti pembahasaan dan diakhiri dengan kesimpulan, dan saran makalah ini. Diharapkan pembaca dapat mengkaji berbagai permasalahan tentang  UPAYA PENYELESAIAN KASUS PELANGGARAN HAK ASASIMANUSIA. Akhirnya, kami penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses pembuatan makalah ini.
            Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna untuk menjadi lebih sempurna lagi kami membutuhkan kritik dan saran dari pihak lain untuk membagikannya kepada kami demi memperbaiki kekurangan pada makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
 Wassalamu’alaikum Wr Wb

Lamongan, 31 Juli 2017


Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian pelanggaran HAM..................................................................................3
2.2 Proses peradilan atas pelanggaran HAM di Indonesia.............................................6
2.3 Sanksi atas pelanggaran HAM di Indonesia.............................................................9
2.4 Proses peradilan atas pelanggaran HAM Internasional..........................................10
2.5 Sanksi atas pelanggaran HAM Internasional..........................................................10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................13
3.2 Saran.......................................................................................................................14
Daftar Pustaka............................................................................................................ …...15




 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia sejak manusia masih dalam kandungan sampai akhir kematiannya. Di dalamnya tidak jarang menimbulkan gesekan-gesekan antar individu dalam upaya pemenuhan HAM pada dirinya sendiri. Hal inilah yang kemudian bisa memunculkan pelanggaran HAM seorang individu terhadap individu lain,kelompok terhadap individu, ataupun sebaliknya.
Setelah reformasi tahun 1998, Indonesia mengalami kemajuan dalam bidang penegakan HAM bagi seluruh warganya. Instrumen-instrumen HAM pun didirikan sebagai upaya menunjang komitmen penegakan HAM yang lebih optimal. Namun seiring dengan kemajuan ini, pelanggaran HAM kemudian juga sering terjadi di sekitar kita. Untuk itulah kami menyusun makalah yang berjudul “UPAYA PENYELESAIAN KASUS PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA ”, untuk memberikan informasi tentang uapaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Apa pengertian pelanggaran HAM ?
2.      Bagaimana proses peradilan atas pelanggaran HAM di Indonesia ?
3.      Apa saja sanksi yang diberikan atas pelanggaran HAM di Indonesia ?
4.      Bagaimana proses peradilan atas pelanggaran HAM Internasional ?
5.       Apa saja sanksi yang diberikan atas pelanggaran HAM Internasional?



1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari mengangkat materi ini tentang upaya penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia  yaitu:
1.    Untuk mengetahui pengertian pelanggaran HAM.
2.      Untuk mengetahui proses peradilan atas pelanggaran HAM di Indonesia.
3.      Untuk mengetahui sanksi atas pelanggaran HAM di Indonesia.
4.      Untuk mengetahui proses peradilan atas pelanggaran HAM Internasional.
5.      Untuk mengetahui sanksi atas pelanggaran HAM Internasional.
1.4 Manfaat Penulisan
1.    Bagi penulis, pengkajian ini memberikan pengetahuan tentang upaya penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia.
2.    Bagi pembaca, pengkajian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian atau referensi










BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian pelanggaran HAM
Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memberikan definisi pelanggaran HAM sebagai berikut.
“Pelanggaran hak asasi manusia adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusiaseseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hokum yang berlaku”
Dengan demikian, pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan, baik dilakukan oleh individu maupun institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain. Tindakan tersebut dilakukan tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakannya.
Menurut Arahan Mastricht (Mastrich Guidelines), pelanggaran HAM terjadi lewat:
1.      Acts of commission (tindakan untuk melakukan) oleh pihak negara atau pihak lain yang tidak diatur secara memadai oleh negara.
2.      Acts of ommission (tindakan untuk tidak melakukan tindakan apa pun) oleh negara. Satuan-satuan bukan negara dapat juga terlibat sebagai pelaku kejahatan pelanggaan hak asasi.
 Contoh dari pelanggaran HAM yang dilakukan oleh satuan bukan negara adalah:
1.      Pembunuhan penduduk sipil tentara pemberontak,
2.      Pengusiran komunitas yang dilakukan oleh perusahaan transnasional,
3.      Serangan bersenjata oleh salah satu pihak melawan pihak yang lain,
4.      Serangan fisikal mendadak dari pegawai pribadi melawan para pemprotes.
Pelanggaran HAM dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM ringan. Pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan (pasal 7 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia). Bentuk pelanggaran HAM ringan adalah selain dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu. Pelanggaran HAM ringan seringkali dimasukkan dalam kategori kejahatan biasa (ordinary crime). Pelanggaran HAM dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crimes).
Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, dinyatakan bahwa:
“pelanggaran hak asasi manusia yang berat merupakan “extraordinary crimes” dan berdampak secara luas baik pada tingkat nasional maupun internasional dan bukan tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta menimbulkan kerugian baik materiil maupun immateriil yang merupakan perasaan tidak aman baik terhadap perseorangan maupun masyarakat, sehingga perlu segera dipulihkan dalam mewujudkan supremasi hukum untuk mencapai kedamaian, ketertiban, ketentraman, keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia”
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:
  1. Membunuh anggota kelompok,
  2. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok,
  3. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagainya,
  4. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok,
  5. Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik. Serangan tersebut ditunjukkan secara langsung kepada penduduk sipil dan dapat berupa:
a.       Pembunuhan,
b.      Pemusnahan,
c.       Perbudakan,
d.      Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa,
e.       Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain seccara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan hukum pokok internasional,
f.        Penyiksaan,
g.      Pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara,
h.      Penganiayaan tterhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang secaa hukum internasional,
i.        Penghilangan orang secara paksa,
j.        Kejahatan apartheid.
Pelanggaran HAM dilakukan negara terhadap warganya juga terjadi di Indonesia. Kasus-kasus penyiksaan dalam proses penyidikan merupakan salah satu contoh pelanggaran HAM yang dilakukan aparat negara terhadap warga negara. Di era Orde Baru, ketika militer mempunyai kekuasaan yang nyaris tak terbatas, Indonesia banyak diwarnai oleh kasus kekerasan yang dilakukan oleh militer.


2.2 Proses peradilan atas pelanggaran HAM di Indonesia
Hukum acara yang digunakan dalam Pengadilan HAM adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sepanjang tidak diatur secara khusus oleh UU No.26 Tahun 2000. Adapun proses penyelesaian pelanggaran berat HAM menurut UU No.26 Tahun 2000 adalah sebagai berikut :
a.    Penyelidikan
Penyelidikan dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM). Hal ini bertujuan adanya objektifitas hasil penyelidikan, apabila dilakukan oleh lembaga independen. Dalam penyelidikan, penyelidik berwenang:
1.    Melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran berat HAM
2.    Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang atau kelompok orang tentang terjadinya pelanggaran berat HAM serta mencari keterangan dan barang bukti
3.    Memanggil pihak pengadu, korban atau pihak yang diadukan untuk diminta dan didengar keterangannya
4.    Memanggil saksi untuk dimintai kesaksiannya
5.    Meninjau dan mengumpulkan keterangan di tempat kejadian dan tempat lainnya jika dianggap perlu
6.    Memanggil pihak terkait untuk melakukan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya
7.     Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa pemeriksaan surat, penggeledahan dan penyitaan, pemeriksaan setempat, mendatangkan ahli dalam hubungan dengan penyelidikan

b.    Penyidikan
Penyidikan pelanggaran berat HAM dilakukan oleh Jaksa Agung. Dalam pelaksanaan tugasnya Jaksa Agung dapat mengangkat penyidik ad hoc yang terdiri atas unsur pemerintah dan masyarakat. Sebelum melaksanakan tugasnya, penyidik ad hoc mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing-masing. Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai penyidik ad hoc, yaitu :
1.    Warga Negara Indonesia
2.    Berumur sekurang-kurangnya 40 tahun dan paling tinggi 65 tahun
3.    Berpendidikan Sarjana Hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian dibidang hukum
4.    Sehat jasmani dan rohani
5.    Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan baik
6.    Setia kepada Pancasila dan UUD 1945
7.    Memiliki pengetahuan dan kepedulian dibidang hak asasi manusia
Penyidikan diselesaikan paling lambat 90 hari terhitung sejak tanggal hasil penyelidikan diterima dan dinyatakan lengkap oleh penyidik. Penyidikan dapat diperpanjang 90 hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai daerah hukumnya dan dapat diperpanjang lagi 60 hari. Jika dalam waktu tersebut, penyidikan tidak juga terselesaikan, maka dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan oleh Jaksa Agung.
c.    Penuntutan
Penuntutan dilakukan oleh Jaksa Agung. Jaksa Agung dapat mengangkat penuntut umum ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat. Syarat untuk diangkat menjadi penuntut umum sama halnya dengan syarat diangkat menjadi penyidik ad hoc. Penuntutan dilakukan paling lama 70 hari sejak tanggal hasil penyidikan diterima.
d.    Pemeriksaan di Pengadilan
Pemeriksaan perkara pelanggaran berat HAM dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan HAM berjumlah 5 orang, terdiri atas 2 orang hakim pada Pengadilan HAM dan 3 orang hakim ad hoc.
Syarat-syarat menjadi Hakim Ad Hoc :
1.    Warga Negara Indonesia
2.    Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
3.    Berumur sekurang-kurangnya 45 tahun dan paling tinggi 65 tahun
4.    Berpendidikan sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian dibidang hukum
5.    Sehat jasmani dan rohani
6.    Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan baik
7.    Setia kepada Pancasila dan UUD 1945
8.    Memiliki pengetahuan dan kepedulian dibidang Hak asasi manusia
Perkara paling lama 180 hari diperiksa dan diputus sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan HAM. Banding pada Pengadilan Tinggi dilakukan paling lama 90 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi. Kasasi paling lama 90 hari sejak perkara dilimpahkan ke Mahkamah Agung.
2.3 Sanksi atas pelanggaran HAM di Indonesia
Di dalam penjelasan umum UU HAM hanya menyebutkan bahwa pelanggaran baik langsung maupun tidak langsung atas HAM dikenakan sanksi pidana, perdata, dan atau administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Memang ada pelanggaran HAM yang dapat diproses secara hukum melalui Pengadilan HAM. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa Pengadilan HAM hanya dapat mengadili pelanggaran HAM yang berat sebagaimana diatur Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (“UU Pengadilan HAM”) dan Pasal 104 ayat (1) UU HAM. Menurut Pasal 7 UU Pengadilan HAM, yang termasuk sebagai pelanggaran HAM berat adalah kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. 
Berdasarkan hukum pidana, Anda dapat menggunakan Pasal 335 ayat (1) ke- 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana:   (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1 barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain,2.    barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis. (2) Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena.
  Dalam hal ini, Anda dan pedagang yang lainnya harus dapat membuktikan bahwa ada paksaan untuk tidak melakukan sesuatu (membuat perkumpulan) dengan menggunakan kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan. 

2.4 Proses peradilan atas pelanggaran HAM Internasional
Bila Terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia berskala Internasional, proses peradilannya adalah Sebagai Berikut :
1.    Jika suatu negara sedang melakukan penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan atas kejahatan yang terjadi, maka Pengadilan Pidana Internasional berada dalam posisi inadmissible (tidak diizinkan) untuk menangani perkara kejahatan tersebut. Akan tetapi, posisi inadmissible berubah menjadi admissible, apabila negara yang bersangkutan enggan atau tidak mampu melaksanakan tugas investigasi dan penuntutan.
2.    Perkara yang telah diinvestigasi oleh suatu negara, kemudian negara yang bersangkutan telah memutuskan untuk tidak melakukan penuntutan lebih lanjut. Namun dalam hal ini, posisi inadmissible berubah menjadi admissible bila keputusan berdasarkan keengganan dan ketidakmampuan negara untuk melakukan penuntutan.
3.    Pelaku kejahatan telah diadili dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap, maka terhadap pelaku kejahatan tersebut sudah mendekat asas nebis in idem. Artinya, seseorang tidak dapat dituntun untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama terlebih dahulu diputuskan perkaranya oleh putusan pengadilan yang tetap.
4.    Perkara tidak mempunya cukup dasar hukum untuk di tindaklanjuti Peradilan Internasional mengandung pengertian upaya penyelesaian masalah dengan menerapkan ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dilakukan oleh peradilan internasional yang dibentuk secara teratur. Peradilan internasional ini dilakukan oleh Mahkamah Internasional dan badan-badan peradilan lainnya.
2.5 Sanksi atas pelanggaran HAM Internasional
Strake berpendapat bahwa rumusan peraturan dalam hukum internasional untuk melindungi hak-hak asasi tidak berjalan dengan efektif. Di Eropa telah didirikan suatu badan administratif internasional dan suatu pengadilan internasional yang bertujuan untuk melindungi hak-hak asasi, yaitu Komisi Eropa untuk Hak-Hak Asasi dan Pengadilan Eropa untuk Hak-Hak Asasi. Akan tetapi, kedua organisasi ini beroperasi di bawah pembatasan- pembatasan yurisdiksional dan prosedural. Organisasi ini hanya berkenaan dengan sejumlah kecil negara-negara yang telah menerima kompetensi organisasi tersebut.
Dalam perkembangannya telah lahir instrumen hukum yang dapat menjamin terlaksanya HAM secara internasional. Berikut ini adalah beberapa instrumen-instrumen utama yang telah disahkan untuk menyatakan atau menjamin norma hak-hak asasi:
1.    The Universal Declaration of Human Right (1948)
2.    International Bill of Human Right (1966)
3.    International Covenant on Economic, Social and Culture Rights atau kovenan internasional tentang hak ekonomi, sosial, dan budaya.
4.    International Covenant on Civil and Political Rigths atau kovenan internasional tentang hak sipil dan politik.
5.    Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights atau protokol mengenai kovenan internasional tentang hak sipil dan hak politik.
Deklarasi Wina 1993 menyebutkan adalah kewajiban negara untuk menegakkan HAM. Deklarasi Wina menganjurkan pemerintah untuk memasukkan standar-standar yang terdapat dalam instrumen-instrumen hak asasi internasional ke dalam hukum nasional. Proses mengadopsi dan menetapkan pemberlakuan suatu instrumen HAM menjadi hukum nasional ini yang disebut sebagai ratifikasi. HAM bersumber pada nilai kemanusiaan yang universal. Deklarasi, konvensi, dan perjanjian internasional hanya merumuskan kembali apa yang telah menjadi nilai kemanusiaan selama ini.
Berbagai instrument hukum internasional yang telah dijabarkan di atas merupakan ketentuan-ketentuan yang tidak mengikat negara. Akan tetapi, instrumen hukum internasional di atas merupakan rumusan standar tentang hak asasi internasional yang dianjurkan untuk dimasukkan kedalam peraturan perundang-undangan secara nasional agar dapat berlaku secara efektif. Meskipun di Eropa dan Amerika perangkat tersebut telah dilengkapi dengan adanya pengadilan HAM, namun yurisdiksi pengadilan tersebut sangat terbatas pada negara-negara yang mengakui yurisdiksi pengadilan internasional tersebut. Dengan demikian, pengenaan sanksi terhadap pelanggaran HAM diutamakan kepada hukum nasional negara masing-masing. Apabila dari pengadilan nasional tidak diperoleh keputusan yang dianggap adil, negara atau subyek hukum internasional lainnya yang mengaku yurisdiksi pengadilan internasional dapat mengajukannya ke pengadilan internasional. Sanksi terhadap pelanggaran HAM ringan diserahkan kepada hukum nasional negara masing-masing. Sedangkan untuk perkara individu yang berkaitan dengan pelanggaran HAM berat, penyelesaian dilakukan melalui International Criminal Court (ICC) atau Mahkamah Pidana Internasional.
Jika Dalam Proses peradilan terbukti adanya pelanggaran HAM internasional maka yang bersangkutan akan memperoleh sanksi internasional berupa :
1.    Diberlakukannya travel warning terhadap warga negaranya.
2.    Pengalihan investasi atau penanaman modal asing.
3.    Pemutusan hubungan diplomatik.
4.    Pengurangan tingkat kerja sama.
5.    Pengurangan bantuan ekonomi.
6.    Pemboikotan produk ekspor.
7.    Embargo ekonomi.






BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan, baik dilakukan oleh individu maupun institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain. Adapun proses penyelesaian pelanggaran berat HAM menurut UU No.26 Tahun 2000 adalah sebagai berikut :
a.     Penyelidikan
b.    Penyidikan
c.     Penuntutan
d.    Pemeriksaan di Pengadilan
Penjelasan umum UU HAM hanya menyebutkan bahwa pelanggaran baik langsung maupun tidak langsung atas HAM dikenakan sanksi pidana, perdata, dan atau administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  Cara kerja komisi PBB untuk Hak Asasi Manusia untuk sampai pada proses peradilan HAM internasional, adalah sebagai berikut :
a.     Melakukan pengkajian (studies) terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan, baik dalam suatu negara tertentu maupun secara global. Terhadap kasus-kasus pelanggaran yang terjadi, kegiatan komisi terbatas pada himbauanm serta persuasi. Kekuatan himbauan dan persuasi terletak pada tekanan opimi dunia internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.
b.    Seluruh temuan Komisi ini dibuat dalam Yearbook of Human Rights yang disampaikan kepada sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.
c.     Setiap warga negara dan atau negara anggota PBB berhak mengadu kepada komisi ini. Untuk warga negara perseorangan dipersyaratkan agar terlebih dahulu ditempuh secara musyawarah di negara asalnya, sebelum pengaduan di bahas.
d.    Mahkamah Internasional sesuai dengan tugasnya, segera menindak lanjutibaik pengaduan oleh anggota maupun warga negara anggota PBB, serta hasil pengkajian dan temuan komisi Hak Asasi Manusia PBB untuk diadakan pendidikan, penahan, dan proses peradilan.
Jika Dalam Proses peradilan terbukti adanya pelanggaran HAM internasional maka yang bersangkutan akan memperoleh sanksi internasional berupa :
a.     Diberlakukannya travel warning terhadap warga negaranya.
b.    Pengalihan investasi atau penanaman modal asing.
c.     Pemutusan hubungan diplomatik.
d.    Pengurangan tingkat kerja sama.
e.     Pengurangan bantuan ekonomi.
f.      Pemboikotan produk ekspor.
g.    Embargo ekonomi.
3.2 Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.



Daftar Pustaka
http://spynhara.mywapblog.com/proses-peradilan-ham-internasional-beser.xhtml


Ingin Mendapatkan Materi ini? Silahkan Download melalui Link dibawah ini:






Belum ada Komentar untuk "MAKALAH PKN KELAS 12 : UPAYA PENYELESAIAN KASUS PELANGGARAN HAM"

Posting Komentar

Tinggalkan komentar terbaik Anda...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel