MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM KELAS 11 : KEMUNDURAN UMAT ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar belakang
Islam sebagai agama yang sempurna, agama yang diridhai oleh Allah Swt yang memiliki suatu landasan Al-Qur’an dan hadist sebagai pedoman hidup manusia. Maka sesungguhnya kehidupan manusia telah digarisi oleh Allah Swt, dalam Al-Quran tentang aturan kehidupan-Nya. Oleh karenanya islam memiliki sejarah tentang masa kemajuan dan masa kemundurannya. Dikatakan sebagai era kemajuan islam tersebut, yaitu disaat umat islam telah berhasil menegakkan hak-hak Allah diatas muka bumi dalam menerapkan hukum-hukum syariat Allah Swt sebagai hukum yang berlaku dalam kehidupan manusia, baik dalam aturan kepemerintahan, undang-undang, maupun dalam kemasyarakatan. Pada masa ini Islam mampu mempertahankan kekuasaannya dan berjaya. Sementara di era kemunduran Islam ditandai dengan diambil alih oleh pihak luar islam dengan serangan, serbuan dan penghancuran kepada kerajaan islam yang telah berkuasa. Dan mengambil alih kekuasaan dari kerajaan islam sebelumnya.
Sejarah Islam dapat dibagi ke dalam periode klasik, pertengahan, dan Modern.[1] Pada periode klasik (650-1250 M) dibagi menjadi masa kemajuan islam dan masa didintegrasi. Menurut Harun Nasution pada abad pertengahan adalah era kemunduran Islam. Sejarah mengenai kemunduran Islam ini banyak masyarakat yang tidak mengetahuinya. Kemunduran islam pada saat itu, yang mambuat umat islam semakin terpuruk. Dengan runtuhnya sistem Khilafah, salah satu yang sangat mengharukan bagi umat islam seakan mereka adalah ayam kehilangan induknya. Umat Islam telah kocar kacir tidak ada yang mengurus, lain dengan sebelum mundurnya dunia Islam. Ketika Islam berjaya umat Islam telah diatur sedemikian rupa.
Masyarakat harus mengetahui tentang sejarah kemunduran islam tersebut, sebagai pelajaran bahwa yang membuat Islam runtuh dan mundur disebabkan oleh beberapa faktor yang dijelaskan dalam sejarah islam. Seperti krisisnya politik, krisis intelektual, dan krisis bidang keagamaan menjadi faktor kemunduran dunia Islam pada saat abad pertengahan. Dengan melihat kondisi islam hari ini semakin terpuruk maka menjadi suatu rujukan untuk mempelajari hal-hal yang mempengaruhi kemunduran islam. Maka, umat islam harus menengoknya pada sejarah agar bisa memajukan dan menjaga islam ini.



B.  Tujuan
a.    Untuk mempelajari sejarah tentang penyebab kemunduran Islam;
b.    Agar umat Islam mengambil suatu pelajaran terjadinya kemunduran dalam dunia islam;
c.    Menambah pengetahuan tentang sejarah Islam; dan
d.   Agar mengetahui tokoh-tokoh yang menghancurkan Islam pada abad pertengahan yang menyebabakan Islam mundur

C.  Rumusan Masalah
a.    Sejak kapan Islam mengalami kemunduran ?
b.    Apa yang menyebabkan Islam mengalami kemunduran pada abad pertengahan ?
c.    Bagaimana sejarah kemunduran Islam ?
d.   Kerajaan yang berada dimana sajakah yang mengalami keruntuhan pada abad pertengahan ?












BAB II
PEMBAHASAN

*       Sejarah kemunduran islam
            Masa kemunduran Islam terjadi dari tahun 1250 hingga 1500 M. Pada zaman iniseorang  bernama Jengiskhan dan keturunannya datang membawa penghancuran bagi dunia islam. Jengiskan yang berasal dari Mongolia dan ia penganut agama Syamaniah, menyembah bintang-bintang dan sujud kepada Matahari yang sedang terbit. Setelahmenduduki peking pada 1212 M, ia mengalihkan serangannya ke arah barat. Satu demi satu Kerajaan islam jatuh ke tangannya. Transoxania dan khawarizm dapat dikalahkan pada 1219 M. Demikian pula Kerajaan Ghazna dapat dikalahkan (1243 M), Azarbaijan (1223 M), dan Kerajaan Saljuk di  Asia Kecil (1243 M). Dari sini ia meneruskan serangannya ke Eropa  dan Rusia.
            Serangan ke Baghdad dilakukan oleh cucunya Hulagu Khan Khurasan di Persia terlebih dahulu ia kalahkan dan Hasyasyasyin di Alamut ia hancurkan. Pada permulaan 1258 M, ia sampai ke tepi Kota Baghdad. Perintah untuk menyerah ditolak oleh Khalifah al-Mu’tasim dan Kota Baghdad dikepung. Akhirnya pada 10 Februari 1257 benteng kota
ini dapat ditembus dan Baghdad dihancurkan. Khalifah dan keluarga serta sebagian besar dari penduduknya dibunuh. Beberapa dari anggota keluarga bani Abbas dapat melarikan diri, dan di antaranya ada yang menetap di Mesir.
Dari sini Hulagu meneruskan serangannya ke Suriah, dan dari Suriah ia ingin memasuki Mesir. Tetapi di Ain jalut ( Goliath ) ia dikalahkan oleh Baybars, Jenderal Mamluk dari Mesir (1260 M). Selanjutnya Timur Lenk, seorang yang berasal dari keturunan Jengis Khan dapat menguasai Samarkand di tahun 1369 M. dari Samarkand ia mengadakan serangan ke sebelah barat dan dapat menguasai daerah-daerah yang terletak antara Delhi dan Laut Marmara. Dinasti Timur Lenk terlihat pada pembuhnuhan massal yang dilakukannya di kota-kota yang tidak menyerah kepadanya. Di kota-kota yang telah ditundukkania dirika piramid dari tengkorak rakyat yang dibunuh. Di Delhi misalnya, ia membunuh 80 orang dari penduduknya. Di Allepo lebih dari 20.000 orang. Masjid-masjid dan madrasah ia hancurkan. Dimana saja ia datang, selalu membawa kehancuran.[2]
Selain ditandai oleh adanya serangan, serbuan, penghancuran dari berbagai musuh yang datang dari luar islam, pada periode ini juga ditandai oleh adanya perebutan kekuasaan diantara sesama dinasti kecil dalam islam. Di Mesir, al-Ayyubi (1174 M). Dengan datangnya Salah al-Din, Mesir masuk kembali ke dalam aliran sunni. Selain itu, Salah al-Din juga dikenal dalam sejarah sejarah sebagai sultan yang banyak membela Islam dalam perang salib. Selanjutnya, pada 1250 M dinasti Ayyub jatuh ke tangan kekuasaan kaum Malmuk yang berasal dari budak-budak yang kemudian mendapat kedudukan tinggi dalam pemerintahan Mesir. Sultan Malmuk inilah yang dapat mengalahkan Hulagu di A’in jalut, dan ia dapat berkuasa di Mesir hingga 1517 M. Merekalah yang dapat membebaskan Mesir dan Suriah dari peperangan Salib dan juga membendung serangan-serangan kaum Mongol di bawah pimpinanan Hulagu dan Timur Lenk, sehingga Mesir terlepas dari penghancuran seperti yang terjadi di dunia islam lain.
Selanjutnya, di India juga terjadi persaingan dan peperangan untuk memperebutkan kekuasaan, sehingga India senantiasa menghadapi perubahan kekuasaan. Dinasti yang timbul kemudian dijatuhkan oleh dinasti lainnya. Kekuasaan dinasti Ghaznawi misalnya dipatahkan oleh pengikut Ghaur Khan, yang juga berasal dari salah satu suku bangsa Turki. Mereka masuk ke India di tahun 1175 M, dan bertahan hingga 1206 M. India kemudian jatuh ke tangan Qutbuddin Aybak, yang selanjutnya menjadi pendiri dinasti Malmuk India (1206-1290 M), kemudian ke tangan Dinasti Khalji (1296-1316 M), selanjutnya Dinasti Tughluq (1320-1413 M), dan dinasti-dinasti lain, sehingga Babur datang di permulaan abad XVI dan membentuk Kerajaan Mughal di India. Sementara itu di Spanyoljuga terjadi peperangan antara dinasti-dinast islam yang ada di sana dengan raja-raja Kristen. Didalam peperangan ini, raja-raja Kristen dapat memakai politik adu domba antara dinasti Islam tersebut. Sebaliknya, raja-raja Kristen mengadakan persatuan sehingga satu demi satu dinasti –dinasti Islam dapat dikalahkan. Cordova misalnya, jatuh pada 1238 M, Serville jatuh pada 1248 M, dan akhirnya Granada jatuh pada 1941 M. Orang-orang Islam dihadapkan pada dua pilihan, masuk Kristen atau keluar dari Spanyol. Pada 1609 M dapat dikatakan tidak ada lagi orang Islam di Spanyol.
Pada Masa Kemunduran  I ini,  juga terjadi kehancuran khalifah secara formil. Islam tidak lagi mempunyai khalifah yang diakui oleh semua umat sebagai lambang persatuan dan ini berlaku hingga Kerajaan Utsmani  mengangkat khalifah yang baru di Istanbul di abad keenam belas. Sementara itu perbedaan antara kaum Sunni dan kaum Syiah  menjadi tambah nyata kelihatan. Demikian pula antara Arab dan Persia. Dunia Islam terbagi dalam dua bagian; bagian Arab yang terdiri atas Semenanjung Arabia, Irak,Suriah, Palestina, Mesir, Afrika Utara, dan Sudan dengan Mesir sebagai pusatnya; dan bagian Persia yang terdiri atas Balkan,Turki, Persia, Turkistan, dan India Persia sebagai Pusatnya.
Pada Periode Kemunduran I ini juga pengaruh tarekat-tarekat bertambah mendalam dan bertambah luas di dunia Islam. Pendapat yang ditimbulkan di zaman disintegrasi yang mengatakan, bahwa pintu ijtihad telah tertutup diterima secara umum di zaman ini. Sementara itu antara mazhab yang empat terdapat suasana damai dan di madrasah-madrasah diajarkan mazhab yang empat. Perhatian pada ilmu pengetahuan non-keagamaan sedikit sekali. Tetapi sebaliknya Islam mendapat pemeluk-pemeluk baru di daerah-daerah yang selama ini belum pernah dimasuki Islam.
Dengan demikian, pada Masa Kemunduran I ini, umat Islam bukan saja mengalami kehancuran dalam bidang politik dan daulat Islamiyah, melainkan juga kehancuran dalam bidang kebudayaan, peradaban, dan ilmu pengetahuan. Islam yang pada zaman kemunduran I ini adalah Islam yang dikotomis antara urusan dunia dan akhirat, ilmu agama dan umum, ulama dan ilmuan, dan Islam yang telah kehilangan spritualitas dan energisitasnya. Islam pada masa itu tinggal abunya, sedangkan apinya sudah padam. Jika di berbagai wilayah Islam dapat meluaskan pengaruhnya, maka islam yang meluas ini adalah Islam yang bersifat dogmatis, ritual, dan formalitas.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemunduran Islam
a. Krisis politik
*        Pemimpin tidak mengamalkan ajaran agama
Para ahli sejarah mengajukan hipotesis bahwa kemunduran Islam disebabkan karena gaya hidup para penguasa yang gemar hidup bermewah-mewah dan berorientasi duniawi saja. Pola hidup serakah, iri hati, ambisi kekuasaan dan tidak mementingkan kehidupan rohani dan ukhrawi menjadi gaya hidup para penguasa. Penguasa Islam telah menggunakan tangan besi dalam pemimpin. Ajaran Islam hanya dalam kehidupan nyata. Yang paling ironis saat itu adalah agar pemimpin ditaati secara mutlak, tidak boleh dibantah dan harus dihormati, mereka mengklaim dirinya sebagai wakil Tuhan di bumi meskipun tidak adil.[3]

*        Serangan tentara Mongol dan runtuhnya Abbasiyah
Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba disalah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Mu’tashim yang berkuasa saat itu tidak berdaya dan tidak mampu membendung kekuatan tentara Hulagho Khan. Kota baghdad dihancurkan rata dengan tanah, dan Hulagho Khan menancapkan kekuasaan-Nya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan serangannya ke Syiria dan Mesir.
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri Khlifah Abbasiyah disana, tetapi juga merupakan awal dari massa kemunduran politik dan peradaban islam. Khalifah sebagai simbol pemersatu umat Islam di dunia mulai hilang. Kejadian yang sangat tragis yaitu ketika hancurnya perpustakaan terbesar di dunia saat itu, Baitul Hikmah, yang menyimpan banyak dokumen sejarah dan buku berharga dalam berbagai disiplin ilmu. 
Saat tentara Mongol masuk ke Baghdad, para penduduk berusaha kabur, namun berhasil decegat dan dibantai tanpa ampun. Martin Sicker menyebutkan bahwa hampir 90.000 orang mungkin dibantai. Beberapa perkiraan lainnya jauh lebih tinggi. Wassaf mengklaim bahwa korban jiwa mencapai 100-an ribu orang. IanFrazier dari The New Yorker mengatakan bahwa perkiraan korban jiwa bervariasi dari 200.000 hingga 1000.000 orang. Akibat kekejamannya ini Hulagu harus memindahkan perkemahannya ke luar dari kota karena bau busuk yang sangat menyengat didalam kota. Jumlah penduduk Baghdad jauh berkurang dan kota itu menjadi reruntuhan selama beberapa abad berikutnya dan hanya secara perlahan pulih dan memperoleh sedikit dari kejayaan lamanya. Pasukan Mongol menjarah dan kemudian menghancurkan masjid, istana, perpustakaan, dan rumah sakit. Bangunan-bangunan besar yang merupakan karya beberapa generasi dibakar sampai habis. Khalifah dipaksa menonton ketika penduduknya dibantai dan harta bendanya dirampas. Menurut sebagian besar sumber, Khalifah dibunuh dengan cara di injak-injak oleh kuda. Pasukan Mongol menggulung Khalifah dalam sebuah karpet, lalu mereka menunggang kuda diatas badannya, karena mereka percaya bahwa bumi akan marah jika ada darah penguasa yang ditumpahkan.[4]

*        Terjadi disintegarasi umat Islam
Benih perpeacahan dan disintegrasi sesunguhnya telah muncul di tubuh umat islam sejak periode akhir pemerintahan Abbasiyah. Hal ini ditandai dengan konflik antara Sunni dan Syi’ah semakin menajam. Setelah Abbasiyah hancur, esklasi konflik semakin memuncak secara akibat perbedaan perbedaan paham agama dalam aspek ideologis, teologis dan berujung pada konflik geografis. Umat Islam mengalami perpecahan menjadi nation-state kecil akibat kuatnya disentegrasi.
Secara umum, di zaman akhir Abbasiyah, wilayah teritorial Islam terbagi dua yaitu: pertama,  bagian Arab yang terdiri dari Arabia, Suriah, Iraq, Palestina, Mesir dan Afrika Utara dengan Mesir sebagai pusatnya. Kedua, bagian Persia yang terdiri atas Balkan, Asia kecil, Persia dan Asia Tengah dengan Iran sebagai pusatnya. Secara rill, daerah-daerah itu berada dibawah kekuasaan gubernur –gubernur bersangkutan. Hubungan denga Khalifah hanya ditandai dengan pembayaran upeti. Akibatnya Khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk, tidak saling percaya dikalangan penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah dan juga para penguasa Abbasiyah lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan eksepansi. Selain itu, penyebab utama banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan atau perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia dan Turki. Akibatnya beberapa propinsi di Persia, Turki, Kurdi, dan lainnya mulai lepas dari genggaman penguasa Banni Abbas.[5]

*        Perang Salib
Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim di Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk merebut Tanah Suci dari kekekuasaan kaum Muslim dan mendirikan Gereja, juga kerajaan Latin di Timur. Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka.
Perang salib berlangsung dalam kurun waktu hamper dua abad (200 tahun), yaitu antara tahun 1095-1291, dengan 8 periode peperangan. Namun Stoddard mengatakan perang Salib tidak berlangsung dua abad atau lebih, melainkan berlangsung selama enam abad (600 tahun), dan baru berakhir secara pasti di perbentengan Wina tahun 1683.[6]
Perang salib berpengaruh luas terhadap politik, ekonomi  dan social, bahkan terasa masih berpengaruh sampai masa kini. Walaupun umat Islam berhasil memperthankan daerah-daerahnya dari tentara salib, namun kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Wilayah-wilayah umat Islam terpecah belah dan ingin memerdekakan diri dari kekuasaan Islam di Abbasiyah.
Dalam konteks hubungan antaragama, perang salib meninggalkan trauma yang mendalam antara Islam dan Kristen sampai sekarang. Akibatnya Negara-negar barat masih membenci Islam.

*        Persaingan antar bangsa
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Stryzewska, ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab. Pertama, sulit bagi orang-orang Persia daripada orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya‘ashabiyyah kesukuan. Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyyah tradisional.
Meskipun demikian, orang-orang Persia, tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu, bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab di dunia Islam.
Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat luas, meliputi bebrbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syiria, Irak, Persia, Turki, dan India. Mereka disatukan dengan bangsa Semit. Kecuali Islam, pada waktu itu tidak ada kesadaran yang merajut elemen-elemen yang bermacam-macam tersebut dengan kuat. Akibatnya, di samping fanatisme kearaban, muncul juga fanatisme bangsa-bangsa lain yang melahirkan gerakkan syu’ubiyah.
 Fanatisme kebangsaan ini tampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu,  para khalifah menjalankan sistem perbudakkan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai tentara. Mereka diberi nasab dinasti dan mendapat gaji. Oleh Banni Abbas, mereka dianggap sebagai hamba. Sistem perbudakkan ini telah mempertinggi pengaruh bangsa Persia dan Turki. Karena jumlahnya dan kekuatan mereka yang besar, mereka merasa bahwa negara adalah milik mereka; mereka mempunyai kekuasaan atas rakyat berdasarkan kekuatan khalifah.
Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khilafah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi,karena para khilafah adalah oang –orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga. Setelah Al-Mutawakkil, seorang khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuatan Banni Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada ditangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga, dan selanjutya beralih kepada dinasti Seljuk pada periode keempat, sebagaimana diuraikan terdahulu.[7]

*        Kemerosotan Ekonomi
Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran dibidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran dibidang politik. Pada periode pertama, pemerintah Banni Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Bait al-Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang besar diperoleh antara lain dari al-kharaja, semacam pajak hasil bumi.
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun, sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempintnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak, dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan, pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah, jenis pengeluaran makin beragam, dan para pejabat melakukan korupsi.
Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah, kedua faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.

*      Konflik keagamaan
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong  sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme, dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dkenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah. Al-Manshur berusaha keras memberantasnya. Al-Mahdi bahkan merasa perlu mendirikan jewatan khusus untuk mengawasi kegiatan orang-orang Zindiq dan melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid’ah. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti, polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh konflik bersenjata itu.
Pada saat ini mulai tersudut, pendukungnya banyak  berlindung dibalik ajaran Syi’ah, sehingga banyak aliran Syi;ah yang dipandang Ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang  oleh penganut Syi’ah sendiri. Aliran Syi’ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya, sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil misalnya, memerintahkan agar makam Hussein di Karbela dihancurkan. Namun, anaknya Al-Muntashir (861-862 M), kembali memperkenankan orang Syi’ah menziarahi makamnya Husein tersebut.  Syi’ah perah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Maroko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua dinasti Syi’ah yang memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni.
Kehadiran golongan Mu’tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bid’ah oleh golongan salaf. Perselisihan antara dua golongan ini dipertajam oleh Al-ma’mun, khalifa ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadiakan Mu’tazilah sebagai mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada masa Al-Mutawakkil (847-861), aliran Mu’tazilah di batalkan sebagai aliran negara dan golongan salaf kembali naik daun. Tidak tolerannya pengikut hanbali itu (salaf) terhadap Mu’tazilah yang rasional telah menyempitkan horizon intelektual.
Aliran Mu’tazilah bangkit kembali pada masa dinasti Buwaih. Namun, pada masa dinasti Seljuk yang menganut aliran Asy’ariyah, pengikiran golongan Mu’tazilah mulai dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa aliran Asy’ariyah tumbuh subur dan berjaya. Pikiran-pikiran Al-Ghazali yang mendukung aliran ini menjadi ciri utama paham Ahlussunnah. Pemikiran-pemikiran tersebut mempunyai efek yang tidak menguntungkan bagi pengembangan kreativitas intelektual Islam, konon sampai sekarang.
Berkenaan dengan konflik keagamaan itu, Syed Ameer Ali mengatakan :“ Agama Muhammad Saw. Seperti juga agama Isa as., terkeping-keping oleh perpecahan dan perselisihan dari dalam perbedaan pendapat mengenai soal-soal abstrak yang tidak mungkin ada kepastiannya dalam suatu yang kehidupan yang mempunyai akhir, selalu menimbulkan kepahitan yang lebih besar dan permusuhan yang lebih sengit dari perbedaan-perbedaan  mengenai hal-hal yang masih dalam lingkungan pengetahuan manusia. Soal kehendak bebas manusia telah menyebabkan kekacauan yang rumit dalam Islam. Pendapat bahwa rakyat dan kepala agama mustahil berbuat salah. Menjadi sebab binasanya jiwa-jiwa berharga.
                
*      Ancaman dari luar
Apa yang disebut diatas adalah faktor-faktor internal. Disamping itu, ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur. Pertama, perang salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban. Kedua, serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Namun, diantara komunitas-komunitas Kristen Timur, hanya Armenia dan Maronit Lebanon yang tertarik dengan Perang Salib dan melibatkan diri dalam tentara Salib itu.
Pengaruh Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti-Islam itu diperkeras di kantong-kantong ahl al-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancur leburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerussalem.

C. KERAJAAN-KERAJAAN YANG MENGALAMI KEHANCURAN
a. Kerajaan Mamalik di Mesir
Kata Mamalik adalah adalah bentuk jamak dari kota ”Mamluk” yang berarti budak. Kerajaan atau Dinasti Mamalik didirikan oleh para budak yang berasal dari tawanan penguasa Dinasti Ayyubiah. Mereka dididik dan dijadikan tentara untuk dijadikan pengawal kerajaan. Pada masa Al Malik Al Salih, penguasa Ayyubiah terakhir, kaum Mamalik ini mendapat hak-hak yang istimewa sebagai mana yang lainnya. Karena khawatir hak-haknya ini dirampas oleh Turansyah (putra Al Malik Al Salih), setelah ia naik tahta, maka pada tahun 1250 M pimpinan Mamalik, Aybak dan Baybars, membunuh Turansyah. Pemerintahan kemudian dikendalikan oleh istri Al Malik Al Salih, Syajarah Al-Durr yang semula juga berasal dari kaum Mamalik. Namun Syajarah Al Durr kemudian dibunuh oleh Aybak. Aybak semula mengangkat Musa sebagai penguasa Ayyubiah secara formal, meskipun pengendalinya tetap Aybak, Musa akhirnya dibunuh juga oleh Aybak dan dia menjadi penguasa resmi Dinasti Mamalik di Mesir.
Aybak berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Kemudian ia digantikan anaknya yang masih muda, Ali (tahun 1259 M), Ali mengundurkan diri dan digantikan oleh wakilnya, Qutuz. Pada waktu Qutuz berkuasa, Baybars pulang ke Mesir setelah mengasingkan diri ke Syiria, karena tidak senang dengan Aybak. Qutuz dan Baybars pernah bersama-sama memimpin pasukan dalam melawan tentara Mongol di Ain Jalut tahun 1260 M dan berhasil mengusirnya. Berkat kemenangan ini, Dinasti Mamalik dapat menguasai dinasti-dinasti kecil di sekitarnya. Setelah Qutuz meninggal dunia,  Baybars diangkat menjadi Sultan Mamalik (1260-1277 M). Dari 47 Sultan yang ada, Baybarslah yang merupakan Sultan Mamalik yang termasyhur.

b. Kerajaan Usmani di Turki
Kerajaan Usmani didirikan oleh bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dibawah pimpinan Ertogrul, bangsa ini mengabdikan diri kepada Sultan Alaudin II, seorang Sultan dari Turki Seljuk yang sedang berperang melawan Bizantium. Atas bantuan mereka Sultan Alaudin mendapat kemenangan atas Bizantium. Atas jasa baik mereka, sultan kemudian menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium yang selanjutnya dijadikan daerah kekuasaan mereka.
Tahun 1289 M Ertogrul meninggal dunia dan digantikan oleh putranya, usman. Usman ini yang kemudian dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Usman memerintah hingga tahun 1326 M. Ia banyak membantu sultan Alaudin II dalam melaawan Bizantium. Setelah Sultan meninggal, Usman menyatakan diri merdeka dan berkuasa penuh di daerah-daerah yang didukinya. Sejak inilah kerajaan Usmani dinyatakan berdiri dan Usman diangkat sebagai pemimpin pertamanya.
Setelah Utsman I mengumumkan berdirinya Kerajaan Turki Usmani pada tahun 1300 M, setapak demi setapak,wilayah kerajaan diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukkan Kota Broissa pada tahun 1317 M. Pada tahun 1326 M, Kota Broissa dijadikan sebagai ibukota kerajaan. Pada masa pemerintahan Orkhan (1326 M-1359 M),Kerajaan Turki Usmani menaklukkan Izmir ( Smirna ) tahun 1327 M, Tawasyanli (1330 M), Iskanderun (1338 M), Ankara (1354 M) dan Gallipoli (1356 M).
Usman yang biasa dikenal sebagai Usman I berusaha memperluas daerah kekuasaan Kerajaan Usmani. Usaha ini dilanjutkan oleh Orkhan (1326-1359). Murad I (1359-1389) dan Bayazid I (1389-1403). Ekspansi ini sempat terhenti beberapa lama karena serangan Timur Lenk ke Ankara.
Setelah Timur Lenk meninggal dunia pada tahun 1405 M, Mongol terpecah dan dikuasai oleh anak-anaknya yang saling berselisih. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Kerajaan Turki Usmani untuk melepaskan diri dari kerajaan Mongol. Setelah sepuluh tahun perebutan kekuasan terjadi, akhirnya Muhammad berhasil mengalahkan saudara-saudaranya. Usaha Muhammad yang pertama kali ialah mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negeri. Usaha ini diteruskan oleh Murrad II ( 1421-1451 M ) sehingga Kerajaan Turki Usmani mencapai puncak kemajuannya pada masa Muhammad II yang bergelar Muhammad Al-Fatih ( 1451-1481 M ).
Prestasi utama Sultan Muhammad Al-Fatih adalah keberhasilannya menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453 M. Terbukanya Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat Kerajaan Bizantium memudahkan arus ekspansi Kerajaan Turki Usmani ke Benua Eropa. Akan tetapi, ketika Sultan Salim I ( 1512-1520 M ) naik tahta ia mengalihkan perhatian ke arah timur dengan menaklukkan Persia, Suriah dan Mesir. Usaha Sultan Salim I ini dilanjutkan oleh Sultan Sulaiman al-Qanuni ( 1520-1566 M ). Ia tidak mengarahkan ekpansinya ke salah satu arah timur dan barat, tetapi seluruh wilayah yang berada disekitar Turki Usmani menjadi objeknya. Sulaiman berhasil menundukkan Irak, Belgrade,Pulau Rodes, Tunis, Budapest, dan Yaman di Asia,Mesir, Libia,Tunisia, Aljazair di Afrika,Bulgaria, Yunani, Yugoslavia,Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.
Kemajuan dan perkembangan ekspansi Kerajaan Turki Usmani diikuti kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan. Bidang-bidang ini adalah militer,pemerintahan, ilmu pengetahuan, budaya dan agama.
1.    Bidang Militer
Untuk pertama kali , kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjata dengan Eropa.Pembaruan yang dilakukan Orkhan adalah disamping memindahkan pimpinan-pimpinan militer juga merombak prajurit-prajurit dalam keanggotaan.Bangsa-bangsa non Turki dimasukkan sebagai anggota. Bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Progam ini berhasil membentuk pasukan baru yang disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang membuat Kerajaan Turki Usmani memiliki mesin perang yang sangat kuat dan memberikan dorongan yang sangat besar dalam penaklukkan negeri-negeri nonmuslim.

2. Bidang Pemerintahan
Dalam struktur pemerintahan, sultan merupakan penguasa tertinggi. Ia dibantu oleh Sadr Al-Azam ( perdana menteri )yang membawahi Pasya ( gubernur ). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang Az-Zanaziq atau Al-’Alawiyah ( bupati )
Untuk mengatur urusan pemerintahan negara. Sultan Sulaiman I menyusun sebuah kitab undang-undang ( Qanun ).Kitab tersebut diberi nama Multaqa al-Abhur yang menjadi dasar hukum di Kerajaan Turki Usmani hingga datangnya reformasi pada abad ke-19. Berkat jasanya tersebut, Sultan Sulaiman I mendapat gelar al-Qanuni.

3. Bidang Budaya
Kebudayaan di wilayah Turki Usmani merupakan perpaduan berbagai macam kebudayaan, di antaranya kebudayaan Persia, Bizantium dan Arab. Dari kebudayaan Persia mereka banyak mengambilajran-ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran banyak mereka serap dari Bizantium. Ajaran-ajaran prinsip-prinsip ekonomi, sosial, kemasyarakatan,keilmuan dan huruf mereka terima dari bangsa Arab.

4. Bidang Ilmu Pengetahuan
Sebagai bangsa yang berdarah militer, Kerajaan Turki Usmani lebih banyak mengfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran.Dalam bidang ilmu pengetahuan mereka tidak begitu menonjol. Oleh karena itu, dalam khasanah intelektual Islam, kita tidak menemukan ilmuwan terkemuka dari Kerajaan Turki Usmani. Meskipun demikian, mereka banyak berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan masjid yang indah, seperti Masjid al-Muhammadi atau Masid Jami’ Sultan Muhammad al-Fatih, Masjid Agung Sulaiman, dan Masjid Abu Ayyub al-Ansari. Masjid-masjid tersebut dihiasi kaligrafi yang indah. Salah satu masjid yang terkenal dengan keindahan kaligrafinya adalah masjid yang berasal dari sebuah gereja bernama Aya Sofia.
Sulaiman al-Qannuni juga membangun masjid, sekolah,rumah sakit, gedung,makam, jembatan,saluran air, vila, dan pemandian umum di berbagai kota. Menurut sebuah sumber 235 buah dari bangunan itu dibangun di bawah koordinasi Sinan, seorang arsitek dari Anatolia.

5. Bidang Agama
Agama mempunyai peranan besar di bidang sosial dan polotik   dalam tradisi masyarakat Turki. Masyarakat digolong-golongkan berdasarkan agama. Kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Oleh karena itu, ulama memiliki tempat tersendiri serta berperan besar dalam pemerintahan dan kehidupan masyarakat. Mufti, sebagai pejabat urusan agama tertinggi berwenang memberi fatwa resmi atas segala permasalahan yang dihadapi msyarakat. Tanpa legitimasi mufti, keputusan hukum kerajaan tidak dapat berjalan.
Pemerintah Kerajaan Turki Usmani berlangsung selama tujuh abad. Kerajaan ini mulai lemah setelah berakhirnya kekuasaan Sultan Sulaiman al-Qanuni. Penyebab mundurnya Kerajaan Turki Usmani adalah :
a)      Pada umumnya sultan yang menggantikan tidak mempunyai wibawa dan lemah dalam memimpin negara.
b)      Banyaknya keluarga  sultan hidup dalam kemewahan sehingga memboroskan keuangan negara. Kondisi ini menyebabkan beberapa wilayah Kerajaan Turki Usmani satu per satu lepas. Aljazair dan Tunisia direbut Prancis tahun 1830 M, Afrika Utara direbut Italia tahun 1911 M, dan Mesir direbut Inggris tahun 1917 M.
c)      Makin majunya negara-negara Eropa akibat adanya revolusi industri di Inggris, selain itu peran Turki Usmani sebagai penghubung perdagangan antara Barat dan Timur melemah, dengan ditemukannya Tanjung Harapan.

c. Kerajaan Mugal di India
Peranan umat Islam India dalam penyebarluasan agama Islam dapat dilihat dalam empat periode yaitu sebelum kerajaan Mugal (705-1526 M), periode Mugal (1526-1858 M), periode masa penjajahan Inggris (1858-1947 M), dan periode negara India sekuler (1974-sekarang).
Kerajaan Mugal didirikan oleh Zahiruddin Muhammad Babur, keturunan Jengiz Khan bangsa Mongol pada tahun 1526 M. kerajaan Mugal berpusat di Delhi (India).
Kerajaan Mugal diperintah secara silih berganti oleh 15 raja (sultan). Sultan pertama kerajaan Mugal adalah Zahiruddin Muhammad Babur (1526-1530 M) dan Sultan terakhirnya adalah Sultan Bahadur Syah II (1837-1858 M). Kerajaan Mugal mencapai puncak kejayaannya tatkala diperintah oleh Akbar Syah II (1556-1605 M), Jahangir atau Nuruddin Muhammad Jahangir (1605-1627 M), Sultan Jihan (1627-1658 M) dan Aurangzeb atau Alamgir I (1658-1707M).
Pada masa pemerintahan Akbar, kerajaan Mugal mencapai keemasannya. Akbar menerapkan polotik sulakhul ( toleransi universal ), yaitu politik yang menekankan kesamaan derajat rakyat India. Mereka tidak dibedakan karena perbedaan etnis dan agama.
Mantapnya stabilitas politik pada masa pemerintahan Akbar membawa kemajuan dalam berbagai bidang, seperti ekonomi,pertanian, seni dan budaya. Dalam bidang ekonomi kerajaan Mugal mengembangkan pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Meskipun demikian , sumber keuangan negara lebih banyak bertumpu pada sektor pertanian.
Hasil pertanian Kerajaan Mugal yang terpenting adalah biji-bijian, padi, kacang, tebu, sayur-sayuran, rempah-rempah, tembakau, kapas, nila dan bahan-bahan celupan.
Di samping untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, hasil pertanian juga di ekspor ke Eropa, Arab, Afrika, dan Asia Tenggara. Sementara itu, hasil kerajinan seperti pakaian tenun dan kain diproduksi di Gujarat dan Bengal. Untuk meningkatkan produksi, Jahangir mengijinkan Ingris ( 1611 M ) dan Belanda ( 1617 M ) mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di Surat.
Bersamaan dengan majunya bidang ekonomi, bidang seni dan budaya juga berkembang. Karya seni terbesar yang dicapai Kerajaan Mugal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan mengagumkan. Sebagai contoh adalah Istana Fathpur Sikri yang dibangun Akbar di Kota Sikri serta Taj Mahal yang dibangun Syeh Jehan.
Setelah Aurangzeb meninggal, tahta kerajaan dipegang oleh raja-raja yang lemah. Di pihak lain, pada pertengahan abad ke-18 M, Inggris sudah melakukan penjajahan di India. Pada tahun 1761 M, Inggris mulai menguasai sebagian wilayah kerajaan Mugal. Pada tahun 1858 M, Bahadur Syah II diusir Inggris dari istananya dan berakhirnya kekuasaan Bahadur Syah II menandai berakhirnya Kerajaan Mugal.

d. Kerajaan Safawi di Persia ( sekarang Iran )
Kerajaan Safawi semula berasal dari sebuah gerakan tarekat yang diberi nama tarekat Safawiyah. Tarekat ini berdiri di sebuah kota di Azerbaijan yang bernama Ardabil. Nama Safawiyah diambil dari nama pendiri tarekat yaitu Safi Al Din ( 1252-1334 M ).
Kerajaan Safawi didirikan oleh Syah Ismail Syafawi ( Ismail I ) pada tahun 1501 M di Tabriz. Beliau berkuasa pada tahun 1501 – 1524 M yang wilayah kekuasaannya di sebelah barat berbatasan dengan kerajaan Usmani ( Ottoman ) di Turki dan di sebelah timur berbatasan dengan kerajaan Islam Mogul di India.
Setelah pemerintahan Syah Ismail Safawi berakhir. Silih berganti sultan-sultan Kerajaan Safawi melanjutkan pemerintahannya hingga sebanyak 17 sultan.
Kerajaan Safawi mencapai puncak kejayaannya tatkala diperintah oleh Syah Abbas (1858 – 1628 M). Beliau berjasa mempersatukan seluruh Persia, mengusir Portugis dan kepulauan Hormuz, dan nama pelabuhan Gumran diubah menjadi Bandar Abbas ( sampai sekarang ).
Setelah Syah Abbas berakhir dan digantikan oleh sultan-sultan berikutnya, kedudukan kerajaan Safawi menjadi lemah. Kelemahan kerajaan Safawi antara lain disebabkan adanya perebutan kekuasaan.
Selanjutnya Persia diperintah oleh Dinasti Zand (1759 – 1794), Dinasti Qajar (1794 – 125), Dinasti Pahlevi (1925 – 1979). Kemudian sejak tanggal 11 Februari 179, melalui revolusi Islam yang dipimpin oleh ulama terkenal Ayatullah Komeini ( 1900 1989 M ). Sistem kerajaan yang ribuan tahun berkuasa, dihapus dan diganti dengan sistem republik (demokrasi) dengan nama “Jumhuri ye Eslami-ye Iran” ( Republik Islam Iran ) dan dengan presiden pertamanya Abdul Hassan Bani Sadr.
Pada waktu kerajaan-kerajaan Islam dan umat Islam di berbagai wilayah dari benua Asia dan Afrika dalam keadaan lemah, sebaliknya di wilayah Eropa justru dalam keadaan kuat dan maju khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi baru.
Salah satu penyebab bangsa Eropa kuat dan maju adalah pengaruh baru dunia Islam. Pada awalnya bangsa Eropa mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan dari umat Islam pada periode klasik ( periode kejayaan dan keemasan umat Islam ) seperti ilmu kedokteran, ilmu sejarah, ilmu pertambangan dan ilmu kimia. Ilmu-ilmu tersebut kemudia mereka dalami dan kembangkan sendiri sehingga berhasil memperoleh kemajuan dan kekuatan serta berhasil melaksanakan revolusi di bidang industri.[8]



BAB III
PENUTUP

a.      Kesimpulan  
Dapat kita simpulkan bahwa masuknya serangan dari luar merupakan salah satu yang menyebabkan kemunduran Islam pada saat itu. Serangan yang dilakukan oleh Hulagu Khan diberbagai daerah yang bisa melemahkan daripada kerajaan Islam hingga mengalami keruntuhan. Kemunduran Islam itupun terjadi karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti dibidang Ekonomi yaitu dengan melemahnya ekonomi hingga melemahkan daripada khilafah pada saat itu, terjadinya desintegritas umat Islam yang membuat perpecahan diinternal umat Islam, krisis politik ditandai dengan pemimpin yang tidak mengamalkan ajaran agama, krisis pengetahuan seperti yang terjadi pada kerajaan Turki Utsmani dengan minimnya pengetahuan yang menyebabkan kemunduran kerajaan Turki Utsmani pada saat itu, dan krisis keagamaan. Maka, secara keseluruhan yang membuat Islam runtuh dikarenakan runtuhnya khilafah yang telah diambil alih oleh pihak lain.


b.      Saran
Saran saya kiranya untuk menambah wawasan mahasiswa, dosen memberikan judul buku atau nama pengarangnya siapa sebagi referensi mahasiswa. Dengan demikian mahasiswa sangat kemungkinan kecil membuat makalah dengan mengcopy paste di Internet.












DAFTAR PUSTAKA

Falahuddin,dkk, Kuliah Kemuhammadiyahan, LP2I, Mataram.2015
Yatim Badri Sejarah Kebudayaan Islam, PT Rajawali Pes, Jakarta2014
Natta Abbudin, studi islam komperehensif,  Kencana, Jakarta. 2011
http://pendidikan-agama-islam-sma.blogspot.com/2015/11/perkembangan-islam-pada-abad.html



[1] Abbudin Natta, studi islam komperehensif, (Jakarta; Kencana 2011hal. 339
[2] Ibid,  hal. 350
[3]  Falahudin, dkk, Kuliah Kemuhammadiyahan,(Mataram: LP2I UM. Mataram, 2015), hal. 25
[4] Ibid, hal. 27
[5] Ibid, hal. 28
[6] Ibid, hal.28
[7]  Badri Yatim Sejarah Kebudayaan Islam,(Jakarta,PT Rajawali Pes,2014) hal.81-82
[8] http://pendidikan-agama-islam-sma.blogspot.com/2015/11/perkembangan-islam-pada-abad.html

Belum ada Komentar untuk "MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM KELAS 11 : KEMUNDURAN UMAT ISLAM"

Posting Komentar

Tinggalkan komentar terbaik Anda...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel