MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM KELAS 11 : GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM
Sabtu, September 23, 2017
Tambah Komentar
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum kita menginjak jauh dengan jauh siapa saja tokoh-tokoh dalam gerakan pembaharu islam kita harus lebih mengenal apa yang dinamakan dengan sejarah. Sejarah merupakan dimana suatu kejadian atau peristiwa yang telah lampau. Sejarah peradaban islam merupakan dimana kita bisa mengetahui bagaimana peradaban islam pada masa dahulu yang dimana bisa mengahrumkan nama agama tersebut hingga seluruh penjuru dunia. Islam sendiri merupakan agama rahmatanlil ‘alamin.
Pada kajian ini sejarah peradaban islam merupakan pemlajaran yang sangat penting yang dimana kita bisa mengetahui bagaimana sistem pembelajaran dan sistem pemerintahan sejak dimulai dilahirkannya Nabi Muhammad SAW sampai kepada khalifah-khalifah yang mendirikan dinasti untuk menyebarkan agama islam. Para khalifah terdahulu menyebarkan agama islam karena untuk memperjuangkan agama islam yang telah dibawa oleh sejak Nabi Adam As sampai Nabi terakhir Muhammad SAW sampai kepada para pengikutnya.
Disamping itu juga, islam telah turun sejak dahulu. Dan juga islam semakin bertambah zaman maka perkembangan islam pun juga sangat cepat. Seperti para tokoh pembaharu islam yang dimana agar umat dapat cepat memahami kajian-kajian agama islam dan tidak mempersulit para umat dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran para tokoh pembaharu islam dalam menjalankan syariat?
2. Siapa saja tokoh-tokoh dalam kelompok pembaharu islam?
3. Apakah pembaharuan islam oleh para tokoh tersebut menyimpang atau tidak dalam agama islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar penulis bisa memahami lebih jauh bagaimana para tokoh pembaharu islam menyebarkan agama islam dengan dipadukan dengan zaman modern seperti sekarang.
2. Bisa mengenal lebih jauh siapa sajakah para tokoh-tokoh pembaharu islam yang dapat kita ambil pelajaran untuk diterapkan dikehidupan sekarang.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian gerakan pembaharuan dalam islam
Gerakan pembaharuan islam adalah upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan islam dengan perkembangan dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan demikian pembaharuan dalam islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau menambahi teks Al-Quran maupun Hadist, melainkan hanya menyesuaikan paham atas keduannya. Sesuaidengan perkembangan zaman, hal ini dilakukan karena betapapun hebatnya paham-paham yang dihasilkan para ulama atau pakar di zaman dahulu itu tetap ada kekurangannya dan selalu di pengaruhi oleh kecenderungan, pengetahuan, situasional, dan sebagainya. Paham paham tersebut untuk di masa sekarang mungkin masi yang relavan dan masi dapat digunakan, tetapi mungkin sudah banyak yang tidak sesuai lagi.
Pembaharuan secara bahasa berarti mengembalikan sesuatukepada kondisinya yang seharusnya. Dalam bahasa Arab disebut tajdid, sesuatu bisa dikatakan baru jika bagian-bagiannya masi erat menyatu dan masi jelas. Maka upaya pembaharuan seharunya adalah upaya untuk mengembalikan keutuhan dan kemurnian islam kembali.atau dengan ungkapan yang lebih jelas,
Thahiribn‘Asyur mengatakan, Pembaharuan agama itu mulai direalisasikan dengan mereformasi kehidupan manusia di dunia. Baik dari sisi pemikiran agamisnya dengan upaya mengembalikan pemahaman yang benar terhadap agama sebagaimana mestinya, dari sisi pengamalan agamisnya dengan mereformasi amalan-amalannya, dan juga dari sisi upaya menguatkan kekuasaan agama. Pengertian ini menunjukkan bahwa sesuatu yang akan mengalami proses tajdid adalah sesuatu yang memang telah memiliki wujud dan dasar yang riil dan jelas. Sebab jika tidak, ke arah mana tajdid itu akan dilakukan? Sesuatu yang pada dasarnya memang adalah ajaran yang batil –dan semakin lama semakin batil-, akan ditajdid menjadi apa? Itulah sebabnya, hanya Syariat Islam satu-satunya syariat samawiyah yang mungkin mengalami tajdid. Sebabnya dasar pijakannya masih terjaga dengan sangat jelas hingga saat ini, dan dapat dipertanggungjawabkan. Adapun Syariat agama Yahudi atau Kristen –misalnya-, keduanya tidak mungkin mengalami tajdid, sebab pijakan yang sesungguhnya sudah tidak ada. Yang ada hanyalah “apa yang disangka” sebagai pijakan, padahal bukan. Tidak mengherankan jika kemudian aliran Prostestan menerima “kemenangan” akal dan sains atas agama, sebab gereja pada mulanya tidak menerimanya, sebab teks-teks Injil tidak memungkinkan untuk itu. Dan yang seperti sama sekali tidak dapat disebut sebagai tajdid.
Dalam Islam sendiri, seputar ide tajdid ini, Rasulullah saw. sendiri telah menegaskan dalam haditsnya tentang kemungkinan itu. Beliaumengatakan,yangartinya:“Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk ummat ini pada setiap pengujung seratus tahun orang yang akan melakukan tajdid (pembaharuan) terhadap agamanya.” (HR. Abu Dawud , no. 3740).
Dalam Islam sendiri, seputar ide tajdid ini, Rasulullah saw. sendiri telah menegaskan dalam haditsnya tentang kemungkinan itu. Beliaumengatakan,yangartinya:“Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk ummat ini pada setiap pengujung seratus tahun orang yang akan melakukan tajdid (pembaharuan) terhadap agamanya.” (HR. Abu Dawud , no. 3740).
Tajdid yang dimaksud oleh Rasulullah saw di sini tentu bukanlah mengganti atau mengubah agama, akan tetapi –seperti dijelaskan oleh Abbas Husni Muhammad maksudnya adalah mengembalikannya seperti sediakala dan memurnikannya dari berbagai kebatilan yang menempel padanya disebabkan hawa nafsu manusia sepanjang zaman. Terma “mengembalikan agama seperti sediakala” tidaklah berarti bahwa seorang pelaku tajdid (mujaddid) hidup menjauh dari zamannya sendiri, tetapi maknanya adalah memberikan jawaban kepada era kontemporer sesuai dengan Syariat Allah Ta’ala setelah ia dimurnikan dari kebatilan yang ditambahkan oleh tangan jahat manusia ke dalamnya. Itulah sebabnya, di saat yang sama, upaya tajdid secara otomatis digencarkan untuk menjawab hal-hal yang mustahdatsat (persoalan-persoalan baru) yang kontemporer. Dan untuk itu, upaya tajdid sama sekali tidak membenarkan segala upaya mengoreksi nash-nash syar’i yang shahih, atau menafsirkan teks-teks syar’i dengan metode yang menyelisihi ijma’ ulama Islam. Sama sekali bukan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tajdid dalam Islam mempunyai 2 bentuk:
Pertama, memurnikan agama -setelah perjalanannya berabad-abad lamanya- dari hal-hal yang menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Konsekuensinya tentu saja adalah kembali kepada bagaimana Rasulullah saw dan para sahabatnya mengejawantahkan Islam dalam keseharian mereka. Kedua, memberikan jawaban terhadap setiap persoalan baru yang muncul dan berbeda dari satu zaman dengan zaman yang lain. Meski harus diingat, bahwa “memberikan jawaban” sama sekali tidak identik dengan membolehkan atau menghalalkannya. Intinya adalah bahwa Islam mempunyai jawaban terhadap hal itu. Berdasarkan ini pula, maka kita dapat memahami bahwa bidang-bidang tajdid itu mencakup seluruh bagian ajaran Islam. Tidak hanya fikih, namun juga aqidah, akhlaq dan yang lainnya. Tajdid dapat saja dilakukan terhadap aqidah, jika aqidah ummat telah mengalami pergeseran dari yang seharusnya.
Pertama, memurnikan agama -setelah perjalanannya berabad-abad lamanya- dari hal-hal yang menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Konsekuensinya tentu saja adalah kembali kepada bagaimana Rasulullah saw dan para sahabatnya mengejawantahkan Islam dalam keseharian mereka. Kedua, memberikan jawaban terhadap setiap persoalan baru yang muncul dan berbeda dari satu zaman dengan zaman yang lain. Meski harus diingat, bahwa “memberikan jawaban” sama sekali tidak identik dengan membolehkan atau menghalalkannya. Intinya adalah bahwa Islam mempunyai jawaban terhadap hal itu. Berdasarkan ini pula, maka kita dapat memahami bahwa bidang-bidang tajdid itu mencakup seluruh bagian ajaran Islam. Tidak hanya fikih, namun juga aqidah, akhlaq dan yang lainnya. Tajdid dapat saja dilakukan terhadap aqidah, jika aqidah ummat telah mengalami pergeseran dari yang seharusnya.
Banyak sekali peristilahan yang digunakan para pe-nulis yang dalam bahasa Indonesia berkonotasi pemba-haruan, umpamanya tajdid, ishlah, reformasi, ‘ashriyah, modernisasi, revivalisasi, resurgensi(resurgence), reassersi(reassertion), renaisans, danfundamentalis. Peristilahan seperti ini timbul, bukan sekedar perbedaan semantik belaka,akan tetapi dilihat dari isi pembaharuan itu sendiri.
1. Tajdid, Ishlah, dan Reformasi
Tajdid sering diartikan sebagai ishlah dan reformasi; karena itu, gerakannya disebut gerakan tajdid, gerakan ishlah, dan gerakan reformasi. Tajdid menurut bahasa al-i’adah wa al-ihya’ , mengembalikan dan menghidupkan. Tajdid al-din, berarti mengembalikannya kepada apa yang pernah ada pada masa salaf, generasi muslim awal. Tajdid al-Din menurut istilah ialah menghidupkan dan membangkitkan ilmu dan amal yang telah diterangkan oleh al-Quran dan al-Sunnah . Ulama salaf memberikan ta’rif tajdid sebagai berikut : Menerangkan/membersih-kan Sunnah dari bid’ah memperbanyak ilmu dan memu-liakannya, membenci bid’ah dan menghilangkannya” . Selanjutnya tajdid dikatakan sebagai penyebaran ilmu, meletakkan pemecahan secara Islami terhadap setiap problem yang muncul dalam kehidupan manusia, dan menentang segala yang bid’ah. Tajdid tersebut di atas dapat pula diartikan sebagaimana dikatakan oleh ulama salaf menghidupkan kembali ajaran salaf al-shaleh, meme-lihara nash-nash, dan meletakkan kaidah-kaidah yang disusun untuknya serta meletakkan metode yang benar untuk memahami nash tersebut dalam mengambil mak-na yang benar yang sudah diberikan oleh ulama.
Dari definisi di atas nampak, bahwa tajdid tersebut mendorong umat Islam agar kembali kepada al-Quran dan sunnah serta mengembangkan ijtihad. Inilah makna tajdid yang dianut oleh kaum puritan yang selama ini suaranya masih bergema. Tajdid seperti ini pula yang di-katakan sebagai ishlah atau reformasi dalam Islam. Refor-masi itu sendiri, berdasarkan sejarahnya, muncul akibat modernisasi muncul sebagai reaksi atas reformasi. Reformasi adalah vis a vis modernisasi. Reformasi sebagai akibat adanya penyimpangan agama dan teologi yang disebabkan oleh adanya sekularisme modern.
2. ‘Ashriyah dan Modernisasi
Istilah modernisasi atau ashriyah (Arab) diberikan oleh kaum Orientalis terhadap gerakan Islam tersebut di atas tanpa membedakan isi gerakan itu sendiri. Modernisasi, dalam masyarakat Barat, mengandung arti fikiran, aliran, gerakan dan usaha-usaha untuk merubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama, dan sebagai-nya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditim-bulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Tatkala umat Islam kontak dengan Barat, maka modernisasi dari Barat membawa kepada ide-ide baru ke dunia Islam, seperti rasionalisme, nasionalisme, demok-rasi, dan lain sebagainya.
Penyesuaian ajaran seperti di atas disebut modern karena dalam sejarahnya agama Katholik dan Protestan dahulu diajak menyesuaikan diri dengan ilmu pengeta-huan dan falsafat modern. Sayangnya, modernisaai di Barat ini akhirnya membawa kepada sekularisasi. Jika seandainya demikian ternyata perkataan modern tidak sedikit dampaknya dan bahayanya dalam pemahaman agama, seandainya tidak ada filter-filter tertentu untuk menyaringnya sebagaimana terjadi di dunia Barat tadi. Itulah sebabnya barangkali Harun Nasution tidak begitu sreg menggunakan kata modern sebagai gantinya dipilih kata pembaharuan.
3. Revivalisasi, Resurgensi, Renaisans, Reasersi
Kesemua peristilahan di atas mengandung arti te-gak kembali atau bangkit kembali. Peristilahan revivali-sasi, pada dasarnya, banyak sekali digunakan oleh para penulis. Fazlurrahman, misalnya, menggunakan istilah ini, bahkan ia membaginya kepada dua bagian yaitu revivalis pra-modernis dan revivalis neo modernis. Penulis lain mengungkapkan kebangkitan kembali dengan kata resurgence. Chandra Muzaffar yang menge-mukakan istilah ini dalam tulisannya Resurgence A. Global Vew menyatakan bahwa adanya perbedaan antara istilah revivalis dengan resurgence. Resurgence, adalah tindakan bangkit kembali yang di dalamnya mengandung unsur:
1. kebangkitan yang datang dari dalam Islam sendiri dan Islam dianggap penting karena dianggap mendapatkan kembali prestisenya;
2. ia kembali kepada masa jayanya yang lalu yang pernah terjadi sebelumnya;
3. bangkit kembali untuk menghadapi tantangan, bahkan ancaman dari mereka yang berpengalaman lain. Revivalisme juga berati bangkit kembali, tetapi kembali ke masa lampau, bahkan berkeinginan untuk meng-hidupkan kembali yang sudah usang. Renaisans, jika ha-nya diartikan secara umum nampaknya membangkitkan kembali ke masa-masa yang sudah ketinggalan zaman, bahkan ada konotasi menghidupkan kembali masa jahi-liyah, sebagaimana renaisans di Eropa yang berarti meng-hidupkan kembali peradaban Yunani. Jika istilah ini terpaksa digunakan, maka Renaisans Islam harus berarti tajdid .
Karena itu, barangkali mengapa banyak para penu-lis menggunakan Renaisans dalam menerangkan tajdid atau Pembaharuan dalam Islam. Fazlurrahman, misalnya dalam bukunya Islam : Challenges and Opportunities, menulis tentang Renaisans Islam : Neo Modernis. Istilah ini-pun digunakan pula oleh editor buku A History of Islamic Phllisophy, M.M. Sharif, tatkala rnenerangkan tokoh-tokoh pembaharuan dunia Islam, seperti Muhammad ibn Abd al-Wahab, Muhammad Abduh dan lainnya di ba-wah judul Modern Renaissans. Sementara itu reassertion berarti tegak kembali tetapi tidak mengandung tan-tangan terhadap masalah sosial yang ada.
Demikianlah istilah tajdid, pembaharuan, yaitu dike-mukakan oleh para ahli, mereka bukan hanya sekedar berbeda pendapat dalam hal istilah yang digunakan, akan tetapi dalam makna dan isi pembaharuan itu sen-diri. Itulah sebabnya orang sering mengatakan bahwa istilah Pembahruan dalam Islam masih merupakan kon-troversi yang mengandung kebenaran. Dan itu pula sebabnya mengapa Harun Nasution tidak banyak meng-gunakan peristilahan yang banyak itu, kecuali menggu-nakan istilah pembaharuan, modern dan tajdid sewaktu-waktu. Karena, yang penting adalah isi dan tujuan dari pembaharuan itu sendiri kembali kepada ajaran-ajaran dasar dan memelihara ijtihad.
Pengertian menurut istilah:
1. Harun Nasution cendrung menganalogikan istilah “pembaharuan” dengan “modernisme”, karena istilah terakhir ini dalam masyarakat Barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan usaha mengubah paham-paham, adt-istiadat, institusi lama, dan sebagainya unutk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Gagasan ini muncul di Barat dengan tujuan menyesuaikan ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama Katolik dan Protestan dengan ilmu pengetahuna modern. Karena konotasi dan perkembangan yang seperti itu, harun Nasution keberatan menggunakan istilah modernisasi Islam dalam pengertian diatas.
2. Revivalisasi. Menurut paham ini, “pembaharuan adalah “membangkitkan” kembali Islam yang “murni” sebagaimana pernah dipraktekkan Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan kaum Salaf.
3. Kebangkitan Kembali ( Resugence ) Dalam kamus Oxford, resurgence didefinisikan sebagai “kegiatan yang muncul kembali” (the act of rising again ). Pengertian ini mengandung 3 hal :
a. Suatu pandangan dari dalam, suatu cara dalam mana kaum muslimim melihat bertambahnya dampak agama diantara para penganutnya. Islam menjadi penting kembali. Dalam artian, memperoleh kembali prestise dankehormatan dirinya.
b. “Kebangkitan kembali” menunjukkan bahwa keadaaan tersebut telah terjadi sebelumnya. Jejak hidup nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam dan para pengikutnya memberikan pengaruh besar terhadap pemikiran orang-orang yang menaruh perhatian pada jalan hidup Islam saat ini.
c. Kebangkitan kembali sebagai suatu konsep, mengandung paham tentang suatu tantangan, bahkan suatu ancaman terhadap pengikut pandangan-pandangan lain.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia Islam terutama sesudah pembukaan abad ke-19 M, yang dalam sejarah Islam di pandang sebagai permulaan periode modern. Kontak dengan dunia barat selanjutnya membawa ide-ide baru ke dunia Islam seperti Rasionalisme, Nasionalisme, Demokrasi, dan sebagainya. Semua ini menimbulkan persoalan-persoalan baru dan pemimpin-pemimpin Islam pun mulai memikirkan cara mengatasi persoalan-persoalan itu.
Sebagaimana halnya di barat, di dunia Islam juga timbul pikiran dan gerakan untuk menyesuaikan paham-paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu. Dengan jalan demikian itu pemimpin-pemimpin Islam modern berharap akan dapat melepaskan umat Islam nilai suasana kemunduran untuk selanjutnya dibawa pada kemajuan.
Akan tetapi di sebagian umat Islam tradisional hingga sat ini tampak ada perasaan masih belum mau menerima apa yang di maksud dengan pembaharuan Islam. Hal ini, antara lain disebabkan karena salah persepsi dalam memahami arti pembaharuan dalam Islam.mereka memandang bahwa pembaharuan Islam adalah membuang ajaran Islam yang sama diganti dengan ajaran Islam baru, padahal ajaran Islam yang lama itu berdasarkan hasil Ijtihad ulama besar yang dalam ilmunya taat beribadah dan unggul kepribadiannya. Sedangkan ulama yang sekarang di pandang kurang mendalami ilmu agamanya, kurang taat, dalam beribadahnya, dan kurang baik budi pekertinya. Oleh Karena itu mereka masih beranggapan bahwa pemikiran ulama di abad yang lampau sudah cukup baik dan tidak perlu diganti dengan pemikiran ulama sekarang.
Selain itu ada pula yang memahami pembaharuan Islam dengan mengubah Al-Quran dan Hadits, memahami Al-Quran dan Hadits menurut selera orang yang memahaminya atau mencocokan-mencocokan makna Al-Quran dan Hadits dengan makna yang dimaui oleh orang-orang yang menafsirkannya, sehingga Al-Quran dan Hadits semacam setempel yang melegitimasi segala perbuatan yang dilakukan manusia. Dengan kata lain, pembahasan Islam mereka persepsikan dengan upaya mencocokkan kehendak Al-Quran dan Hadits dengan kehendak orang yang menafsirkannya, bukan mengajak orang untuk hidup sesuai dengan Al-Quran dan Hadits. Persepsi demikian hingga kini tampak di pegang terus oleh sebagian umat Islam Tradisional tanpa mau melakukan dialog atau dikusi dengan para tokoh Pembaharu Islam, sehingga munculah istilah kaum modernis dan kaum tradisional.
Modern berarti terbaru, mutakhir atau sikap dan cara berpikir serta bertindak dengan tuntutan zaman.
Modern berarti terbaru, mutakhir atau sikap dan cara berpikir serta bertindak dengan tuntutan zaman.
Sedangkan modernisasi adalah pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan hidup masa kini.
Selain itu pembaharuan dalam Islam dapat pula berarti mengubah keadaan umat agar mengikuti ajaran yang terdapat di dalam Al-Quran dan Sunnah. Hal ini perlu dilakukan, karena terjadi kesenjangan antara yang dikehendaki Al-Quran dengan kenyataan yamg terjadi di masyarakat. Al-Quran misalnya mendorong umatnya agar menguasai pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan modern serta teknologi secra seimbang; hidup bersatu, rukun, dan damai sebagai suatu keluarga besar; bersikap dinamis, kreatif, inovatif, demokratis, terbuka, menghargai pendapat orang lain, menghargai waktu, menyukai kebersihan, dan lain sebagainya. Namun kenyatan umatnya menunjukan keadan yang berbeda. Sebagaian besar umat Islam hanya mengetahui pengetahuan agama sedangkan ilmu pengetahuan modern tidak dikuasai bahkan dimusuhi; hidup dalam keadan penuh pertentangan dan peperangan, satu dan lainnya saling bermusuhan, statis, memandang cukup apa yang ada, tidak ada kehandak untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja, bersikap diktator, kurang menghargai waktu, kurang terbuka, dan lain sebagainya. Sikap dan pandangan hidup umat demikian jelas tidak sejalan dengan ajaran Al-Quran dan Sunnah, dan hal demikian harus diperbarui dengan jalan kembali kepada dua sumber ajaran Islam yang utama itu. Dengan demikian, maka pembaruan Islam mengandung maksud mengembalikan sikap dan pandangan hidup umat agar sejalan dengan petunjuk Al-Quran dan Sunnah. Untuk mendukung pernyataan tersebut, Harun Nasution dalam bukunya berjudul Pembaharuan dalam Islam telah banyak mengemukakan ide-ide pembaharuan Islam dengan maksud seperti diungkapkan diatas.
B. Latar belakang terjadinya gerakan pembaharuan dalam islam
Mulai abad pertengahan merupakan abad gemilang bagi umat Islam. Abad inilah daerah-daerah Islam meluas di barat melalui Afrika Utara sampai Spanyol, di Timur Melalui Pesia sampai India. Daerah-daerah ini kepada kekuasaan kholifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian di Damaskus, dan terakhir di Bagdad. Dabad ini lahir para pemikir dan ulama besar seperti; Maliki, Syafi’I, Hanafi, dan Hambali. Dengan lahirnya pemikiran para ulama besar itu, maka ilmu pengetahuan lahir dan berkembang dengan pesat sampai ke puncaknya, baik dalam bidang agama, nono agama maupun dalam bidang kebudayaan lainnya.
Memasuki benua Eropa melalui Spanyol dan Sisilia, dan inilah yang menjadi dasar dari ilmu pengetahuan yang menguasai alam pikiran orang barat (Eropa) pada abad selanjutnya.
Di pandang dari segi sejarah kebudayaan, maka maka tugas memelihara dan menyebarkan ilmu pengetahuan itu tidaklah kecil nilainya dibanding dengan mencipta ilmu pengetahuan.
Di antara yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan Islam adalah:
Pertama, paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang yang suci dan hal lain yang membawa kepada kekufuran. Kedua, sifat jumud membuat umat Islam berhenti berfikir dan berusaha, umat Islam maju di zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan. Ketiga, umat Islam selalu berpecah belah, maka umat Islam tidaklah akan mengalami kemajuan. Umat Islam maju karena adanya persatuan dan kesatuan, karena adanya persaudaran yang diikat oleh tali ajaran Islam. Maka untuk mempersatukan kembali umat Islam bangkitlah suatu gerakan pembaharuan.
Keempat, hasil dari kontak yang terjadi antara dunia Islam dengan Barat. Dengan adanya kontak ini umat Islam sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan Barat, terutama sekali ketika terjadinya peperangan antara kerajaan Usmani dengan negara-negara Eropa, yang biasanya tentara kerajaan Usmani selalu memperoleh kemenangan dalam peperangan, akhirnya mengalami kekalahan-kekalahan di tangan Barat, hal ini membuat pembesar-pembesar Usmani untuk menyelidiki rahasia kekuatan militer Eropa yang aru muncul. Menurut mereka rahasianya terletak pada kekuatan militer modern yang dimiliki Eropa, sehingga pembaharuan dipusatkan di dalam lapangan militer, namun pembaharuan di bidang lain disertakan pula.
Di pandang dari segi sejarah kebudayaan, maka maka tugas memelihara dan menyebarkan ilmu pengetahuan itu tidaklah kecil nilainya dibanding dengan mencipta ilmu pengetahuan.
Di antara yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan Islam adalah:
Pertama, paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang yang suci dan hal lain yang membawa kepada kekufuran. Kedua, sifat jumud membuat umat Islam berhenti berfikir dan berusaha, umat Islam maju di zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan. Ketiga, umat Islam selalu berpecah belah, maka umat Islam tidaklah akan mengalami kemajuan. Umat Islam maju karena adanya persatuan dan kesatuan, karena adanya persaudaran yang diikat oleh tali ajaran Islam. Maka untuk mempersatukan kembali umat Islam bangkitlah suatu gerakan pembaharuan.
Keempat, hasil dari kontak yang terjadi antara dunia Islam dengan Barat. Dengan adanya kontak ini umat Islam sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan Barat, terutama sekali ketika terjadinya peperangan antara kerajaan Usmani dengan negara-negara Eropa, yang biasanya tentara kerajaan Usmani selalu memperoleh kemenangan dalam peperangan, akhirnya mengalami kekalahan-kekalahan di tangan Barat, hal ini membuat pembesar-pembesar Usmani untuk menyelidiki rahasia kekuatan militer Eropa yang aru muncul. Menurut mereka rahasianya terletak pada kekuatan militer modern yang dimiliki Eropa, sehingga pembaharuan dipusatkan di dalam lapangan militer, namun pembaharuan di bidang lain disertakan pula.
Pembaharuan dalam Islam berbeda dengan renaisans Barat. Kalau renaisans Barat muncul dengan menyingkirkan agama, maka pembaharuan dalam Islam adalah sebaliknya, yaitu untuk memperkuat prinsip dan ajaran-ajaran Islam kepada pemeluknya. Memperbaharui dan menghidupkan kembali prinsip-prinsip Islam yang dilalaikan umatnya. Oleh karena itu pembaharuan dalam Islam bukan hanya mengajak maju kedepan untuk melawan segala kebodohan dan kemelaratan tetapi juga untuk kemajuan ajaran-ajaran agama Islam itu.Adapun yang melatarbelakangi pemikiran politik Islam adalah: Pertama, kemunduran dan kerapuhan dunia Islam yang disebabkan oleh faktor internal dan yang berakibat munculnya gerakan-gerakan pembaharuan dan pemurnian. Kedua, rongrongan Barat terhadap keutuhan kekuasaan politik dan wilayah dunia Islam yang berakhir dengan dominasi atau penjajahan oleh negara-negara Barat tersebut. Ketiga, keunggulan Barat dalam bidang ilmu, teknologi, dan organisasi.
Ketiga hal tersebut ini juga memberi pengaruh pada pemikiran politik Islam yakni banyak di antara para pemikir politik Islam tidak mengetengahkan konsepsi tentang system politik Islam, tetapi lebih kepada konsepsi perjuangan politik umat Islam terhadap kezaliman penguasa, lebih-lebih terhadap imperialis dan kolonialis Barat. Perhatian mereka lebih banyak dipusatkan pada perjuangan pembebasan dunia Islam dari cengkraman atau dominasi Barat. Kalau gerakan pembaharuan umat Islam di Turki pada akhirnya menimbulkan Negara Turki yang bersifat sekuler, gerakan pembaharuan umat Islam di India melahirkan Negara Pakistan yang mempunyai agama sebagai dasar. Gerakan yang diusung oleh tiga tokoh pembaharu, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha, dikenal dengan gerakan Salafiyah yaitu suatu aliran keagamaan yang berpendirian bahwa untuk dapat memulihkan kejayaannya, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang masih murni seperti yang dahulu diamalkan oleh generasi pertama Islam.
Ketiga hal tersebut ini juga memberi pengaruh pada pemikiran politik Islam yakni banyak di antara para pemikir politik Islam tidak mengetengahkan konsepsi tentang system politik Islam, tetapi lebih kepada konsepsi perjuangan politik umat Islam terhadap kezaliman penguasa, lebih-lebih terhadap imperialis dan kolonialis Barat. Perhatian mereka lebih banyak dipusatkan pada perjuangan pembebasan dunia Islam dari cengkraman atau dominasi Barat. Kalau gerakan pembaharuan umat Islam di Turki pada akhirnya menimbulkan Negara Turki yang bersifat sekuler, gerakan pembaharuan umat Islam di India melahirkan Negara Pakistan yang mempunyai agama sebagai dasar. Gerakan yang diusung oleh tiga tokoh pembaharu, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha, dikenal dengan gerakan Salafiyah yaitu suatu aliran keagamaan yang berpendirian bahwa untuk dapat memulihkan kejayaannya, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang masih murni seperti yang dahulu diamalkan oleh generasi pertama Islam.
Pemerintahan yang ideal menurut Muhammad Abduh kurang lebih seperti yang diangankan oleh ahli-ahli hukum pada abad pertengahan, penguasa yang adil, yang memerintah sesuai dengan hukum dan bermusyawarah dengan para pemimpin rakyat. Kemunculan ide pembaruan dilatarbelakangi oleh suatu proses yang panjang. Sejak awal abad ke-2 H (8M). Islam dalam perkembangan dakwahnya yang makin meluas mengharuskan Islam berinteraksi dengan peradaban dan agama lain. Sehingga timbul pergolakan pemikiran antara Islam dengan pemikiran asing. Hal ini mendorong para pemikir Islam untuk membahas aqidah Islam dari berbagai segi. Termasuk mengemukakan argumentasi untuk mempertahankan aqidah Islam ketika menghadapi aqidah lain (terutama Nashrani dengan menggunakan cara berfikir filsafat Yunani). Akhirnya untuk menghadapi orang-orang Nashrani, umat Islam pun mempelajari filsafat untuk membantah tuduhan-tuduhan terhadap aqidah Islam, yang pada perkembangannya disebut dengan ilmu kalam. Ilmu kalam ini dikembangkan oleh generasi setelah shahabat (khalaf) yang berbeda dengan generasi shahabat (salaf). Kalangan khalaf telah membahas lebih jauh tentang dzat Allah dengan menggunakan metode pembahasan filosof Yunani. Metode ini menjadikan akal sebagai dasar pemikiran untuk membahas segala hal tentangiman.
Para pemikir Islam berusaha mempertemukan Islam dengan pemikiran filsafat ini. Cara berfikir ini memunculkan interpretasi dan penafsiran yang menjauhkan sebagian arti dan hakekat Islam yang sebenarnya. Hal ini ditambahkan dengan masuknya orang-orang munafik ke tubuh umat Islam. Mereka merekayasa pemikiran dan pemahaman yang bukan berasal dari Islam dan justru menimbulkan saling pertentangan. Terlebih lagi kelalaian kaum muslimin terhadap penguasaan bahasa Arab dan pengembangan Islam yang terjadi sejak abad ke-7 H, mengakibatkan Islam semakin mengalami kemerosotan.
Terkikisnya pemahaman Islam yang hakiki terus berlanjut sampai awal abad ke-13 H. Saat itu umat Islam mulai mengupayakan pembaruan untuk memahami syariat Islam yang akan diterapkan dalam masyarakat. Islam ditafsirkan tidak semata-mata selaras dengan isi kandungan nash-nash. Disaat kaum muslimin mengalami kemerosotan berfikir, cara pandang mereka mulai teracuni oleh cara pandang asing. Tsaqofah Islam kian melemah. Upaya-upaya pembaruan semakin merebak. Para pembaru memandang perlunya mengatasi masalah dengan melakukan interpretasi hukum-hukum Islam agar sesuai dengan kondisi yang ada. Mereka mengeluarkan kaidah-kaidah umum dan hukum-hukum terperinci sesuai dengan pandangan tersebut. Bahkan mereka membuat kaedah umum yang tidak berdasarkan perspektif wahyu (Al-Quran dan Hadits).
Sampai dengan perempat ketiga abad ini, gerakan Islam lebih merupakan pembaharuan dalam pengertian revitalitas atau semacam romantisme. Hampir seluruh gerakan Islam dimotori oleh semangat menghidupkan kembali tradisi Islam Klasik sebagai reaksi atas kebangkrutan kekuasaan politik Islam di satu sisi sementara didomonasi politik dan intelektual Barat modern merupakan fenomena mondial. Gerakan Islam baik di Timur Tengah maupun beberapa kawasan Asia seperti India bertumpu pada emansipasi politik dan intelektual dalam romantisme dan revitalisasi di atas
Walaupun kecendrungan di atas telah berhasil membebaskan beberapa kawasan Islam dari kolonialisme dan membangkitkan kembali kepercayaan diri dunia Islam, namun pembaharuan Islam bersifat eksternal. Di sisi lain, Negara-negara baru Islam pun berhadapan dengan realitas baru tumbuhnya Negara bangsa yang merupakan wacana baru pemikiran Islam. Tanpa suatu tradisi intelektual yang mampu berdialog dengan peradaban modern, Negara-negara baru Islam mulai berhadapan dengan bagaimana membangun tata kehidupan sebagai realisasi semangat dan pesan universal Islam. Pengembangan kehidupan sosial muslimpun berhadapan dengan realitas obyektif yang kurang lebih serupa. Bagaimana membangun peradaban Islam dalam masyarakat modern, sesungguhnya merupakan agenda gerakan Islam masa depan.
Dari penjelasan di atas pemakalah dapat menyimpulkan bahwa: Pembaharuan Islam adalah upaya untuk menyesuiakan paham keagamaan Islam dengan perkembangan dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan terknologi odern. Dengan demikian pembaharuan dalam Islam ukan berarti mengubah, mengurangi atau menambahi teks Al-Quran maupun Hadits, melainkan hanya menyesuaikan paham atas keduanya. Adapun yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan Islam adalah: Pertama, paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang yang suci dan hal lain yang membawa kepada kekufuran. Kedua, sifat jumud membuat umat Islam berhenti berfikir dan berusaha, umat Islam maju di zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan. Ketiga, umat Islam selalu berpecah belah, maka umat Islam tidaklah akan mengalami kemajuan. Keempat, hasil dari kontak yang terjadi antara dunia Islam dengan Barat.
C. Tokoh-tokoh pembaharuan dalam islam dan pemikikirannya
1. Muhmmad Ibn Abd Al-Wahhab
Muhammad Ibn Abd Al-Wahhab, seorang teolog hambali dan pendiri gerakan wahabiyyah, dilahirkan di Uyaina, Nejd pada tahun 1115 H/703 M. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad Ibn Abd al-Wahhab Ibn Sulaiman Ibn Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rasyid at-Tamimi. Kakeknya bernama Sulaiman Ibn Muhammad seorang mufti di Nejd. Ayahnya adalah Abd al-Wahhhab seorang qodi di Uyaina selma pemerintahan Abdullah Ibn Muhammad Ibn Mu’ammar[1].
Karir pendidikannya di awali dari bimbingan ayahnya dalam bidang fiqih hambali, Al-Quran (Tafsir), Hadist, dan Tauhid. Pendidikan yang diterima oleh ayahnya telah menjadi dasar yang kuat bagi Ibn Abd al-Wahhab untuk melakukan gerakan pemurnian ajaran islam sampai ke saudi arabia. Kitab-kitabnya antara lain kitab al-Tauhid, tentang ajaran pemberantasan bid’ah dan khurafat yang terdapat dikalangan masyarakat dan ajaran untuk kembali kepada tauhid yang murni. Tafsir Surat al-Fatihah , Mukhtasar Sahih Bukhari, mukhtasar as-Sirah an nabawiyyah, Nasihah al-Mudlimin bi al-Hadist Khatam an-Nabiyin, Usul al-Iman, kitab al-Kabair, Kasyf as-Syibuhat , salasa al-Usul , Adab al-Masi Ila as-Salah, Al-Hadist al-Fitah, Mukhtasar Zad al-Ma’ad, dan al-Masail al- Lati Khalafa Fiha Rasulullah Ahl al-Jahiliah[2].
Gerakan wahabiyah lahir di dar’iah pada tahun 1744 M bertujuan memperbaiki kepincangan-kepincangan, menghapuskan semua kegiatan tahayul dan kembali kepada islam sejati[3]. Orientasi gerakan memurnukan ajaran tauhid mengalami perkembangan dengan menambahkan adanya misi politik untuk membangun negara saudi.perubahan orientasi ini terlihat jelas ketika Ibn Abd al-Wahhab berkoalisi dengan keluarga al-Su’ud[4].
Pemikiran-pemikiran Muhammad Ibn Abd al-Wahhab yang mempunyai pengaruh pada perkembangan pemikiran pembaharuan di abad ke-19[5], yaitu :
1. Hanya Al-Quran dan hadislah yang merupakan sumber asli dari ajaran-ajaran islam. Jadi semua pendapat ulama tidak merupakan sumber ajaran islam.
2. Taklid kepada ulama tidak dibenarkan.
3. Pintu ijtihad terbuka dan tidak tertutup.
Implikasi yan ditimbulkan gerakan wahhabiyah terhadap pembaharuan islam cukup besar. Ada dua pengaruh gerakan wahhabiyah terhadap dunia islam, yang pertama ajaran-ajaran kaum wahhabiyah terutama paham tauhid, kembali mempengaruhi pemikiran dan usaha-usaha pembaharuan pada periode modern dari sejarah islam[6]. Pemikiran dan usaha-usaha pembaharuan terutama terjadi di Mesir, India, Afrika, dan Indonesia. Kedua, sikap teokratik-revolusioner yang ditunjukan oleh gerakan wahhabiyah banyak mempengaruhi gerakan militansi yang ada pada abad ke-19.
2. Jamaluddin al-Afghani
Jamaluddin al-Sayid Muhammad Jamaluddin bin Shafdar al-Afghani, lahir pada tahun 1254 H/1838 M di sebuah desa as-Adabad dekat India kota Konar sebelah timur kota Kabul Afganistan. Gelar al-Sayid di sandangkan karena keluarganya keturunan Nabi Muhammad saw melalui jalur pakar hadis yang populer yaitu Ali at-Turmuzi keturunan Husain bin Ali bin Abi Thalib[7].
Pendidikan a-Afghani bermula di Kabul (tradisonal) lalu ke India dan Hijaz. Kemudian ia berpetualang ke India tahun 1869 M hingga ke India tahun 1869 M hingga ke Eropa, Perancis, Mesir, Persia, Rusia, dan Turki Ustmani hingga sampai ajal menjemputnya tanggal 9 Maret 1897 M di Istanbul dalam usia 59 tahun[8].
Pemikiran politik Al-Afghani ada dua unsur utama: kesatuan dunia Islam danpopulisme[9]. Doktrin kesatuan politik dunia Islam, yang dikenal sebagai Pan Islamisme didesakkan oleh Al-Afghani sebagai satu-satunya benteng pertahanan terhadap pendudukan dan dominasi asing atas negeri-negeri muslim. Dorongan populis timbul baik dari pertimbangan keadilan intriksinya dan dari kenyataan bahwa suatu pemerintahan konstitusional oleh rakyat sajalah yang akan kuat berdiri, stabil dan merupakan jaminan yang sebenarnya menghadapi kekuatan dan intrik-intrik asing.
Pengaruh Al-Afghani memberikan sumbangan langsung kepada pemberontakan Arabi Pasya di Mesir dan gerakan konstitusional di Persia, tetapi kekuatan daya tariknya umunya juga dirasakan di Turki dan India. Akan tetapi dalam semangatnya membangkitkan kemauan umat mengahadapi Barat, al-Afghani tidak hanya membangkitkan semangat Islam universal saja tapi juga semangat lokal atau nasionalisme dari berbagai negeri. Karena itu, pengaruh aktualnya mengarah baik kepada Pra Islamisme maupun Nasionalisme yang kadang-kadang saling bentrok. Walaupun idealisme Pan Islam tidak begitu berhasil dalam batasan-batasan yang kongkrit, namun ia terus menerus mengilhami berbagai kelompok aktifis diberbagai negeri dan terus menerus hidup, kalaupun tak memiliki bentuk yang jelas, terlhat dalam aspirasi-aspirasi rakyat[10].
3. Muhammad Abduh
Nama lengkapnya adalah Muhammad Ibnu Abduh Ibnu Hasan Khairullah. Ia lahir tahun 1849 didesa Mahallah Nasr, Syubrakhit al-Buhairah, kurang lebih 15 km dari kota Damanhur Mesir[11]. Ayahnya bernama Abduh Hasan Khairullah, mempunyai silsilah keturunan dengan bangsa Turki. Ibunya mempunyai silsilah keturunan bangsa orang besar Islam., Umar bin Khattab, khalifah yang kedua[12].
Pendidikannya mula-mula oleh orang tuanya mengaji sampai hafal Al-Qur’an dalam usian 12 tahun. Selanjutnya keperguruan “Masjidil Ahmadi” di Desa Thantha dan akhirnya ke perguruan tinggi Islam “Al-Azhar” Kairo tamat tahun 1877 serta membaktikan diri mengajar diperguruan tinggi tersebut. Beliau kemudian mengajar di Dar al-Ulum dan dirumahnya sendiri.
Pemikiran-pemikiran Muhammad Abduh meliputi:[13]
· Pendidikan, Abduh menentang dualisme pendidikan yang memisahkan antara pendidikan agama dari pendidikan umum.
· Politik, Abduh menganggap perlu adanya pembatasan kekuasaan suatu pemerintahan dan perlunya kontrol sosial dari rakyat terhadap penguasa.
· Taklid dan ijtihad, Abduh mengecam taqlid dan menyerukan ijtihad karena keterbelakangan dan kemunduran Islam disebabkan oleh pandangan dan sikap jumud di kalangan umat islam.
Muhammad Abduh berhasil memasukkan ilmu pengetahuan umum ke dalam kurikulum Al-Azhar, seperti ilmu ukur, ilmu bumi, matematika, dan aljabar. Pengaruh yang ditinggalkan Abduh pada generasi berikutnya menggerakkan Al-Azhar untuk menata kembali metode pengajarannya[14]. Pemikiran-pemikirannya berpengaruh bukan hanya terasa di Mesir, namun bergema ke bagian dunia Islam pada umumnya terutama di dunia Arab termasuk Indonesia melalui karangan-karangan beliau sendiri dan tulisan murid-muridnya. Pemikiran Abduh mempengaruhi gerakan pembaharuan di Indonesia yang dicetuskan oleh Muhammadiyah dan al-Irsyad.
4. Muhammad Rasyid Riba
Nama lenkapnya adalah Muhammda Rasyid bin Ali Rida bin Muhammad Syamsuddin bin Muhammad Baharuddin bin Mula Ali Kalifa. Ia lahir di al-Qalamun, sebuah desa dekat Tripoli ditepi pantai Mediteranian sebelah utara Lebanon (Syria), pada tanggal 27 Jumadil Ula 1282 H/ 23 September 1865 M dan meninggal pada 23 Jumadil Ula 1354 H/22 Agustus 1935 M. Secara geneologis, ia masih memiliki pertalian darah dengan al-Husein bin Ali bin Thalib, cucu Nabi Muhammad dari garis Fatimah[15]. Pendidikannya dimulai pada Kuttab di Qalamun, lalu kesekolah nasional Ustmani, sekolah Islam Tripoli (al-Madrasah al-Wathaniyah al-Islamiyah) tahun 1882, dan sekolah agama Tripoli. Pemikiran pembaharuan Muhammad Rasyid Rida secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga[16], yaitu :
1. Keagamaan, menurut Rasyid Ridha bahwa kemunduran yang diderita umat Islam karena mereka tidak mengamalkan ajaran Islam yang sebenarnya, mereka telah menyeleweng dari ajaran tersebut. Untuk itu, umat Islam harus dikembalikan kepada ajaran Islam yang semestinya, bebas dari segala bid’ah, sederhana dalam ibadah dan muamalah. Ia juga menganjurkan pembaharuan dalam bidang hukum yakni penyatuan madzhab.
2. Pendidikan, Rasyid Ridha mengajukan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum dengan ilmu-ilmu agama Islam disekolah. Maka kurikulum yang ada perlu dimasukkan teologi, pendidikan moral, sosiologi, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, ilmu hitung, ilmu kesehatan, bahasa asing, dan ilmu kesejahteraan keluarga, disamping itu juga adalah ilmu-ilmu agama seperti tafsir, fikih, hadist, dan sebagainya yang biasa diajarkan disekolah-sekolah tradisional.
3. Politik, menurut Rasyid Ridha bahwa paham nasionalisme bertentangan dengan ajaran persaudaraan seluruh umat (Ukhuwah Uslamiyyah). Persaudaraan dalam islam tidak mengenal dengan adanya perbedaan bahasa, tanah air, dan bangsa.
Muhammad Rasyid Ridha banyak dipengaruhi oleh ide-ide Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh melalui majalah al-Urwah al-Wutsqa. Majalah tersebut mengadakann pembaharuan dibidang agama, sosial, dan ekonomi, memberantas tahayyul dan bid’ah, menghilangkan faham fatalisme dan faham-faham yang dibawa tarekat-tarekat tasawuf, meningkatkan mutu pendidikan, dan membela umat islam dari permainan politik negara barat. Majalah tersebut mendapat sambutan hangat bukan hanya di Mesir, atau negara-negara Arab sekitarnya saja, namun sampai ke Eropa, bahkan ke Indonesia. Majalah itu berakhir karena kendala yang diciptakan para kolonial Eropa[17].
5. Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1876. Ia berasal dari keluarga kasta Brahmana Khasmir. Ayahnya bernama Nur Muhammad yang terkenal saleh adalah guru pertamanya, lalu dimasukkan ke maktab untuk mempelajari Al-Qur’an. Kemudian Scottish Mission Schoolmempelajari pelajaran agama, bahasa Arab dan Persia. Setelah tamat sekolah Sialkot, ia belajar ke Lahore belajar di Government College sampai mendapat gelar M.A. tahun 1905 dan ke Inggris belajar filsafat pada Universitas Cambridge. Dua tahun kemudian, ia pindah ke Munich Jerman sampai memperoleh gelar Ph. D dalam bidang tasawuf dengan desertasinya berjudul The Development of Methaphysics in Persia (Perkembangan Metafisika di Persia).
Muhamad Iqbal pada tahun 1908 kembali ke Lahore bekerja sebagai pengacara dan dosen filsafat. Bukunya The Reconstruction of Religious Thought In Islam sebagai hasil ceramah-ceramah yang diberikannya beberapa universitas di India merupakan karyanya terbesar dalam bidang filsafat. Tahun 1930, ia dipilih menjadi presiden Liga Muslim. Tahun 1931 dn 1932, ia ikut dalam konferensi Meja Bundar di London membahas konferensi baru bagi India. Pada Oktober 1933, ia di undang ke Afghanistan membicarakan pembentukan Universitas Kabul. Kemudian beliau jatuh sakit dan meninggal pada tanggal 20 April 1935.
Pemikiran pembaharuan Muhammad Iqbal secara garis besar terdiri dari 3 bidang[18], yaitu:
1. Keagamaan, Muhammad Iqbal memandang bahwa kemunduran umat Islam disebabkan oleh kebekuan umat Islam dalam pemikiran dan ditutupnya pintu ijtihad. Islam menurutnya mengajarkan dinamisme, al-Qur’an senantiasa mengajurkan pemakaian akal terhadap ayat atau tanda yang terdapat dalam alam seperti matahari, bulan, pertukaran siang menjadi malam dan sebagainya. Oleh karenanya, ijtihad dianggap sebagai prisip yang dipakai dalam soal gerak dan perubahan dalam hidup sosial manusai sebagai ijtihad mempunyai kedudukan penting dalam pembaharuan dalam Islam.
2. Pendidikan, Muhamad Iqbal tidak menjadikan barat sebagai model pembaharuannya karena menolak kapitalisme dan imperialisme yang dipengaruhi oleh materialisme dan telah mulai meninggalkan agama. Yang harus diambil umat Islam dari Barat hanyalah ilmu pengetahuannya.
3. Politik, Muhammad Iqbal memandang bahwa India pada hakekatnya tersusun dari dua bangsa, Islam dan Hindu. Umat Islam India harus menuju pada pembentukan negara tersendiri, terpisah dari negara hindu di India sehingga beliau dipandang sebagai bapak Pakistan
Pemikiran-pemikiran Muhammad Iqbal mempengaruhi dunai Islam pada umumnya, terutama dalam pembaharuan di India. Ia menimbulkan paham dinamisme di kalangan umat Islam India dan menunjukan jalan yang harus mereka tempuh untuk masa depan agar umat Islam minoritas di anaak benua itu dapat bertahan hidup dari tekanan luar dengan terwujudnya republik Pakistan.
BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan
Telah kita telaah bersama pembahasan yang diatas yang dimana merupakan bagaimana para tokoh-tokoh dalam menggerakan islam melalui pembaharuannya yang sekarang masih melekat dikalangan kita yang membuat kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW dizaman modern seperti sekarang yang membuat kita tidak tergilas oleh roda perputaran zaman yang semakin hari semakin mebuat kita merasa kebingungan dalam menentukan suatu hukum kehidupan.
Melalui pemikiran-pemikiran beliau kita dapat mengetahui bagaimana pendidikan umum sangat perlu untuk kelancaran kehidupan bermasyarakat. Pemikiran-pemikran para tokoh patut kita contoh dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari kita seperti yang dikemukakan oleh Jamaluddin al-Afghani dalam berpandangan politik yang mempunyai dua unsur utama yaitu kesatuan dunia islam dan populisme. Jika umat islam ingin kembali berjaya dalam hal ilmu bidang ke-ilmuan seperti pada masa Dinasti Abbasiyah maka kita sebagai umat islam harus bersatu padu dalam mebangun lingkungan menuju lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Asmuni,Yusran.1998.Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ø Mulkhan, Abdul Munir. 1995. Teologi dan Demokrasi Modernitas Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ø Nasution, Harun. 1996. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.
Ø Nasution, Harun. 2003. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.
Ø Nata, Abuddin. 2008. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ø http///www.google.com Afifi Fauzi Abbas
Ø http///www.google.com. Muhammad Ikhsan, Tajdid dalam Syariat Islam Antara Upaya Pemurnian dan Usaha Menjawab Tantangan Zaman. (Ditulis oleh Administrator, 2006)
Ø http///ww.google.com. Gunawan’s Site, Gerakan Pembaharuan Islam
Ø Harun Nasution dalam Yusran Asmuni, Pengantar Studi dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998)
Ø Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008)
Ø http///www.google.com. Muhammad Ikhsan, Tajdid dalam Syariat Islam Antara Upaya
Ø Pemurnian dan Usaha Menjawab Tantangan Zaman. (Ditulis oleh Administrator, 2006)
Ø http///www.google.com Afifi Fauzi Abbas
Ø http///ww.google.com. Gunawan’s Site, Gerakan Pembaharuan Islam.
Ø Harun Nasution, Pembaharuna dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1996) Cet. 11
Ø Harun Nasution, Pembaharuna dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 2003) Cet 13
Ø Abuddin Nata, Loc.Cit.
Ø Yusran Asmuni, Op.Cit.
Ø Ibid
Ø Abuddin Nata, Loc.Cit.
Ø Yusran Asmuni, Op.Cit.
Ø Ibid,
Ø Abdul Munir Mulkhan, Teologi dan Demokrasi Modernitas Kebudayaan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995)
[1] H.Laoust, 1997, “Ibn Abd Wahab” dalam B. Lewis dkk. The Encyclopaedia of Islam, vol II, Leiden: EJ. Brill, h. 677
[2] Ensiklopedi Islam, 1994, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, h.1
[3] Lothrop Stoddard, 1996, Dunia Baru Islam, Terjemahan oleh Panitia Penerbit dari The New World of Islam, Jakarta, h. 33
[4] H.A.R. Aliran-Aliran Modern dalam Islam, Jakarta: Rajawali Pers, h. 46; Nurcholish Madjid, 1995, Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan, h. 494.
[5] Ibid., h.6
[6] Harun Nasution (Ed), 1985, Perkembangan Modern dalam Islam, Jakarta: Obor Indonesia, h. 184
[7] H.A.R. Gibb, Ibid, h. 47-48
[8] Mustafa Abdur Raziq (Ed), 1927, Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh, dalam al-Urwatu al-Wusqa, Mesir Al-Maktabah al-Ahliyah, h.25; Bernard Lewis, dkk., 1969, The Encyclopaedia Of Islam, Vol II, Leiden: EJ. Brill, h.416
[9] Bernard Lewis, dkk., Ibid
[10] Fazlur Rahman, Ibid
[11] Abdullah Mahmud Syahatah, 1984, Manhaj Al-Imam Muhammad Abduh fi Tafsir al-Qur’an al-Karim, Kairo: al-Jami’ah, h. 3.
[12] Syekh Muhammad Abduh, 1992, Risalah Tauhid, Jakarta: PT. Bulan Bintang, h. Vii.
[13] Harun Nasution, 1992, Op. Cit., h. 58-68
[14] H.A.R. Gibb, Op. Cit., h. 70
[15] C.E. Boswort , 1995, The Encyclopaedia of Islam, Leiden: E.J. Brill, h. 446; Harun Nasution, 1992, Op, Cit., h. 69.
[16] Harun Nasution, 1992, Op. Cit., h. 71-72.
[17] Ibid., h. 70
[18] Ibid., h. 190-194
Belum ada Komentar untuk "MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM KELAS 11 : GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM"
Posting Komentar
Tinggalkan komentar terbaik Anda...