MATERI FIQIH KELAS 11 : PERNIKAHAN DALAM ISLAM



1.    Jelaskan pengertian dan hukum pernikahan ?

Pengertian pernikahan
1)   Kata Nikah (نِكَاحُ)  atau pernikahan sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, sebagai padanan kata perkawinan (زَوْج). Nikah artinya suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seseorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dan menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya.
2)   Dalam pengertian yang luas, pernikahan adalah merupakan suatu ikatan lahir dan batin antara dua orang laki-laki  dan perempaun, untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga untuk mendapatkan keturunan yang dilaksanakan  menurut ketentuan syariat Islam.
3)   Pergaulan antara laki-laki dan perempuan itu menjadi syah/halal jika sudah terikat tali ikatan perkawinan. Tanpa adanya perkawinan, tidak akan pernah ada proses saling melengkapi dalam kehidupan ini antara laki-laki dan perempuan.

Pengertian dan hukum pernikahan
Menurut jumhur ulama menetapkan bahwa hukum perkawinan dibagi menjadi limamacam yaitu : Asal hukum pernikahan adalah
1)   Hukum Sunah.Artinya seseorang yang telah mencapai kedewasaan jasmani dan rohani dan sudah mempunyai bekal untuk menikah, tetapi tidak takut terjerumus dalam perbuatan zina.
Firman Allah (QS. An Nur /24 :32) :
  
32. dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian[1035] diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.
[1035] Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita- wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.

Sabda Rasulullah :
Artinya : “Hai kaum pemuda, apabila diantara kamu kuasa untuk kawin, maka kawinlah,. Sebab kawin itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan, dan barangsiapa tidak kuasa hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu jadi penjaga baginya (HR. Bukhari dan muslim)
2)   Hukum mubah (boleh), yaitu bagi orang yang tidak mempunyai pendorong atau faktor yang melarang untuk menikah.
3)   Hukum wajib, jika seseorang yang dilihat dari pertumbuhan jasmaniyah sudah layak untuk menikah, kedewasaan rohaniyahnya sudah matang dan memiliki biaya untuk menikah serta untuk menghidupi keluarganya dan bila ia tidak menikah khawatir terjatuh pada perbuatan mesum (zina).
4)   Hukum Makruh hukumnya bagi seseorang yang dipandang dari pertumbuhan jasmaniyahnya sudah layak, kedewasaan rohaniyahnya sudah matang tetapi tidak mempunyai biaya untuk bekal hidup beserta isteri kemudian anaknya. Untuk mengendalikan nafsunya dianjurkan untuk menjalankan puasa.
5)   Hukum Haram hukumnya bagi seseorang yang menikahi wanita dengan tujuan untuk menyakiti, mempermainkan dan memeras hartanya.

2.    Sebutkan syarat dan rukun nikah ?
Syarat nikah :
1)   Calon suami syaratnya menurut ketentuan syari’at Islam adalah : beragama Islam, jelas bahwa ia laki-laki, atas keinginan dan pilihan sendiri (tidak terkena paksaan), tidak beristri empat (termasuk istri yang telah dicerai tetapi dalam  masa iddah / waktu tunggu), tidak mempunyai hubungan mahram dengan calon isteri,  tidak mempunyai isteri yang haram dimadu dengan calon isterinya, mengetahui bahwa calon isteri itu tidak haram baginya dan tidak sedang berihram haji atau umrah.
2)   Calon istri  yang akan dinikahi syaratnya adalah :beragama Islam, jelas bahwa ia seorang perempuan, telah mendapat ijin dari walinya, tidak bersuami dan tidak dalam masa iddah, tidak mempunyai hubungan mahram dengan calon suami, belum pernah di li’an (dituduh zina) oleh calon suaminya, jika ia perempuan janda, harus atas kemauan sendiri, bukan karena dipaksa oleh siapapun, jelas ada orangnya dan tidak sedang ihram haji atau umrah.
3)   Wali, syaratnya : laki-laki, beragama Islam, sudah baligh, berakal, merdeka (bukan budak), adil dan tidak sedang melaksanakan ihram haji atau umrah.
4)   Dua orang saksi, syaratnya : dua orang laki-laki, beragama islam, baligh, berakal, merdeka dan adil, bisa melihat dan mendengar, memahami bahasa yang digunkan dalam akad, tidak sedang mengerjakan ihram haji atau umrah dan hadir dalam ijab qabul.
5)   Ijab dan qabul. Ijab yaitu ucapan wali (dari pihak permpuan) atau wakilnya sebagai penyerahan kepada  pihak pengantin laki-laki. Sedangkan qabul yaitu ucapan pengantin laki-laki atau wakilnya sebagai tanda penerimaan.Adapaun syarat-syarat ijab qabul adalah sebagai berikut :
(1)   Menggunakan kata yang bermakna menikah ( النَّكَاحُ) atau mengawinkan baik bahasa Arab ataupun padanan kata itu dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah sang pengantin.
(2)   Lafadz ijab qabul diucapkan pelaku akad nikah
(3)   Antara ijab dan qaul harus bersambung tidak boleh diselingi perkataan atau perbuatan lain.
(4)   Pelaksanaan ijab dan qabul harus berada pada satu tempat tidak dikaitkan dengan suatu persyaratan apapun
(5)   Tidak dibatasi dengan waktu tertentu.

Rukun nikah :
Adapun rukun nikah ada lima macam, yaitu : calon suami, calon istri, wali, dua orang saksi dan ijab qabul.

3.    Jelaskan pengertian dan hukum khitbah ?
Pengertian khitbah
Khitbah/pingangan yaitu melamar untuk menyatakan permintaan atau ajakan untuk mengikat perjodohan, dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan sebagai calon isterinya.
Pengertian dan hukum khitbah
Lamaran atau pinanangan bukan sesuatu yang menjadi wajib hukumnya. Hal ini menurut pendapat jumhur ulama’ yang didasarkan pada pinangan nikah yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw. Tetapi Dawud berpendapat bahwa pinangan hukumnya wajib.
Dalil yang membolehkan pinangan sebagaimana firmanAllah SWT  :

  
Artinya : “Dan tak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran yang baik atau harus menyembunyikan keinginan mengawini mereka dalam hatimu … “(QS. Al Baqarah /2: 235)

4.    Jelaskan pengertian dan pembagian mahram nikah ?
Pengertian mahram nikah :
1)   Mahram berasal dari makna haram, yaitu wanita yang haram dinikahi. Sebenarnya antara keharaman menikahi seorang wanita dengan kaitannya bolehnya terlihat sebagian aurat ada hubungan langsung dan tidak langsung.
2)   Hubungan langsung adalah bila hubungannya seperti akibat hubungan faktor famili atau keluarga. Hubungan tidak langsung adalah karena faktor diri wanita tersebut. Misalnya, seorang wanita yang sedang punya suami, hukumnya haram dinikahi orang lain. Juga seorang wanita yang masih dalam masa iddah talak dari suaminya. Atau wanita kafir non kitabiyah, yaitu wanita yang agamanya adalah agama penyembah berhala seperi majusi, Hindu, Buhda,
3)   Hubungan mahram ini melahirkan beberapa konsekuensi, yaitu hubungan mahram yang bersifat permanen, antara lain :
(1)     Kebolehan berkhalwat (berduaan)
(2)     Kebolehan bepergiannya seorang wanita dalam safar lebih dari 3 hari asal ditemani mahramnya.
(3)     Kebolehan melihat sebagian dari aurat wanita mahram, seperti kepala, rambut, tangan dan kaki.
Ayat-ayat Tentang Kemahraman Di Dalam Al-Quran :
1)   Daftar mahram menurut (QS. An-Nisa : 23) : Dari ayat ini dapat kita rinci ada beberapa kriteria orang yang haram dinikahi. Dan sekaligus juga menjadi orang yang boleh melihat bagian aurat tertentu dari wanita. Mereka adalah :
(1)     Ibu kandung
Jadi seorang wanita boleh kelihatan sebagian tertentu dari auratnya di hadapan anak-anak kandungnya.
(2)     Anak-anakmu yang perempuan
Jadi wanita boleh kelihatan sebagian dari auratnya di hadapan ayah kandungnya.
(3)     Saudara-saudaramu yang perempuan,
Jadi seorang wanita boleh kelihatan sebagian dari auratnya di hadapan saudara laki-lakinya.
(4)     Saudara-saudara bapakmu yang perempuan
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan anak saudara laki-lakinya. Dalam bahasa kita berarti keponakan.
(5)     Saudara-saudara ibumu yang perempuan
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan anak saudara wanitanya. Dalam bahasa kita juga berarti keponakan.
(6)     Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan paman, dalam hal ini adalah saudara laki-laki ayah.
(7)     Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan paman, dalam hal ini adalah saudara laki-laki ibu.
(8)     Ibu-ibumu yang menyusui kamu
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan seorang laki-laki yang dahulu pernah disusuinya, dalam hal ini disebut anak susuan.
(9)     Saudara perempuan sepersusuan
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang dahulu pernah pernah menyusu pada wanita yang sama, meski wanita itu bukan ibu kandung masing-masing. Dalam hal ini disebut saudara sesusuan.
(10) Ibu-ibu isterimu
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang menjadi suami dari anak wanitanya. Dalam bahasa kita, dia adalah menantu laki-laki.
(11) Anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri,
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang menjadi suami ibunya (ayah tiri) tetapi dengan syarat bahwa laki-laki itu sudah bercampur dengan ibunya.
(12) Isteri-isteri anak kandungmu
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang menjadi ayah dari suaminya. Dalam bahasa kita adalah mertua laki-laki.

2)   Daftar mahram menurut (QS An-Nuur : 31) : Dari Ayat ini juga berbicara tentang siapa saja orang yang boleh melihat sebagian aurat wanita yang dalam hal ini juga berstatus sebagai mahram. Orang-orang yang disebutkan dalam ayat ini ada yang sudah disebutkan di dalam surat An-Nisa ayat 23 dan ada pula yang belum. Yang sudah disesutkan antara lain adalah ayah, anak, saudara laki-laki dan anak saudara laki-laki. Selebihnya belum disinggung.  Mereka adalah :
(1)     Suami
Bahkan seorang wanita bukan hanya boleh terlihat sebagian auratnya tetapi seluruh auratnya halal bila terlihat.
(2)     Ayah
Bahwa seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan ayahnya telah dijelaskan pada surat An-Nisa ayat 23 pada poin nomor [2]
(3)     Ayah suami
Dalam bahasa kita adalah mertua. Yaitu ayahnya suami seorang wanita.
(4)     Putera atau anak
Bahwa seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan anaknya telah dijelaskan pada surat An-Nisa ayat 23 pada poin nomor [2]
(5)     Putera-putera suami
Dalam bahasa kita maksudnya adalah anak tiri, dimana seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang statusnya anak tiri. 6. Saudara-saudara laki-laki. Bahwa seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan saudara laki-lakinya telah dijelaskan pada surat An-Nisa ayat 23 pada poin nomor [3]
(6)     putera-putera saudara lelaki
Bahwa seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan putera saudara laki-lakinya (keponankan) telah dijelaskan pada surat An-Nisa ayat 23 pada poin nomor [4]
(7)     Putera-putera saudara perempuan
Dalam bahasa kita maksudnya adalah keponakan dari kakak atau adik wanita.
(8)     Wanita-wanita Islam
Jadi bila sesama wanita yang muslimah, seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya, Tetapi tidak boleh terlihar seluruhnya. Karena satu-satunya yang boleh melihat seluruh aurat hanya satu orang saja yaitu orang yang menjadi suami. Sedangkan sesama wanita tetap tidak boleh terlihat seluruh aurat kecuali ada pertimbangan darurat seperti untuk penyembuhan secara medis yang memang tidak ada jalan lain kecuali harus melihat. Adapun wanita yang statusnya bukan Islam seperti Kristen, Protestan, Hindu, Budha, Konghucu atau ateis, maka seorang wanita musimah diharamkan terlihat auratnya meski hanya sebagian. Karena itu buat para wanita muslimah yang tinggal bersama di sebuah asrama atau di rumah kost, pastikan bahwa wanita yang tinggal bersama anda muslimah semuanya. Karena kalau ada yang bukan muslimah, anda tetap diwajibkan menutup aurat seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan sebagaimana di depan laki-laki non mahram. Begitu juga bila masuk ke kolam renang khusus wanita, pastikan bahwa semua pengunjungnya adalah wanita dan agamanya harus Islam.
(9)     Budak-budak yang mereka miliki
Di masa perbudakan, seorang wanita masih dibolehkan terlihat auratnya di hadapan budak yang dimilikinya. Tapi di masa kini, sopir dan pembantu sama sekali tidak bisa dianggap sebagai budak, karena mereka adalah orang merdeka.
(10) Pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
Yang dimaksud adalah pelayan atau pembantu yang sama sekali sudah mati nafsu birahi baik secara alami atau karena dioperasi. Dalam Tafsir Al-Qurthubi disebutkan bahwa ada perbedaan pendapat dalam memahami maksud ayat in dalam beberapa makna :
(11) Anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.
-       Mereka adala orang yang bodoh/pandir yang tidak memiliki hasrat terhadap wanita.
-       Mereka adalah orang yang mengabdikan hidupnya pada suatu kaum (harim) yang tidak memiliki hasrat terhadap wanita.
-       Mereka adalah orang yang impoten total.
-       Mereka adalah orang yang dipotong kemaluannya,
-       Mereka adalah orang yang waria yang tidak punya hasrat kepada wanita.
-       Mereka adalah orang yang tua renta yang telah hilang nafsunya

Pembagian mahram nikah :
Tentang siapa saja yang menjadi mahram, para ulama membaginya menjadi tiga klasifikasi besar :
1. Mahram Karena Nasab
-    Ibu kandung dan seterusnya keatas seperti nenek, ibunya nenek.
-    Anak wanita dan seteresnya ke bawah seperti anak perempuannya anak perempuan.
-    Saudara kandung wanita.
-    Ammat / Bibi (saudara wanita ayah).
-    Khaalaat / Bibi (saudara wanita ibu).
-    Banatul Akh / Anak wanita dari saudara laki-laki.
-    Banatul Ukht / anak wnaita dari saudara wanita.
2. Mahram Karena Mushaharah (besanan/ipar) Atau Sebab Pernikahan
-    Ibu dari istri (mertua wanita).
-    Anak wanita dari istri (anak tiri).
-    Istri dari anak laki-laki (menantu peremuan).
-    Istri dari ayah (ibu tiri).
3. Mahram Karena Penyusuan
-    Ibu yang menyusui.
-    Ibu dari wanita yang menyusui (nenek).
-    Ibu dari suami yang istrinya menyusuinya (nenek juga).
-    Anak wanita dari ibu yang menyusui (saudara wanita sesusuan).
-    Saudara wanita dari suami wanita yang menyusui.
-    Saudara wanita dari ibu yang menyusui.

Penjelasan mahram nikah :
Mahram adalah seseorang, baik laki-laki maupun perempuan yang haram dinikahi. Adapaun sebab-sebab yang menjadikan seorang perempuan menjadi haram dinikahi oleh seseorang laki-laki dapat dabagi menjadi dua yaitu  haram dinikahi untuk selamanya dan haram dinikahi yang bersifat sementara, sebagaimana pembahasan berikut di bawah ini.
1)  Sebab haram dinikah untuk selamanya, dibagi menjadi empat macam yaitu haram sebab nasab, sebab pertalian nikah, sebab sepersusuan dan wanita yang telah dili’an. Adapun pembahasannya sebagai berikut :
(1)   Wanita-wanita yang haram dinikahi karena nashab. Mereka adalah sebagai berikut : Ibu, Nenek, Anak perempuan, Anak perempuan dari anak laki-laki, Saudara perempuan,Bibi dari jalur ayah, Bibi dari jalur ibu, Anak perempuannya saudara laki-laki, Anak perempuannya anak laki-laki.

“Diharamkan atas kalian (menikahi) ibu-ibu kalian, naka-anak  perempuan kalian, saudara-saudara perempuan kalian, saudara-saudara perempuan bapak kalian, (bibi jalur ayah), saudara-saudara permpuan ibu kalian (bibi daru jalur ibu) anak-anak perempuannya saudara-saudara laki-laki kalian, anak-anak perempuannya saudara perempuan kalian “ (Q.S. An Nisa /4: 23)
(2)   Wanita-wanita yang haram dinikahi sebab pertalian nikah, mereka adalah sebagai berikut : Isteri ayah dan Istri kakek.  Allah SWT berfirman :
 “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang Telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).”(QS. An Nisa/4 : 22)
Kemudian Ibu Istri (ibu mertua) dan nenek ibu istri, Anak perempuan istri (anak perempuan tiri).  Allah SWT berfirman :
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu(QS.An Nisa/4: 22).
(3)   Wanita-wanita yang haram dinikahi karena sepersusuan. Mereka adalah sebagai berikut : Ibu-ibu yang diharamkan dinikahi karena sebab nashab, Anak-anak perempuan, Saudara-saudara perempuan,  bibi dari jalur ayah,  bibi dari jalur ibu, Anak perempuannya saudara laki-laki dan Anak perempuannya saudara perempuan.
(4)   Wanita yang telah di li’an
Suami haram menikahi wanita yang telah dili’annya untuk selama-lamanya, karena Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : “ Suami Isteri yang telah melaknat, jika keduanya telah cerai maka tidak boleh menikahi lagi selama-lamanya”  (HR. Abu Dawud)
2)   Sebab Haram dinikah sementara
Haram dinikahi sementara maksudnya adalah seorang perempuan menjadi haram dinikahi oleh seorang laki-laki dalam waktu tertentu. Bila sebab itu tidak ada lagi perempuan tersebut boleh dinikahi, sebab-sebab tersebut dibagi menjadi lima macam  yaitu ; sebab pertalian nikah, thlaq bain kubra, memadu dua orang bersaudara, beristri lebih dari empat orang dan berbeda agama.
(1)   Sebab Pertalian Nikah
Perempuan yang masih ada dalam ikatan perkawinan, haram dinikah dengan laki-laki lain, termasuk perempuan yang masih ada dalam massa idah baik iddah talak maupun iddah wafat : Allah SWT berfirman :

Artinya : “Janganlah kamu bertekad untuk melangsungkan akad nikah dengan perempuandalam iddah wafat sebelum iddahnya habis”. (QS. Al Baqarah/4 : 235)
(2)   Sebab Thalaq Bain Kubra (perceraian sudah  tiga kali) 
Thalaq bain kubra adalah thalaq tiga. Sorang laki-laki yang mencerai isteri dengan thalaq tiga, haram baginya untuk menikah dengan mantan isterinya itu selama mantan isteri itu belum kawin dengan laki-laki lain. Jelasnya ia boleh menikah lagi dengan mantan isterinnya dengan syarat mantan istri itu : telah menikah dengan laki-laki lain (suami baru),dicampuri oleh suami baru , telah dicerai suami baru, dan habis masa iddah.
Allah berfirman :
“Selanjutnya jika suami mencerainya (untuk ketiga kalinya), perempuan tidak boleh dinikahi lagi olehnya sehingga ia menikah lagi dengan  suami lain. Jika suami yang baru telah mencerainya, tidak apa-apa mereka (mantan suami isteri) menikah lagi jika keduanya optimis melaksanakan hak masing-masing sebagaimana ditetapkan oleh Allah SWT (Al- Baqarah/2 : 230)
(3)   Sebab memadu dua orang perempuan bersaudara.
Seorang laki-laki yang mempunyai pertalian nikah dengan seorang perempuan (termasuk dalam masa iddah talak raj’i) haram baginya menikah dengan :
a)  Saudara perempuan isterinya, baik kandung seayah maupun seibu
b)  Saudara perempuan ibu isterinya (bibi istri) baik kandung seayah ataupun kandung seibu dengan ibu isterinya.
c)  Saudara perempuan bapak isterinya (bibi isterinya) baik kandung seayah atupun seibu dengan bapak isterinya.
d)  Anak perempuan saudara permpuan isterinya (kemenakan isterinya) baik kandung seayah maupun seibu
e)  Anak perempuan saudara laki-laki isterinya baik kandung seayah maupun seibu
f)          Semua perempuan yang bertalian susuan dengan isterinya Allah SWT berfirman:
Diharamkan bagimu memadu dua orang  permpuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. (QS. An Nisa/4 : 23)
(4)   Sebab beristri  lebih dari empat orang.
Seorang laki-laki yang beristri lebih dari empat orang, haram lagi menikah dengan perempuan yang kelima. Seorang laki-laki boleh memperistri perempuan maksimal empat. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Allah SWT. dalam al-Qur’an surat An-Nisa’ : 3
(5)   Sebab Perbedaan Agama
Mahram nikah karena perbedaan agama, ada dua macam  yaitu perempuan musyrik haram dinikahi laki-laki muslim dan perempuan muslimah haram dinikahi laki-laki non muslim, yaitu orang musyrik atau penganut agama selain islam.

5.    Jelaskan macam-macam pernikahan terlarang ?
Macam-macam pernikahan terlarang :
Nikah terlarang maksudnya pernikahan yang tidak diperbolehkan dalam agama Islam, karena sesuatu sebab yang lain atau perbuatan tersebut bukan merupakan ajaran Islam.Adapun macam-macam pernikahan yang dilarang dalam agama Islam adalah :
1)   Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah ialah nikah yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan semata-mata untuk melampiaskan hawa nafsu dan bersenang-senang untuk sementara waktu. Nikah tersebut dilarang karena dilakukan untuk waktu yang terbatas dan tujuannya tidak sesuai dengan tujuan perkawinan yang disyari’atkan. Nikah mut’ah pernah diperbolehkan oleh Nabi Muhammaad SAW tetapi kemudian dilarang untuk selamanya.
Dari Salah bin Al Akwa ra ia berkata“Pernah Rasulullah SAW. membolehkan perkawinan mut’ah pada hari peperangan Authas selama tiga hari. Kemudian sesudah itu ia dilarang.” ( H.R. Muslim )
2)   Nikah Syighar (kawin tukar)
Nikah sighar ialah wali bagi seorang perempuan menikahkan yang ia walikan kepada laki-laki lain tanpa mas kawin, dengan pernjanjian bahwa laki-laki itu akan memberikan imbalan, yaitu mau mengawinkan wanita di bawah perwaliannya. Misalnya Amir menikahkan anaknya bernama Fatimah dengan Imran tanpa mahar harta benda, dengan perjanjian Imran mau menikahkan wanita dibawah perwaliannya kepada si Amir tanpa mahar. Yang dijadikan mahar adalah kemaluan masing-masing dari kedua wali tersebut. Malik berpendapat bahwa perkawinan tersebut tidak disyahkan selamanya, dan harus dibatalkan, baik sesudah atau sebelum terjadi pergaulan ( dukhul ).

Artinya : “Dari Ibnu Umar bahwasanya Nabi SAW melarang syighar dalam akad pernikahan. Syighar ialah mengawinkan seseorang dengan anak perempuannya akan tetapi dalam pertunangan kedua mempelai tidak disertai dengan mas kawin” (HR. Bukahri muslim)
3)   Nikah Muhallil ( Nikah untuk menghalalkan )
Nikah muhallil ialah nikah yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk menghalalkan perempuan yang dinikahinya bagi bekas suaminya yang telah menthalaq tiga, untuk kawin lagi. Nikah tersebut dilarang karena tujuannya tidak sesuai dengan tujuan pernikahan yang sebenarnya. Perempuan yang telah dithalak tiga, tidak boleh kawin lagi dengan bekas suaminya yang telah menthalak tiga itu, kecuali kalau perempuan tersebut sudah kawin dengan laki-laki lain, bukan untuk tujuan menghalalkan dinikahi oleh bekas suaminya yang pertama, telah dicampuri, dicerai oleh suami yang kedua dan baru boleh dinikah kembali.
Diantara dalil yang melarang nikah muhallil :
“Dari Ibnu Mas’ud RA. Berkata : telah mengutuki Rasulullah SAW. terhadap orang yang laki-laki yang menghalalkan dan yang dihalalkan “ ( H.R. Tirmidzi dan Nasa’i )
4)   Muhallil adalah laki-laki yang menikahi perempuan dengan maksud menghalal-kan perempuan itu bekas suaminya yang telah menthalak tiga, untuk kawin lagi. Muhallahu adalah bekas suami yang telah menthalak tiga itu.
5)   Nikah beda Agama
Maksudnya adalah laki-laki muslim dilarang menikahi perempuan non muslim atau sebaliknya wanita muslimah dilarang dinikahi laki-laki non muslim. Sebagaimana Firman Allah dalam al-Qur’an:                                                                             
Ÿwur (#qßsÅ3Zs? ÏM»x.ÎŽô³ßJø9$# 4Ó®Lym £`ÏB÷sム4 ×ptBV{urîpoYÏB÷sB ×Žöyz `ÏiB 7px.ÎŽô³B öqs9ur öNä3÷Gt6yfôãr& 3 Ÿwur(#qßsÅ3Zè? tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# 4Ó®Lym (#qãZÏB÷sム....4 ÇËËÊÈ  
Artinya : “Jangan nikah perempuan-perempuan musyrik (kafir) sehingga mereka beriman, sesunguhnya hamba sahaya yang beriman lebih baik dari perempuan musyrik, meskipun ia menarik hatimu (karena kecantikannya) janganlah kamu nikahkan perempuan muslimah dengan laki-laki musyrik sehingga ia beriman.” (QS. AL Baqarah/2 : 221) .

6.    Sebutkan ketentuan dan macam-macam wali ?
Ketentuan dan macam-macam wali :
a.    Macam Tingkatan Wali
Wali nikah terbagi mnjadi dua macam yaitu  wali nashab dan wali hakim.
1)   Wali nashab adalah wali dari pihak kerabat, artinya wali yang mempunyai pertalian darah atau keturunan dengan perempuan yang akan dinikahkannya. Wali nasab ditinjau dari dekat dan jauhnya dengan mempelai wanita dibagi menjadi dua, yaitu
(1)     wali akrab ( lebih dekat hubungannya dengan mempelai perempuan ) dan
(2)     wali ab’ad ( wali yang lebih jauh hubungannya dengan mempelai perempuan ).
Di bawah ini susunan wali nasab sebagai berikut :
1)    Ayah
2)    Kakek dari pihak bapak
3)            Saudara laki-laki kandung
4)    Saudara laki-laki sebapak
5)    Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
6)            Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak
7)            Paman (saudara bapak) sekandung
8)    Paman (saudara bapak) sebapak
9)    Anak laki-laki dan paman kandung
10)          Anak laki-laki dari paman laki-laki
11)          Hakim

2)   Wali hakim adalah pejabat yang diberi hak oleh penguasa untuk menjadi wali nikah dalam keadaan tertentu dengan sebab tertentu pula. Dengan kata lain wali hakim ialah pejabat negara yang beragama Islam dan dalam hal ini biasanya kekuasaanya di Indonesia dilakukan oleh Kepala Pengadilan Agama, ia dapat mengangkat orang lain menjadi hakim (biasanya yang diangkat Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan) untuk mengakadkan nikah perempuan yang berwali hakim. Sebagaimana sabda Rasulullah :

Artinya : “Dari ‘Aisyah ra. ia berkata : “Rasulullah SAW bersabda, siapapun perempuan yang menikah dengan tidak seijin walinya maka batallah pernikahannya, dan jika ia  telah disetubuhi, maka bagi perempuan itu berhak menerima mas kawin lantaran ia telah menghalalkannya kemaluannya, dan jika terdapat pertengkaran antara wali-wali, maka sultanlah yang menjadi wali bagi yang tidak mempunyai wali (HR. Imam yang empat kecuali Nasa’i)

Adapun sebab-sebab berpindahnya wewenang wali nasab kepada wali hakim, adalah apabila wali nasab:
1)  Tidak ada wali nashab
2)  Tidak cukup syarat wali bagi yang lebih dekat dan wali yang lebih jauh tidak ada
3)  Wali yang lebih dekat ghaib
4)  Wali yang lebih dekat sedang melakukan ihram / ibadah haji
5)  Wali yang lebih dekat masuk penjara dan tidak dapat dijumpai
6)  Wali yang lebih dekat adal menikahkan, yaitu tidak mau menikahkan
7)  Wali yang lebih dekat tawari, yaitu sembunyi-sembunyi karena tidak mau menikahkan
8)  Wali yang lebih dekat ta’azzuz, yaitu bertahan, tidak mau menikahkan
9)  Wali yang lebih dekat mufqud, yaitu hilang tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula hidup dan matinya. 



b.  Wali Mujbir
Di samping ada wali nasab dan wali hakim masih ada wali mujbir yaitu wali yang berhak menikahkan anak perempuannya yang sudah baligh, berakal dari gadis untuk dinikahkan, dengan tiada meminta ijin terlebih dahulu kepada anak perempuan tersebut. Dalam hal ini hanya bapak dan kakek yang dapat menjadi wali mujbir.
Kebolehan bapak dan kakek menikahkan anak perempauannya tanpa minta ijin terlebih dahulu padanya adalah dengan syarat-syarat :
1)   Tidak ada permusuhan antara wali mujbir dengan anak gadis tersebut
2)   Sekufu’ antara perempuan dengan laki-laki calon suaminya
3)   Calon suami itu mampu membayar mas kawin
4)   Calon suami tidak cacat.

c.  Wali Adhal
Wali adhal ialah wali yang tidak mau menikahkan anaknya, karena alasan-alasan tertentu yang menurut walinya itu tidak disetujui adanya pernikahan anaknya atau cucunya dengan calon suami karena tidak sesuai dengan kehendak walinya, padahal wanita yang hendak menikah itu berakal sehat dan calon suami juga dalam keadaan sekufu. Apabila terjadi hal seperti tersebut diatas, maka perwalian itu pindah langsung pada wali hakim, sebab adhal itu zalim sedang yang dapat menghilangkan kezaliman adalah hakim.

Artinya : “Kalau (wali-wali itu) enggan (menikahkan) maka hakim menjadi wali perempuan yang tidak mempunyai wali”
(HR. Abu Daud, Turnmudzi dan Ibnu Hiban).

Apabila adhalnya sampai tiga kali, maka perwaliannya pindah pada wali ab’ad bukan wali hakim. Kalau adhalnya itu karena sebab yang logis menurut  hukum Islam, maka tidak disebut adhal seperti : wanita itu nikah dengan pria yang tidak sekufu, maharnya di bawah mahar misil dan wanita itu dipinang oleh laki-laki yang lebih pantas daripada pinangan pertama itu.

7.    Jelaskan hukum dan macam-macam mahar ?
Pengertian dan hukum mahar
1)   Mahar atau mas kawin adalah pemberian wajib dari suami kepada isteri sebab pernikahan. Bisa berupa uang, benda, perhiasan, atau jasa seperti mengajar Al Qur’an.
2)   Membayar mahar hukumnya wajib bagi laki-laki yang menikah dengan seorang perempuan, karena termasuk syarat nikah, tetapi menyebutkannya dalam akad nikah hukumnya sunat. Dan makruh tidak menyebut mas kawin diwaktu akad nikah.
Mahar hukumnya wajib, sebagaimana firman Allah SWT :

Artinya : “Bayarkanlah mahar kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian hibah/tanda cinta (QS. An Nisa4: 4)

Macam-macam mahar ada dua, yaitu :
1)   Mashar Musamma yaitu mahar yang disebutkan jenis dan jumlahnya pada waktu akad nikah berlangsung
2)   Mahar Mitsil yaitu mahar yang jenis atau kadarnya diukur sepadan dengan mahar yang pernah diterima oleh keluarga terdekat dengan melihat status sosial, umur, kecantikan, gadis atau janda. Untuk mengukur mahar mitsil seorang wanita, maka yang dilihat dahulu adalah mahar saudara perempuan seibu sebapak, lalu saudara perempuan seayah, lalu anak perempuan saudara lelaki, lalu bibi dari pihak ayahnya dan seterusnya. Mitsil artinya sama. Kalau mahar saudara perempuan seayah seibu dulu waktu nikah, maharnya 50 gram emas, maka mahar mitsil perempuan yang nikah juga sama 50 gram emas. 

8.    Jelaskan hukum walimah dan hikmahnya ?
Pengertian walimah :
1)   Walimah berasal dari kata walm yang artinya ikatan atau pertemuan.
2)   Walimah dalam bahasa arab disebut walimatul ‘Urs atau pesta pernikahan adalah pesta yang diselenggarakan setelah akad nikah dengan menghidangkan jamuan kepada para undangan, sebagai pernyataan rasa syukur atas nikmat dan karunia Allah SWT. Pesta pernikahan disebut walimah karena diadakan sehubungan dengan terjadinya ikatan antara mempelai laki-laki dan perempuan.
Hukum walimah :
1)   Hukum menyelenggarakan Walimah ‘Urs
Jumhur ulama berpendapat bahwa mengadakan walimah ‘urs hukumnya sunah muakad, berdasarkan sabda Rasulullah :
“Rasulullah SAW. Bersabda kepada Abdurrahman bin auf : “ Adakanlah pesta walaupun hanya memotong seekor kambing“ ( H.R. Mutafaqun ‘Alaihi )
Di samping walimah ‘urs terdapat berbagai macam walimah terkait dengan suatu peristiwa atau kegiatan seperti
(1)     walimah aqiqah yaitu walimah karena kelahiran anak,
(2)     walimah wakirah yaitu walimah untuk mendirikan bangunan,
(3)     walimah I’dzar yaitu walimah karena khitan,
(4)     walimah naqi’ah yaitu walimah karena pulang dari bepergian dan sebagainya.

Menyelengarakan walimah adalah sangat penting, walaupun diadakan dengan sederhana.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyelenggarakan walimah yaitu niat syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan oleh-NYA, jangan berlebih-lebihan atau tidak memaksakan diri serta harus disesuaikan dengan keadaan, jangan membeda-bedakan antara orang kaya dan miskin.
2)   Hukum menghadiri Walimah
Hukum menghadiri walimah adalah wajib, sebagaimana sabda Rasulullah :
“Rasulullah SAW bnersabda : Jika salah seorang d antaramu diundang untuk menghadiri suatu pesta, hendaklah ia menghadirinya “ ( Mutafaqun ‘Alaihi ).
Oleh karena menghadiri walimatul ‘urs wajib, maka meninggalkannya adalah berdosa. Hal tersebut berdasarkan Sabda Rasulullah SAW. :
“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW. telah bersabda : “Barang siapa yang meninggalkan undangan, sesungguhnya ia telah durhaka kepada Allah dan Rasulnya ( Mutafaqun ‘Alaihi )

Hikmah  Walimah :
1)  Menyiarkan pernikahan karena sunah hukumnya dan berusaha menghindari nikah sirri ( rahasia )
2)  Mengungkapkan rasa gembira dalam menikmati kebaikan.
3)  Agar pernikahan diketahui oleh orang banyak.
4)  Memberikan rangsangan segera menikah kepada orang yang suka membujang.

9.    Jelaskan hikmah pernikahan ?
Hikmah pernikahan :
Adapun hikmah yang lain dalam pernikahannya itu yaitu :
1)  Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan berketurunan.
2)  Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat seta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan.
3)  Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa denagn cara duduk-duduk dan bencrengkramah dengan pacarannya.
4)  Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan.

Allah SWT berfirman :
  
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. ”(Ar-ruum,21)




KETENTUAN PERNIKAHAN DALAM PERUNDANGAN

1.    Jelaskan tentang batasan umur pernikahan ?
Batasan umur pernikahan :
Dalam pasal 1 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, perkawinan ialah, ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir adalah hubungan formal yang dapat dilihat karena dibentuk menurut undang-undang, hubungan mana mengikat kedua pihak dan pihak lain dalam masyarakat. Ikatan batin adalah hubungan yang tidak formal yang dibentuk dengan kemauan bersama yang sungguh-sungguh, yang mengikat kedua pihak saja.

Syarat-syarat perkawinan (pasal 6)
Menurut ayat (1)
Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai artinya, kedua mempelai sepakat untuk melangsungkan perkawinan, tanpa ada paksaan dari pihak manapun juga. Hal ini sesuai dengan hak asasi manusia atas perkawinan, dan sesuai juga dengan tujuan perkawinan yaitu membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
Menurut ayat (2)
Untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun, harus mendapat ijin kedua orang tua.

Menurut ayat (6)
Ketentuan menurut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini, berlaku sepanjang hukum masing-masing agama dan kepercayaan dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.
Batas usia yang diizinkan dalam suatu perkawinan menurut UU ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) yaitu, jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun, dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Jika ada penyimpangan terhadap pasal 7 ayat (1) ini, dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita (pasal 7 ayat 2).

2.    Jelaskan tentang kedudukan pencatatan pernikahan ?
Kedudukan pencatatan pernikahan :

Dasar Hukum Pencatatan Perkawinan
Landasan hukum keharusan adanya pencatatan perkawinan ini disebutkan dalam Undang-Undang Perkawinan yakni UU No. 1 tahun 1974 pasal 2:
(1). Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
(2). Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975:
pasal 2 ayat (1):
“Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk”.
Pasal 11 ayat (3):
“Dengan penandatanganan akta perkawinan, maka perkawinan telah tercatat secara resmi”
Pasal 13 ayat (2)
“Kepada suami dan isteri masing-masing diberikan kutipan akta perkawinan”.
Sementara Kompilasi Hukum Islam memuat ketentuan keharusan pencatatan perkawinan ini pada:
Pasal 5 ayat (1):
“Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat”.
Pasal 5 ayat (2):
“Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam UU No. 22/1946 jo. UU No. 32/1954.”
Pasal 6:
(1) Untuk memenuhi ketentuan di dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.
(2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 7 ayat (1):
“Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah”
Dari beberapa ketentuan yang menjelaskan tentang kedudukan pencatatan perkawinan di atas dapat disimpulkan bahwa eksistensi pencatatan perkawinan dari segi hukum sudah sangat kuat sekali. Secara tegas dalam pasal 6 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.

3.    Jelaskan hukum talaq di depan pengadilan agama ?
Hukum talaq di depan pengadilan agama :
Gugatan perceraian itu dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman bersama (Pasal 132 ayat [2] KHI
Sedangkancerai karena talak dapat kita lihat pengaturannya dalam Pasal 114 KHI yang berbunyi:
Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian”
Yang dimaksud tentang talak itu sendiri menurut Pasal 117 KHI adalah ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Hal ini diatur dalam Pasal 129 KHI yang berbunyi:
“Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.”
Jadi, talak yang diakui secara hukum negara adalah yang dilakukan atau diucapkan oleh suami di Pengadilan Agama.

HUKUM PERCERAIAN (TALAQ)

1.    Jelaskan pengertian dan hukum perceraian (talaq) ?
Pengertian perceraian (talaq) :
Thalaq berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata thalaqa-yuthliqu-thalaqanyang semakna dengan kata thaliq yang bermakna al irsal atau tarku, yang berarti melepaskan dan meninggalkan
Talaq adalah melepaskan ikatan perkawinan atau putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri dalam waktu tertentu atau selamanya.
Hukum perceraian (talaq) :
Menurut Imam Hambali dan Hanafi berpendapat bahwa thalaq adalah terlarang, kecuali karena alasan yang benar. Sedangkan, golongan Hambaliyah berpendapat bahwa thalaq hukumnya beragam: bisa wajib, sunnah, makruh, haram, mubah.. Thalaq dibolehkan apabila suami meragukan kebersihan tingkah laku isterinya, atau sudah tidak lagi mencintai istrinya.
Rinciannya sbb:
1)   Talak itu hukumnya wajib bila :
(1)   Jika suami isteri tidak dapat didamaikan lagi
(2)   Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk perdamaian rumahtangga mereka

(3)   Apabila pihak pengadilan berpendapat bahawa talak adalah lebih baik
Jika tidak diceraikan dalam keadaan demikian, maka berdosalah suami

2)  Talak itu hukumnya haram bila :
(1)   Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas
(2)   Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi
(3)   Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut harta pusakanya
(4)   Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekaligus atau talak satu tetapi disebut berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih
3)  Talak itu hukumnya sunnah bila :
(1)   Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya
(2)   Isterinya tidak menjaga martabat dirinya
4)  Talak itu hukumnya makruh bila :
Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai pengetahuan agama
5)  Talak itu hukumnya mubah bila :
Suami lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus haidnya

2.    Sebutkan syarat dan rukun talaq ?
Syarat talaq :
1)   Benar-benar suami yang sah. Yaitu keduanya berada dalam ikatan pernikahan yang sah.
2)   Telah Baligh. Tidak dibenarkan jika yang menthalaq adalah anak-anak.
3)   Berakal sehat yaitu tidak gila.
4)   Orang yang menjatuhkan thalaq harus dengan ikhtiar Tidak sah menjatuhkan thalaq tanpa ikhtiar dan karena terlanjur dalam lisan
5)   Orang yang menjatuhkan thalaq harus orang yang pintar, mengerti makna dari bahasa thalaq. Tidak sah orang yang tidak mengerti arti thalaq.
6)   Orang yang menjatuhkan thalaq tidak boleh dipaksa tidak sah menjatuhkan thalaq dengan dipaksa.

Rukun talaq :
1)   Suami, jika selain suami tidak boleh menthalaq
2)   Isteri, orang yang dilindungi oleh suami dan akan dithalaq.
3)   Lafazh yang ditujukan untuk menthalaq, baik itu diucapkan secara langsung maupun dilakukan dengan sindiran dengan disertai niat.

3.    Sebutkan macam-macam talaq ?
Macam-macam talaq :
Dari segi cara suami menjatuhkan
1)   Dilihat dari segi cara suami menjatuhkan talak pada istrinya, talak dibagi menjadi 2, yaitu:
(1) Talak Sunni: talak yang dijatuhkan suami pada istrinya dan istri dalam keadaan suci atau tidak bermasalah secara hukum syara', seperti haidh, dan selainnya.
(2) Talak Bid'i: talak yang dijatuhkan suami pada istrinya dan istrinya dalam keadaan haid, atau bermasalah dalam pandangan syar'i.
2)   Dilihat dari segi boleh tidaknya suami rujuk dengan istrinya, maka talak dibagi menjadi dua, yaitu talak raj'i dan talak ba'in.
(1) Talak Raj'i: Talak yang dijatuhkan suami kepada istrinya (talak 1 dan 2) yang belum habis masa iddahnya. Dalam hal ini suami boleh rujuk pada istrinya kapan saja selama masa iddah istri belum habis.
(2) Talak Ba'in: Talak yang dijatuhkan suami pada istrinya yang telah habis masa iddahnya. Dalam hal ini, talak ba'in terbagi lagi pada 2 yaitu: talak ba'in sughra dan talak ba'in kubra.
Penjelasan :
1)   Talak ba'in sughra adalah talak yang dijatuhkan suami pada istrinya (talak 1 dan 2) yang telah habis masa iddahnya. suami boleh rujuk lagi dengan istrinya, tetapi dengan aqad dan mahar yang baru.
2)   Talak ba'in kubra adalah talak yang dijatuhkan suami pada istrinya bukan lagi talak 1 dan 2 tetapi telah talak 3. dalam hal ini, suami juga masih boleh kembali dengan istrinya, tetapi dengan catatan, setelah istrinya menikah dengan orang lain dan bercerai secara wajar. oleh karena itu nikah seseorang dengan mantan istri orang lain dengan maksud agar mereka bisa menikah kembali (muhallil) maka ia dilaknat oleh Rasulullah SAW. dalam salah satu haditsnya.
* Talak dua: pernyataan talak yang dijatuhkan sebanyak dua kali dan memungkinkan suami rujuk dengan istri sebelum selesai masa iddah
* Talak tiga: pernyataan talak yang bersifat final. Suami dan istri tidak boleh rujuk lagi, kecuali sang istri pernah dikawini oleh orang lain lalu diceraikan olehnya.

4.    Jelaskan pengertian khuluk dan fasakh ?
Pengertian Fasakh
Fasakh adalah pengajuan cerai oleh istri tanpa adanya kompensasi yang diberikan istri kepada suami, dalam kondisi di mana:
1)  Suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin selama enam bulan berturut-turut;
2)  Suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa ada kabar berita (meskipun terdapat kontroversi tentang batas waktunya);
3)  Suami tidak melunasi mahar (mas kawin) yang telah disebutkan dalam akad nikah, baik sebagian ataupun seluruhnya (sebelum terjadinya hubungan suamii istri); atau
4)  Adanya perlakuan buruk oleh suami seperti penganiayaan, penghinaan, dan tindakan-tindakan lain yang membahayakan keselamatan dan keamanan istri.
Jika gugatan tersebut dikabulkan oleh Hakim berdasarkan bukti-bukti dari pihak istri, maka Hakim berhak memutuskan (tafriq) hubungan perkawinan antara keduanya.

Pengertian Khulu’
Khulu’ adalah kesepakatan penceraian antara suami istri atas permintaan istri dengan imbalan sejumlah uang (harta) yang diserahkan kepada suami. Khulu' disebut dalam QS Al-Baqarah 2:229 :

229. Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya[144]. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.


Efek Hukum dari gugat cerai oleh istri baik Fasakh maupun Khulu’ adalah talak ba'in shughra (talak ba'in kecil).
1)      Efek hukum yang ditimbulkan oleh fasakh dan khulu’ adalah talak ba'in sughra, yaitu hilangnya hak rujuk pada suami selama masa ‘iddah. Artinya, apabila lelaki tersebut ingin kembali kepada mantan istrinya maka ia diharuskan melamar dan menikah kembali dengan perempuan tersebut. Sementara itu, istri wajib menunggu sampai masa ‘iddahnya berakhir apabila ingin menikah dengan laki-laki yang lain.

5.    Jelaskan pengertian dan macam-macam iddah ?
Pengertian iddah
1)   Iddah adalah masa tunggu bagi istri yang dicerai talak oleh suami atau karena gugat cerai oleh istri.
2)   Dalam masa iddah, seorang perempuan yang dicerai tidak boleh menikah dengan dengan siapapun sampai masa iddahnya habis atau selesai.
3)   Bagi istri yang ditalak raj'i (talak satu atau talak dua) maka suami boleh kembali ke istri (rujuk) selama masa iddah tanpa harus ada akad nikah baru.
4)   Sedangkan apabila suami ingin rujuk setelah masa iddah habis, maka harus ada akad nikah yang baru.


Macam-macam iddah
1)   Perempuan yang ditinggal mati suaminya, maka iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari, baik sang isteri sudah dicampuri (hubungan intim) atau belum (QS Al-Baqarah 2:234).
2)   Istri yang dicerai saat sedang hamil, maka masa iddahnya sampai melahirkan (QS At-Talaq 65:4).
3)   Istri yang ditalak tidak dalam keadaan hamil dan masih haid secara normal, maka masa iddahnya tiga kali haid yang sempurna(QS Al-Baqarah 2:228).
4)   Jika wanita yang dijatuhi talak itu masih kecil, belum mengeluarkan darah haid atau sudah lanjut usia yang sudah manopause (berhenti masa haid), maka iddahnya adalah tiga bulan (At-Thalaq 65:4).
5)   Wanita yang pernikahannya fasakh/dibatalkan dengan cara khulu’ atau selainnya, maka cukup baginya menahan diri selama satu kali haid.
6)   Wanita yang dicerai-talak sebelum ada hubungan intim, maka tidak ada masa iddah.
6.    Jelaskan hikmah perceraian, talaq, khuluk dan fasakh ?
Hikmah perceraian, talaq, khuluk dan fasakh :
1)   Sarana untuk memilih pasangan hidup lebih baik & harmonis
2)   Bentuk pengakuan islam akan realitas kehidupan & kondisi kejiwaan yang mungkin berubah dan berganti
3)      Salah satu obat sakit mental
4)   Menghindari suami yang tidak menjalankan kewajibannya dengan baik
5)   Memberi kebebasan untuk memilih sejauh yang dibolehkan oleh agama
6)   Menghindarkan diri dari kejahatan yang mungkin dilakukan oleh suami/istri.

7.    Sebutkan kewajiban suami pada masa iddah ?
Kewajiban suami pada masa iddah :
Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan kepada bekas istri (pasal 41 UU No. 1 1974). Ketentuan ini dimaksud agar bekas istri yang telah diceraikan suaminya jangan sampai menderita karena tidak mampu memenuhi kebutuhan kehidupannya. Dengan demikian apabila terjadi perceraian, suami mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu yang harus dipenuhi kepada bekas istrinya, kewajiban-kewajiban tersebut ialah:

1.  Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al dhukhul;
2.  Memberikan nafkah kepada bekas istri selama masa iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in atau nasyuz dan dalam keadaan tidak hamil.
3.  Melunasi mahar yang masih terutang dan apababila perkawinan itu qabla al dhukul mahar dibayar setengahnya;
4.  Memberikan biaya hadanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.

Bagi pegawai negeri sipil penentuan kewajiban untuk memberikan biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri, diatur tersendiri dalam PP No. 10 tahun 1983 yang telah diubah dengan PP No. 45 Tahun 1990 dimana pasal 8 ayat 1 menyebutkan “Apabila perceraian terjadi diatas kehendak pegawai negeri sipil saja, maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk kehidupan bekas istri dan anak-anaknya”

Untuk hak dan kewajiban seorang istri yang berada dalam masa iddah, khususnyatalak raj’i diantarannya ialah:
1.  Tidak boleh dipinang oleh laki-laki lain, baik secara terang-terangan maupun dengan cara sindiran. Namun bagi wanita yang ditinggal mati suaminya dikecualikan bahwa ia boleh dipinang dengan sindiran.
2.  Dilarang keluar rumah menurut jumhur ulama fikih selain mazhab Syafi’i apabila tidak ada keperluan mendesak, seperti untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Alasan yang digunakan ialah surah ath-Talaq ayat 1 yang artinya “janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali kalau mereka mengerjakan pekerjaan yang keji dan terang. Larangan ini juga dikuatkan dengan beberapa hadis Rasululullah SAW.
3.  Berhak untuk tetap tinggal dirumah suaminya selama menjalani masa iddah.
4.  Wanita yang derada dalam iddah talak raj’i terlebih lagi yang sedang hamil, berhak mendapatkan nafkah lahir dari suaminya. Bagi wanita yang ditinggal mati suaminya tenru tidak lagi mendapatkan apa-apa kecuali harta waris, namun berhak untuk tetap tinggal di rumah suaminya sampai berakhirnya masa iddah.
5.  Wanita tersebut wajib berihdad(iddah wanita yang ditinggal mati suaminya) yaitu tidak mempergunakan alat-alat kosmetik untuk mempercantik diri selama empt bulan sepuluh hari.
6.  Wanita yang berada dalam iddah talak raj’i ia berhak mendapatkan harta waris dari suaminya yang wafat, sedangkan wanita yang telah ditalak tiga tidak berhak mendapatkanya.


Sedangkan menurut Muhammad  Baqir Al-habsyi ada empat hak perempuan yang berada  dalam masa iddah:
1.  Perempuan dalam masa iddah akibat talak raj’i berhak menerima tempat tinggal dan nafkah mengingat bahwa statusnya masih sebagai istri yang sah dan karenanya tetap telah memiliki hak-hak sebagai istri. Kecuali ia dianggap nusyuz(melakukan hal-hal yang dianggap “durhaka”, yakni melanggar kewajiban taat kepada suaminya) maka ia tidak berhak apa-apa.
2.  Perempuan dalam masa iddah akibat talak ba’in (yakni yang tidak mungkin rujuk) apabila ia dalam keadaan mengandung, berhak juga atas tempat tinggal dan nafkah seperti di atas.

8.    Jelaskan pengertian dan hukum ruju`?
Pengertian ruju :
1)   Rujuk adalah bersatunya kembali seorang suami kepada istri yang telah dicerai sebelum habis masa menunggunya (iddah).
2)   Rujuk hanya boleh dilakukan di dalam masa ketika suami boleh rujuk kembali kepada isterinya (talaq raj’i), yakni di antara talak satu atau dua.
3)   Jika seorang suami rujuk dengan istrinya, tidak diperlukan adanya akad nikah yang baru karena akad yang lama belum seutuhnya terputus.
Hukum ruju :
Pada dasarnya hukum rujuk adalah boleh atau jaiz, kemudian hukum rujuk dapat berkembang menjadi berbeda tergantung dari kondisi suami istri yang sedang dalam perceraian. Dan perubahan hukum rujuk dapat menjadi sebagai berikut :
1)   Wajib, yaitu khusus bagi laki-laki yang beristri lebih dari satu dan apabila pernyataan cerai (talak) itu dijatuhkan sebelum gilirannya disempurnakan. Maksudnya adalah, seorang suami harus menyelesaikan hak-hak istri-istrinya sebelum ia menceraikannya. Apabila belum terlaksana, maka ia wajib merujuk kembali isrinya.
2)   Sunnah, yaitu apabila rujuk itu lebih bermanfaat dibanding meneruskan perceraian.
3)   Makruh, yaitu apabila dimungkinkan dengan meneruskan perceraian lebih bermanfaat dibanding mereka rujuk kembali.
4)   Haram, yaitu apabila dengan adanya rujuk si istri semakin menderita.
9.    Jelaskan syarat dan rukun ruju` ?
Syarat ruju :
Ada beberapa syarat yang menjadikan rujuk sah:
1)   Istri yang ditalak telah disetubuhi sebelumnya. Jika suami menceraikan (talak)) istrinya yang belum pernah disetubuhi, maka suami tersebut tidak berhak untuk merujuknya. Ini adalah persetujuan (ijma) para ulama‟.
2)   Talak yang dijatuhkan bukan merupakan talak tiga (talak raj‟i).
3)   Talak yang terjadi tanpa tebusan. Jika dengan tebusan, maka istri menjadi talak bain atau tidak dapat merujuk lagi istrinya.
4)   Rujuk dilakukan pada masa menunggu atau masa iddah dari sebuah pernikahan yang sah. Jika masa menunggu (iddah) istri telah habis, maka suami tidak berhak untuk merujuknya. Ini adalah kesepakatan (ijma) para ulama fiqih.
Rukun ruju :
1)   Istri, keadaannya disyaratkan sebagai berikut  : istri telah dicampuri atau disetubuhi (ba’da dukhul), dan seorang istri yang akan dirujuknya, ditalak dengan talak raj’i, yakni talak dimana seorang suami dapat meminta istrinya kembali dan syarat selanjutnya adalah istri tersebut masih dalam masa menunggu (iddah).
2)   Suami, disyaratkan karena kemauannya sendiri bukan karena dipaksa, Islam dan sehat akal.
3)   Adanya saksi.
4)   Adanya sighat atau lafadz atau ucapan rujuk yang dapat dimengerti dan tidak ambigu. yaitu ada dua cara :
(1)     Secara terang-terangan, misalnya : “Saya rujuk kepadamu”.
(2)     Secara sindiran, seperti kata suami  : “Aku ingin tidur lagi denganmu”. Perkataan ini disyaratkan dengan kalimat tunai, dalam arti, tidak digantungkan dengan sesuatu, misalnya saya rujuk kepadamu jika bapakmu mu  Rujuk dengan kalimat seperti di atas hukumnya tidak sah

10.    Jelaskan hikmah ruju` ?
Hikmah ruju  :
1) Dapat menyambung semula hubungan suami isteri untuk kepentingan kerukunan numah tangga
2) Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah berlaku perceraian.
3) Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah berlaku perceraian.



Ingin Mendapatkan Materi ini? Silahkan Download melalui Link dibawah ini:



3 Komentar untuk "MATERI FIQIH KELAS 11 : PERNIKAHAN DALAM ISLAM"

  1. GG lah... Makasih yaa.. udah ada yang bikin kek ginian.. terbantu belajar gua

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah.. terima kasih telah berkunjung..

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

Tinggalkan komentar terbaik Anda...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel