MATERI FIQIH KELAS 11 : HUKUM WARIS DALAM ISLAM

HUKUM FAROID (ILMU MAWARIS)



1.    Jelaskan pengertian dan hukum ilmu mewarisi ?
Pengertian dan hukum ilmu mewarisi :
1)   Dalam literatur fiqh Islam, kewarisan (al-muwarits kata tunggalnya al-mirats ) lazim juga disebut dengan fara’idh, yaitu jamak dari kata faridhah diambil dari kata fardh yang bermakna “ ketentuan atau takdir “. Al-fardh dalam terminology syar’i ialah bagian yang telah ditentukan untuk ahli waris.
2)   Hukum kewarisan Islam adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkenaan dengan peralihan hak dan kewajiban atas harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal dunia kepada ahli warisnya.
3)   Di dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 (a) menyatakan bahwa hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.

Rukun Warisan :
1)   Al-Muwaris, ialah orang yang meninggal dunia
2)   Ahli waris, ialah orang yang akan mewarisi harta peninggalan si mati.
3)   Mauruts, adalah harta peninggalan si mati setelah dipotong biaya pengurusan mayit, melunasi hutangnya, dan melaksanakan wasiatnya yang tidak lebih dari sepertiga.


2.    Jelaskan tujuan dan kedudukan ilmu mewarisi ?
Tujuan ilmu mewarisi :
1)   Tujuan ilmu mawaris yaitu agar kaum muslimin bertanggung jawab dalam melaksanakan syariat Islam bidang pembagian harta warisan, supaya dapat memberikan solusi terhadap pembagian harta warisan yang sesuai dengan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, agar terhindar dari pembagian yang salah (menurut kepentingan pribadi) bagi umat Islam, segala persoalan hidup manusia baik yang berhubungan dengan Allah dan yang terkait dengan manusia lainnya adalah diatur di dalam syariat Islam.
2)   Di samping hal-hal tersebut di atas, tujuan ilmu mawaris adalah untuk menyelamatkan harta benda si mayit agar terhindar dari pengambilan harta orang-orang yang berhak menerimanya dan jangan ada orang-orang makan harta hak milik orang lain, dan hak milik anak yatim dengan jalan yang tidak halal. Inilah yang dimaksud Allah dengan Firman-Nya ( Q.S. al-Baqarah /2 : 188 ) :
Ÿ
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui. ( Q.S. al-Baqarah /2 : 188 ) 

Kedudukan ilmu mewarisi :
Kedudukan ilmu mawaris itu dimana-mana sudah hampir hilang, orang-orang yang mempunyai ilmu ilmu ini hampir sudah tidak ada dan pembagian harta waris yang diatur menurut syari’at Islam itu sudah tidak banyak dilaksanakan oleh umat Islam sendiri. Kalau ada orang yang mati meninggalkan harta pusaka, tidak segera dibagikan kepada yang berhak menerimanya, sehingga akhirnya harta itu habis tidak dibagi.

Rasulullah SAW. 14 abad yang lalu sudah mensinyalir keadaan yang demikian, sehingga beliau sangat menekankan kaum muslimin untuk mempelajari ilmu faraidh, karena ilmu ini lama-lama akan lenyap, yakni orang-orang menjadi malas untuk melaksanakan pembagian harta pusaka menurut semestinya, yang diatur oleh hukum Islam.
Nabi Muhammad SAW menganggap pentingnya ilmu faraidh ini dan mengkhawatirkan kalau ilmu faraidh ini akan terlupakan.  Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :

عَنْ اَبِى هُرَيِرَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهُ اَنَّ النَّبِيَ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَعَلَّمُوا الْفَرَايِضَ وَعَلِّمُوْهَا فَاِنَّهَا نِصْفُ الْعِلْمِ وَهُوَيُنْسَىوَهُوَ اَوَّلُ سَيْئٍ يُرْفَعُ مِنْ اُمَّتِى (رواه ابن ماجة والدرقطنى)

“Dari Abi Hurairah R.A bahwasannya Nabi Muhammad SAW bersabda  belajarlah ilmu faraidh dan ajarkanlah kepada manusia maka sesungguhnya (ilmu) faraidh adalah separoh ilmu agama dan ia akan dilupakan (oleh manusia) dan merupakan ilmu yang pertama diambil dari ummatku (HR. Ibnu Majah dan Daruqutni)

Hukum Membagi Harta Warisan
Hukum membagi harta warisan itu fardhu kifayah, Para ulama berpendapat bahwa mempelajari dan mengajarkan fiqh mawaris adalah wajib kifayah. Artinya kewajiban yang apabila telah ada sebagian orang yang memenuhinya, dapat menggugurkan kewajiban semua orang. Tetapi apabila tidak ada seorang pun yang menjalani  kewajiban itu, maka semua orang menanggung dosa.

Beberapa Istilah dalam Fiqh Mawaris yang berkaitan dengan ilmu faraidh antara lain :
1)   Waris, adalah ahli waris yang berhak menerima warisan. Ada ahli waris yang dekat hubungan kekerabatannya tetapi tidak menerima warisan, dalam fiqih ahli waris semacam ini disebut dzawil  arham.  Waris bisa timbul karena hubungan darah, karena hubungan perkawinan dan karena akibat memerdekakan hamba.
2)   Muwaris, artinya orang yang mewarisi harta peninggalannya, yaitu orang yang meninggal dunia, baik meninggal secara hakiki atau secara taqdiry (perkiraan), atau melalui keputusan hakim.  Seperti orang yang hilang (al mafqud) dan tidak diketahui kabar berita dan domisilinya. Setelah melalui persaksian atau tenggang waktu tertentu hakim memutuskan bahwa ia telah dinyatakan meninggal dunia.
3)   Al Irs, artinya harta warisan yang siap dibagi oleh ahli waris sesudah diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah (tajhiz al janazah), pelunasan utang, serta pelaksanaan wasiat.
4)   Warasah,yaitu harta warisan  yang telah diterima oleh ahli waris. Ini berbeda dengan harta pusaka yang di beberapa daerah tertentu tidak bisa dibagi, karena menjadi milik kolektif semua ahli waris.
5)   Tirkah, yaitu semua harta peninggalan orang yang meninggal dunia sebelum diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah, pembayaran utang, dan pelaksanaan wasiat.

Sebelum dilaksanakan pembagian warisan, terlebih dahulu harus dilaksanakan beberapa hak yang ada sangkut pautnya dengan harta peninggalan itu.
Hak-hak yang harus diselesaikan dan harus dibayar adalah :
1)    Zakat; apabila telah sampai saatnyauntuk mengeluarkan zakatnya, maka dikeluarkan untuk itu terlebih dahulu.
2)    Belanja; yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan dan pengurusan jenazah, seperti halnya untuk membeli kain kafan, upah penggali kuburan dan lain sebagainya.
3)    Hutang; jika mayat itu meninggalkan hutang, maka hutangnya mesti dibayar terlebih dahulu.
4)    Wasiat; jika mayat meninggalkan pesan (wasiat), agar sebagaian dari harta peninggalannya diberikan kepada seseorang, maka wasiat inipun harus dilaksanakan.
Apabila keempat macam hak tersebut di atas ( zakat, biaya penguburan, hutang dan wasiat ), sudah diselesaikan semua, maka harta warisan yang selebihnya dapat dibagi-bagikan kepada ahli yang berhak menerimanya.

3.    Jelaskan sebab-sebab waris mewarisi?
Sebab-sebab waris mewarisi ada 4 macam yaitu :
1)    Sebab nasab (hubungan keluarga).
Hubungan keluarga di sini yang disebut dengan nasab hakikiartinya hubungan darah atau hubungan kerabat, baik dari garis atas atau leluhur si mayit (Ushul), garis keturunan (Furu’) maupun hubungan kekerabatan garis menyamping (Hawasyi) baik laki-laki maupun perempuan. Misalnya seorang anak akan memperoleh harta warisan dari bapak, dan sebaliknya, seseorang akan memperoleh harta warisan dari saudaranya, dll. Sebagaimana firman Allah SWT (QS. An-Nisa’ : 7) :
  
7. bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.

2)  Sebab pernikahan yang sah.
Pernikahan yang sah yakni hubungan suami istri yang diikat oleh adanya akad nikah. Dari sebab inilah lahirlah istilah-istilah dalam ilmu faraidh, seperti : Dzawil furudh, Ashobah, Furudz Al Muqadzarah. Firman Allah  (QS. An-Nisa’ : 12)  :
12. dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)[274]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.

[274] Memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakan-tindakan seperti: a. Mewasiatkan lebih dari sepertiga harta pusaka. b. Berwasiat dengan maksud mengurangi harta warisan. Sekalipun kurang dari sepertiga bila ada niat mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan.

3)  Sebab wala’ (الولاء) atau sebab jalan memerdekakan budak.
Tuan yang memerdekakan hamba sahayanya apabila hamba sahaya yang dimerdekakan itu mati, maka tuan itu berhak menerima harta pusaka atau warisan peninggalan hamba sahaya itu. Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya hak menerima harta pusaka itu bagi orang yang memerdekakan(H.R. Bukhari Muslim)

4)  Sebab kesamaan agama (اتحاد الدين).
Kesamaan agama yaitu apabila ada orang Islam yang meninggal dunia sedangkan ia tidak mempunyai ahli waris (baik sebab nasab, nikah maupun wala’) maka harta warisan peninggalannya diserahkan kepada baitul mal untuk umat Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
“Saya adalah ahli waris bagi orang yang tidak mempunyai ahli waris”  (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Rasulullah SAW. terang tidak menerima harta pusaka untuk diri beliau sendiri, hanya beliau menerima warisan seperti itu untuk dipergunakan semata-mata untuk kemaslahatan umat Islam.

4.    Jelaskan halangan waris mewarisi ?
Halangan waris mewarisi :
Yang dimaksud terhalang di sini adalah Ahli waris baik laki-laki maupun perempuan yang semestinya mendapatkan harta warisan tetapi terhalang karena adanya sebab-sebab tertentu. Orang tersebut disebut orang yang terhalang(Mamnu’ul Irtsy) atau disebut terhalang karena adanya sifat tertentu (Mahjub bil Washfi).

Ahli waris menjadi gugur haknya untuk mendapatkan harta warisan disebabkan karena  sebagai berikut:
1)   Pembunuh
Orang yang membunuh kerabat keluarganya tidak berhak mendapatkan harta warisan dari yang terbunuh. Sabda Nabi Muhammad SAW :
Tidak berhak mendapatkan harta warisan sedikitpun seorang yang membunuh”.
Mengenai masalah ini, ada perbedaan pendapat :
(1)   Segolongan kecil berpendapat, bahwa si pembunuh tetap mendapatkan warisn selaku, selaku ahli wais.
(2)   Kemudian golongan lain memisahkan sifat pembunuhan itu, yaitu pembunuhan yang disengaja dan yang tersalah. Siapa yang melakukan pembunuhan dengan sengaja, dia tidak mendapat warisan sama sekali. Siapa yang melakukan pembunuhan tersalah, dia tetap mendapat warisan. Pendapat ini dianut oleh Malik bin Anas dan pengikut-pengikutnya.
Yang menjadi pangkal pokok perbedaan pendapat mengenai hal ini ialah, disebabkan suatu pertimbangan tentang kepentingan umum. Menurut kepentingan umum, sudah sepantasnya si pembunuh itu tidak mendapatkan warisan, supaya jangan sampai terjadi pembunuhan-pembunuhan, karena mengharapkan harta warisan. Demikian penemikian pendapat sebagaian besar ulama. 

2)   Budak (Hamba Sahaya)
Seorang yang menjadi budak tidak berhak untuk mendapatkan harta warisan dari tuannya, dan juga tuannya tidak berhak untuk mendapatkan harta warisan dari budaknya. Sebagaimana firman Allah SWT ”.  (QS. An-Nahl: 75):
ƒ   
75. Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang Kami beri rezki yang baik dari Kami, lalu Dia menafkahkan sebagian dari rezki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, Adakah mereka itu sama? segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui[833].

[833] Maksud dari perumpamaan ini ialah untuk membantah orang-orang musyrikin yang menyamakan Tuhan yang memberi rezki dengan berhala-berhala yang tidak berdaya.

3)   Orang murtad.
Murtad artinya keluar dari agama Islam. Orang murtad tidak berhak mendapat warisan dari keluarganya yang beragama Islam. Demikian juga sebaliknya.

4)   Perbedaan Agama
Orang Islam tidak dapat mewarisi harta warisan dari orang kafir meskipun masih kerabat keluarganya. Demikian juga sebaliknya sebagaimana Sabda Rasulullah:
“Orang Islam tidak bisa mendapatkan harta warisan dari orang kafir, dan orang kafir tidak bisa mendapatkan harta warisan dari Orang Islam (HR. Bukhari Muslim)

Ada beberapa ahli waris yang tidak bisa terhalangi haknya meskipun semua ahli waris itu ada. Mereka itu adalah :
1)   Anak laki-laki
2)   Anak perempuan
3)   Bapak
4)   Ibu
5)   Suami atau isteri

5.    Jelaskan macam-macam ahli waris dan bagiannya ?
Macam-macam ahli waris dan bagiannya :
a.   Klasifikasi Ahli Waris
Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima bagian dari harta warisan. Ahli waris tersebut adalah baik laki-laki mapun perempuan, baik yang mendapatkan bagian tertentu (Dzawil Furudh), maupun yang mendapatkan sisa (Ashabah), dan yang terhalang (Mahjub) maupun yang tidak. Ditinjau dari sebab-sebab seseorang menjadi ahli waris, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1)        Ahli waris Sababiyah
Yaitu orang yang berhak menerima bagian harta warisan karena hubungan perkawinan dengan orang yang meninggal yaitu suami atau istri.

2)    Ahli waris Nasabiyah
Yaitu orang yang berhak menerima bagian harta warisan karena hubungan nasab atau  pertalian darah dengan orang yang meninggal. Ahli waris nasabiyah ini dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
a)  Ushulul Mayyit, yang terdiri dari bapak, ibu, kakek, nenek, dan seterusnya ke atas (garis keturunan ke atas).
b)  Al Furu’ul Mayyit, yaitu anak, cucu, dan seterusnya sampai ke bawah (garis keturunan ke bawah).
c)  Al Hawasyis, yaitu saudara paman, bibi, serta anak-anak mereka (garis keturunan ke samping) Dari segi jenis kelamin, ahli waris, dibagi menjadi ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan.

Yang termasuk ahli waris laki-laki ada lima belas orang, yaitu:
1)        Suami
2)        anak laki-laki
3)        cucu laki-laki
4)        bapak
5)        kakek dari bapak sampai ke atas  
6)        saudara laki-laki kandung
7)        saudara laki-laki seayah
8)        saudara laki-laki seibu
9)        anak laki-laki saudara laki-laki sekandung 
10)    anak laki-laki saudara laki-laki seayah    
11)    paman sekandung dengan bapak
12)    paman seayah dengan bapak
13)    anak laki-laki paman sekandung dengan bapak
14)    anak laki-laki paman seayah dengan bapak
15)    orang yang memerdekakan

Jika semua ahli waris laki-laki di atas ada semua, maka yang mendapat warisan adalah suami, anak laki-laki, dan bapak, sedangkan yang lain terhalang
Adapun ahli waris perempuan ada 10 orang, yaitu :
1)        Istri
2)        Anak perempuan
3)        Cucu perempuan dari anak laki-laki
4)        Ibu
5)        Nenek dari ibu 
6)        Nenek dari bapak
7)        Saudara perempuan kandung
8)        Saudara perempuan seayah 
9)        Saudara perempuan seibu 
10)    Orang perempuan yang memerdekakan

Jika ahli waris perempuan ini semua ada, maka yang mendapat bagian harta warisan adalah : istri, anak perempuan, ibu, cucu perempuan dari anak laki-laki dan saudara perempuan kandung.

Selanjutnya, jika seluruh ahli waris ada baik laki-laki maupun perempuan yang mendapat bagian adalah :
1)   Suami/istri,
2)   Bapak/ibu,
3)   anak laki-laki.
4)   anak perempuan.

b.  Furudhul Muqadzarah
Furudzul Muqaddarah adalah bagian-bagian tertentu yang telah ditetapkan Al-Qur’an bagi ahli waris tertentu juga. Bagian tertentu tersebut menurut Al-Qur’an adalah:
1)      Bagian 1/2
2)      Bagian 1/4
3)      Bagian 1/8
4)      Bagian 1/3
5)      Bagian 2/3
6)      Bagian 1/6

c.  Dzawil Furudz
Dzawil Furudh adalah orang-orang dari ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu sebagaimana tersebut di atas, disebut juga Ashabul Furudh.
Adapun bagian-bagian tertentu tersebut menurut Al-Qur’an  adalah :
1)    Ahli waris yang mendapat bagian ½, ada lima ahli waris sebagai berikut :
a)  Anak perempuan (tunggal), dan jika tidak ada anak laki-laki.
Berdasarkan firman Allah :
   “jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh 1/2 harta” (QS. An Nisa/4 : 11)
b)  Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki selama tidak ada :
1)    anak laki-laki;
2)    cucu laki-laki dari anak laki-laki;
c)  Saudara perempuan kandung tunggal, jika tidak ada :
1)    Anak laki-laki atau anak perempuan;
2)    Cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki;
3)    Bapak;
4)    Kakek ( bapak dari bapak );
5)    Saudara laki-laki sekandung.
Firman Allah SWT :
”Jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya”. (Q.S. An-Nisa’/4 :176 )

d)    Saudara perempuan seayah tunggal, dan jika tidak ada :
1)    Anak laki-laki atau anak perempuan;
2)    Cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki;
3)    Bapak;
4)    Kakek ( bapak dari bapak );
5)    Saudara perempuan sekandung.
6)    saudara laki-laki sebapak.
Firman Allah SWT :
“Dan bagi orang yang meninggalkan saudara perempuan maka ia mendapat bagian 1/2 dari harta warisan”. (QS. An Nisa/4: 175) .

e)    Suami,  jika tidak ada :
1)    anak laki-laki atau perempuan
2)    cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.
Firman Allah SWT :
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak”(Q.S. An-Nisa’/4 :12 )

2)  Ahli waris yang mendapat bagian 1/4
a)  Suami, jika ada :
1)  anak laki-laki atau perempuan
2)  cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki
Firman Allah SWT :
“Apabila istri-istri kamu itu mempunyai anak maka kamu memperoleh seperempat harta yang ditinggalkan” (Q.S, an-Nisa/4 : 12)

b)  Istri (seorang atau lebih), jika ada :
1)  anak laki-laki atau perempuan
2)  cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.
Firman Allah SWT :
“Dan bagi istri-istrimu mendapat seperempat dari harta yang kamu tinggalkan apabila kamu tidak meninggalkan anak”. (Q.S. An-Nisa’/4: 12)

3)  Ahli waris yang mendapat bagian 1/8
Ahli waris yang mendapat bagian 1//8 adalah istri baik seorang atau lebih, jika ada :
(1)     anak laki-laki atau perempuan
(2)     cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.
Firman Allah SWT :
“Apabila kamu mempunyai anak, maka untuk istri-istrimu itu seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan “. (Q.S.An-Nisa’/4 : 12)

4)  Ahli waris yang mendapat bagian 2/3
Dua pertega ( 2/3) dari harta pusaka  menjadi bagian empat orang :
a)    Dua orang anak perempuan atau lebih jika mereka tidak mempunyai saudara laki-laki.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
“Jika anak itu semua perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan”.(Q.S. An-Nisa’ /4 : 11 )
b)  Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki jika tidak ada anak perempuan atau cucu laki-laki dari anak laki-laki.
c)  Dua orang saudara perempuan kandung atau lebih, jika tidak ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki atau saudarai laki-laki kandung.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
“Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkannya oleh yang meninggal”.(Q.S. An-Nisa’/4 : 176 )
d) Dua orang perempuan seayah atau lebih, jika tidak ada anak atau cucu dari anak laki-laki dan saudara laki-laki seayah.

5)  Ahli waris yang mendapat bagian 1/3
a)  Ibu, jika yang meninggal tidak memiliki anak atau cucu dari anak laki-laki atau saudara-saudara.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam”. (QS. An Nisa : 11).
b)  Dua orang saudara atau lebih baik laki-laki atau perempuan yang seibu.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
“Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari satu orang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu”. (Q.S. An-Nisa’/4 : 12

6)  Ahli waris yang mendapat bagian 1/6.
Bagian seperenam (1/6) dari harta pusaka menjadi milik tujuh orang :
a)  Ibu, jika yang meninggal itu mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki atau dua orang atau lebih dari saudara laki-laki atau perempuan.
b)  Bapak, bila yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
“Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak”.( Q.S An-Nisa’/4 : 11 ) 
c)  Nenek (Ibu dari ibu atau ibu dari bapak), bila tidak ada ibu.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
“Bahwasanya Nabi SAW. telah memberikan bagian seperenam kepada nenek, jika tidak terdapat (yang menghalanginya), yaitu ibu”.(H.R. Abu Dawud dan Nasa’i )
d) Cucu perempuan dari anak laki-laki, seorang atau lebih, jika bersama-sama  seorang anak perempuan .
Sabda Nabi Muhammad SAW :
“ Nabi SAW. telah menetapkan seperenam bagian untuk cucu perempuan dari anak laki-laki, jika bersama dengan anak perempuan”. (H.R. Bukhari ).
e)  Kakek, jika yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki, dan tidak ada bapak.
f)  Seorang saudara seibu (laki-laki atau perempuan),  jika yang meninggal tidak mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki dan bapak.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
“ Tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki seibu saja, atau saudara perempuan seibu saja, maka bagi masing-masing kedua saudara ibu seperenam harta”. ( Q.S. An-Nisa’/4 : 12 )
g)  Saudara perempuan seayah seorang atau lebih, jika yang meninggal dunia mempunyai saudara perempuan sekandung dan tidak ada saudara laki-laki sebapak.

Ahli waris yang tergolong dzawil furudz dan kemungkinan bagian masing-masing adalah sebagai berikut :
1)  Bapak mempunyai tiga kemungkinan;
a)  1/6 jika bersama anak laki-laki.
b)  1/6 dan ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
c)  ashabah jika tidak ada anak.
2)  Kakek (bapak dari bapak) mempunyai 4 kemungkinan
a)  1/6 jika bersama anak laki-laki atau perempuan
b)  1/6 dan ashabah  jika bersama anak laki-laki atau perempuan
c)  Ashabah ketika tidak ada anak atau bapak.
d)  Mahjub atau terhalang jika ada bapak.
3)  Suami mempunyai dua kemungkinan;
a)  1/2 jika yang meninggal tidak mempunyai anak.
b)  1/4 jika yang meninggal mempunyai anak.
4)  Anak perempuan mempunyai tiga kemungkinan;
a)  1/2 jika seorang saja dan tidak ada anak laki-laki.
b)  2/3 jika dua orang atau lebih dan jika tidak ada anak laki-laki.
c)  menjadi ashabah, jika bersamanya ada anak laki-laki.
5)  Cucu perempuan dari anak laki-laki  mempunyai 5 kemungkinan;
a)  1/2 jika seorang saja dan tidak ada anak dan cucu laki-laki dari anak laki-laki.
b)  2/3 jika cucu perempuan itu dua orang atau lebih dan tidak ada anak dan cucu laki-laki dari anak laki-laki.
c)  1/6 jika bersamanya ada seorang anak perempuan dan tidak ada anak laki-laki dan cucu laki-laki dari anak laki-laki.
d) Menjadi ashabah jika bersamanya ada cucu laki-laki.
e)  Mahjub/terhalang oleh dua orang anak perempuan atau anak laki-laki.
6)  Istri mempunyai dua kemungkinan;
a)  1/4 jika yang meninggal tidak mempunyai anak.
b)  1/8 jika yang meninggal mempunyai anak.
7)  Ibu mempunyai tiga kemungkinan;
a)  1/6 jika yang meninggal mempunyai anak.
b)  1/3 jika yang meninggal tidak mempunyai anak atau dua orang saudara.
c)  1/3 dari sisa ketika ahli warisnya terdiri dari suami, Ibu dan bapak, atau istri, ibu dan bapak.
8)  Saudara perempuan kandung mempunyai lima kemungkinan
a)  1/2 kalau ia seorang saja.
b)  2/8 jika dua orang atau lebih.
c)  Ashabah kalau bersama anak perempuan.
d) Mahjub/tertutup jika ada ayah atau anak laki-laki atau cucu laki-laki.
9)  Saudara perempuan seayah mempunyai tujuh kemungkinan
a)  1/2 jika ia seorang saja.
b)  2/3 jika dua orang atau lebih.
c)  Ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan.
d)  1/6 jika bersama saudara perempuan sekandung.
e)  Mahjub/terhalang oleh ayah atau anak laki-laki, atau cucu laki-laki atau saudara laki-laki kandung atau saudara kandung yang menjadi ashabah.
10)  Saudara perempuan atau laki-laki seibu mempunyai tiga kemungkinan.
a)  1/6 jika seorang, baik laki-laki atau perempuan.
b)  1/3 jika ada dua orang atau lebih baik laki-laki atau permpuan.
c)  Mahjub/terhalang oleh anak laki-laki atau perempuan, cucu laki-laki, ayah atau nenek laki-laki.
11)  Nenek (ibu dari ibu) mempunyai dua kemungkinan
a)  1/6 jika seorang atau lebih dan tidak ada ibu.
b)  Mahjub/terhalang oleh ibu.

d.  ’Ashabah
1)  Menurut bahasa ashabah adalah bentuk jamak dari ”Ashib” yang artinya mengikat, menguatkan hubungan kerabat/nasab.
2)  Menurut syara’ ’ashabah adalah ahli waris yang bagiannya tidak ditetapkan tetapi bisa mendapat semua harta atau sisa harta setelah harta dibagi kepada ahli waris dzawil furudz.
3)  Ahli waris yang menjadi ’ashabah kemungkinan mendapat seluruh harta, karena tidak ada ahli waris dzawil furudh, akan mendapat sebagaian sisa ketika ia bersama ahli waris dzawil furudh, atau bahkan tidak mendapatkan sisa sama sekali karena sudah habis dibagikan kepada ahli waris dzawil furudh.

Di dalam istilah ilmu faraidh, macam-macam ‘ashabah ada tiga yaitu :
1)  ‘Ashabah Binnafsi yaitu menjadi ‘ashabah dengan sebab sendirinya, tanpa disebabkan oleh orang lain. Ahli waris yang termasuk ashabah binnafsi adalah :
a)  Anak laki-laki
b)  Cucu laki-laki
c)  Ayah
d)  Kakek
e)  Saudara kandung laki-laki
f)  Sudara seayah laki-laki
g)  Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
h)  Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
i)   Paman kandung
j)   Paman seayah
k)  Anak laki-laki paman kandung
l)   Anak laki-laki paman seayah
m) Laki-laki yang memerdekakan budak

Apabila semua ‘ashabah-‘ashabah ada, maka tidak semua ‘ashabah mendapat bagian, akan tetapi harus didahulukan orang-orang ( ‘ashabah-‘ashabah) yang lebih dekat pertaliannya dengan orang yang meninggal itu. Jadi, penentuannya diatur menurut nomor urut yang tersebut di atas.

Jika ahli waris yang ditinggalkan terdiri dari anak laki-laki dan anak perempuan, maka mereka mengambil semua harta ataupun semua sisa. Cara pembagiannya ialah, untuk anak laki-laki mendapat dua kali lipat bagian anak perempuan.
Firman Allah dalam al-Qur’an :
“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan”. (Q.S.An-Nisa’/4 : 11)

2)  ‘Ashabah Bilgha’ir yaitu anak perempuan, cucu peremuan, saudara perempuan seayah, yang menjadi ashabah jika bersama saudara laki-laki mereka masing-masing ( ‘Ashabah dengan sebab terbawa oleh laki-laki yang setingkat ).
Prempuan yang menjadi ‘ashabah dengan sebab orang lain adalah :
a)  Anak laki-laki dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah dengan ketentuan, bahwa untuk laki-laki mendapat bagian dua kali lipat bagian perempuan.
b)  Cucu laki-laki dari anak laki-laki, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah.
c)  Saudara laki-laki sekandung, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah.
d)  Saudara laki-laki sebapak, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah.

Jika ahli waris yang ditinggalkan dua orang saudara atau lebih, maka cara membaginya ialah, untuk saudara laki-laki dua kali lipat saudara perempuan.
Allah berfirman adalam al-Qur’an :
“Jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan”. (.Q.S, An-Nisa’ /4 : 176 )

3)  ‘Ashabah Ma’algha’ir ( ‘ashabah bersama orang lain ) yaitu ahli waris perempuan yang menjadi ashabah dengan adanya ahli waris perempuan lain. Mereka adalah :
a)  Saudara perempuan sekandung menjadi ashabah bersama dengan anak perempuan (seorang atau lebih) atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
b)  Saudara perempuan seayah menjadi ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan (seorang atau lebih) dari anak laki-laki.

e.  Hijab
Hijab adalah penghapusan hak waris seseorang, baik penghapusan sama sekali ataupun pengurangan bagian harta warisan karena ada ahli waris yang lebih dekat pertaliaannya ( hubungannya ) dengan orang yang meninggal.
Oleh karena itu hijab ada dua macam :
1)  (hijab hirman) yaitu penghapusan seluruh bagian , karena ada ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan orang yang meninggal itu. Contoh cucu laki-laki dari anak laki-laki, tidak mendapat bagian selama ada anak laki-laki.
2)  (hijab nuqshon) yaitu pengurangan bagian dari harta warisan, karena ada ahli waris lain yang bersama-sama dengan dia. Contoh : ibu mendapat 1/3 bagian, tetapi yang meninggal itu mempunyai anak atau cucu atau beberapa saudara, maka bagian ibu berubah menjadi 1/6.

Dengan demikian ada ahli waris yang terhalang (tidak mendapat bagian) yang disebut (mahjub hirman), ada ahli waris yang hanya bergeser atau berkurang bagiannya yang disebut  (mahjub nuqshan) Ahli waris  yang terakhir ini tidak akan terhalang meskipun semua ahli waris ada, mereka tetap akan mendapat bagian harta warisan meskipun dapat berkurang. Mereka adalah ahli waris dekat yang disebut  (Al Aqrabun) mereka terdiri dari : Suami atau istri, Anak laki-laki dan anak perempuan, Ayah dan ibu.

Ahli waris yang terhalang :

Berikut di bawah ini ahli waris yang terhijab atau terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan yang meninggal adalah :
1)  Kakek (ayah dari ayah) terhijab/terhalang oleh ayah. Jika ayah masih hidup maka kakek tidak mendapat bagian.
2)  Nenek (ibu dari ibu) terhijab /terhalang oleh ibu
3)  Nenek dari ayah, terhijab/terhalang oleh ayah dan juga oleh ibu
4)  Cucu dari anak laki-laki terhijab/terhalang oleh anak laki-laki
5)  Saudara kandung laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki
b)  cucu laki-laki dari anak laki-laki
c)  ayah
6)  Saudara kandung perempuan terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki
b)  ayah
7)  Saudara ayah laki-laki dan perempuan terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki
b)  anak laki-laki dan anak laki-laki
c)  ayah
d)  saudara kandung laki-laki
e)  saudara kandung perempuan
f)     anak perempuan
g)  cucu perempuan
8)  Saudara seibu laki-laki / perempuan terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki atau perempuan
b)  cucu laki-laki  atau perempuan
c)  ayah
d)  kakek
9)  Anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki
b)  cucu laki-laki
c)  ayah
d)  kakek
e)  saudara kandung laki-laki
f)     saudara seayah laki-laki
10)  Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki
b)  cucu laki-laki
c)  ayah
d)  kakek
e)  saudara kandung laki-laki
f)  saudara seayah laki-laki
11)  Paman (saudara laki-laki sekandung ayah) terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki
b)  cucu laki-laki
c)              ayah
d)  kakek
e)  saudara kandung laki-laki
f)  saudara seayah laki-laki
12)  Paman (saudara laki-laki sebapak ayah) terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki
b)  cucu laki-laki
c)  ayah
d)  kakek
e)  saudara kandung laki-laki
f)  saudara seayah laki-laki
13)  Anak laki-laki paman sekandung terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki
b)  cucu laki-laki
c)  ayah
d)  kakek
e)  saudara kandung laki-laki
f)   saudara seayah laki-laki
14)  Anak laki-laki paman seayah terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki
b)  cucu laki-laki
c)  ayah
d)  kakek
e)  saudara kandung laki-laki
f)  saudara seayah laki-laki
15)  Cucu perempuan dari anak laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki
b)  dua orang perempuan jika cucu perempuan tersebut tidak bersaudara laki-laki yang menjadikan dia sebagai ashabah



Menentukan bagian dan pendapatan ahli waris :
Untuk menentukan ahli waris yang mendapatkan harta warisan, maka harus diketahui siapa ahli waris yang terhalang (terhijab), siapa yang mendapat bagian tertentu, siapa yang menjadi ashabah, berapa KPK/AM nya.         
Contoh 1
Seseorang meninggal dunia, meninggalkan ahli waris yang terdiri atas suami, bapak, dan seorang anak perempuan. Harta warisan yang harus dibagikan adalah uang sejumlah Rp. 20.000.000,00. Hitunglah bagian masing-masing ahli waris :

Langkah 1
Ahli Waris
Bagian
Keterangan
Suami
1/4
Karena ada anak
Anak Perempuan
1/2
Karena tunggal
Bapak
Ashabah
Karena tidak ada anak laki-laki


KPK/Asal Masalahnya = 4

Langkah 2
Ahli Waris
Bagian
AM = 4
Jumlah Bagian
Suami
1/4
¼ x 4
1
Anak Perempuan
1/2
½ x 4
2
Bapak
Ashabah
Ashabah/sisa
4 – 3 = 1





Langkah 3
Ahli Waris
Bagian
Jumlah bagian
Suami
¼ x Rp. 20.000.000,00
Rp.   5.000.000,00
Anak Perempuan
½ x Rp. 20.000.000,00
Rp. 10.000.000,00
Bapak
¼ x Rp. 20.000.000,00
Rp.   5.000.000,00
Jumlah
Rp. 20.000.000,00

Contoh 2
Seseorang meninggal dunia dan meninggalkan ahli waris seorang anak perempuan, seorang cucu perempuan dari anak laki-laki, suami dan kakek. Harta warisan yang harus dibagikan adalah Rp. 36.000.000,00 . Tentukan ahli waris yang mendapat bagian dan hitunglah bagian masing-masing tersebut

Langkah 1
Ahli Waris
Bagian
Keterangan
Anak perempuan
1/2
Karena tunggal
Cucu perempuan
1/6
Bersamanya ada seorang anak perempuan
Suami
1/4
Karena ada anak perempuan
Kakek
Ashabah
Karena tidak ada anak laki-laki atau bapak


KPK/Asal Masalahnya = 12

Langkah 2
Ahli Waris
Bagian
AM = 12
Jumlah Bagian
Anak perempuan
1/2
½ x 12
6
Cucu perempuan
1/6
1/6 x 12
2
Suami
1/4
¼ x 12
3
Kakek
Ashabah
Ashabah/sisa
12 – 11 = 1





Langkah 3
Ahli Waris
Bagian
Jumlah bagian
Anak perempuan
6/12 x Rp. 36.000.000,00
Rp. 18.000.000,00
Cucu perempuan
2/12 x Rp. 36.000.000,00
Rp.   6.000.000,00
Suami
3/12 x Rp. 36.000.000,00
Rp.   9.000.000,00
Kakek
1/12 x Rp. 36.000.000,00
Rp.   3.000.000,00
Jumlah
Rp. 36.000.000,00


Contoh 3
Seseorang meninggal dunia, ahli warisnya dua anak perempuan, dua orang ibu bapak dan 2 orang istri. Harta warisan senilai Rp. 96.000.000,00. Maka penyelesaiannya sebagia berikut :

Langkah 1
Ahli Waris
Bagian
Keterangan
2 Anak perempuan
2/3
Karena lebih dari satu
ibu
1/6
Bersamanya ada seorang anak perempuan
2 orang istri
1/8
Karena ada anak perempuan
Bapak
Ashabah



KPK/Asal Masalahnya = 24


Langkah 2
Ahli Waris
Bagian
AM = 24
Jumlah Bagian
2 Anak perempuan
2/3
2/3 x 24
              16
ibu
1/6
1/6 x 24
                4
2 orang istri
1/8
1/8 x 24
                3
Bapak
Ashabah
Ashabah/sisa
24 – 23 = 1






Langkah 3
Ahli Waris
Bagian
Jumlah bagian
2 Anak perempuan
16/24 x Rp. 96.000.000,00
   Rp. 64.000.000,00
ibu
4/24 x Rp. 96.000.000,00
   Rp. 16.000.000,00
2 orang istri
3/24 x Rp. 96.000.000,00
   Rp. 12.000.000,00
Bapak
1/12 x Rp. 96.000.000,00
   Rp.   4.000.000,00
Jumlah
   Rp. 96.000.000,00


Contoh 4
Seseorang meninggal dunia, meninggalkan : suami,dua orang ibu bapak, seorang anak laki-laki dan dua anak perempuan, seorang cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan paman. Jumlah harta yang ditinggalkan sebesar Rp. 24.000.000,00
Maka penyelesaiannya adalah sebai berikut :



Langkah 1
Ahli Waris
Bagian
Keterangan
Suami
1/4
Karena ada anak
Ibu
1/6
Karena ada anak
Bapak
1/6
Karena ada anak
1 Anak laki-laki
Ashabah Binnafsi

2 Anak perempuan
Ashabah Bilghair
Bersamanya ada anak laki-laki
1 Cucu laki-laki
Terhijab
Karena ada anak
Paman
Terhijab
Karena ada anak dan bapak


KPK/Asal Masalahnya = 12


Langkah 2
Ahli Waris
Bagian
AM = 12
Jumlah Bagian
Suami
1/4
1/4 x 12
                3
Ibu
1/6
1/6 x 12
                2
Bapak
1/6
1/6 x 12
                2
1 Anak laki-laki
}Ashabah
Ashabah/sisa
  12 – 7 = 5
2 Anak perempuan
}Ashabah



Langkah 3
Ahli Waris
Bagian
Jumlah bagian
Suami
3/12 x Rp. 24.000.000,00
   Rp.   6.000.000,00
Ibu
2/12 x Rp. 24.000.000,00
   Rp.   4.000.000,00
Bapak
2/12 x Rp. 24.000.000,00
   Rp.   4.000.000,00
Anak ( L / P )
5/12 x Rp. 24.000.000,00
   Rp. 10.000.000,00
Jumlah
   Rp. 24.000.000,00

Bagian untuk anak laki-laki dua kali lipat bagian anak perempuan ( 2 : 1 ), sehingga perbandingannya 2 : 2 = 4
Jadi bagian 1 anak laki-laki                 = 2/4 x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00
Sedangkan bagian 2 anak perempuan = 2/4 x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00

Contoh 5
Seseorang meninggal dunia, ahli warisnya  tiga orang saudara laki-laki seibu, seorang istri, ibu dan paman sekandung dengan bapak . Harta yang ditinggalkan adalah Rp. 48.000.000,00. Maka penyelesaiannya adalah sebagai berikut :

Langkah 1
Ahli Waris
Bagian
Keterangan
3 Sdr laki-laki seibu
1/3
Karena lebih dari satu dan tidak ada anak
Istri
1/4
Karena tidak ada anak
Ibu
1/6
Karena ada saudara laki-laki
Paman
Ashabah
Karena tidak ada anak laki-laki dan bapak


KPK/Asal Masalahnya = 12

Langkah 2
Ahli Waris
Bagian
AM = 12
Jumlah Bagian
3 Sdr laki-laki seibu
1/3
1/3 x 12
                4
Istri
1/4
1/4 x 12
                3
Ibu
1/6
1/6 x 12
                2
Paman
Ashabah
Ashabah/sisa
 12 – 9  = 3










Langkah 3
Ahli Waris
Bagian
Jumlah bagian
3 Sdr laki-laki seibu
4/12x Rp. 48.000.000,00
Rp. 16.000.000,00
Istri
3/12 x Rp. 48.000.000,00
Rp. 12.000.000,00
Ibu
2/12 x Rp. 48.000.000,00
Rp.   8.000.000,00
Paman
3/12 x Rp. 48.000.000,00
Rp. 12.000.000,00
Jumlah
Rp. 48.000.000,00

6.    Jelaskan tentang cara pembagian waris dengan aul dan radd ?
Cara pembagian waris dengan aul :
1)   Kata ‘Aul menurut bahasa bermakna ‘naik’ atau ‘meluap’.  Al ‘aul bisa juga berarti ‘bertambah’ atau “ menaikkan jumlah bagian ahli waris terhadap Asal Masalah “.
2)   Kata ‘Aul menurut istilah fuqaha yaitu “bertambahnya jumlah bagian –bagian, disebabkan kurang pendapatan yang harus diterimaoleh ahli waris, sehingga jumlah bagian semuannya berlebih dari Asal Masalahnya atau KPK. ‘Aul terjadi saat makin banyaknya ashabul furud sehingga harta yang dibagikan habis. Padahal masih ada diantara para ahli waris yang belum menerima bagian. Dalam keadaan tersebut kita harus menaikkan atau menambah pokok masalahnya sehingga seluruh harta waris dapat mencukupi jumlah ashabul furud yang ada, meskipun bagian mereka menjadi berkurang.
Menurut Ulama-ulama faraidh, pokok masalah yang dapat yang di’aul, hanya tiga masalah saja, yaitu:

AM 6 bisa di’aul menjadi 7, 8, 9, dan 10.
AM 12 bisa di’aul menjadi 13, 15 dan 17.
AM 24 hanya bisa di’aul menjadi 27.
     
‘Aul dalam pembagian warisan adalah cara mengatasi kesulitan pembagian warisan jika asal masalah yang dilambangkan angka pembilang lebih kecil dari jumlah penyebutnya. Penyelesaian masalah ini adalah dengan membulatkan angka pembilangnya.
Contoh kasus 1:  Seseorang meninggal dengan Ahli waris, terdiri dari suami dan dua sdr. Perempuan kandung, dengan harta peninggalan 14.400.000,00. Berapa bagian masing-masing ahli waris ?



Langkah 1
NO
Ahli Waris
Bagian
AM = 6
1.
2.
Suami
2 Sdr. Perempuan sekandung
½ ( tidak ada anak)
2/3 ( tidak ada anak)
½  x  6    = 3     
2/3 x 6    = 4     

Jumlah
              =  7  bagian  



Langkah 2
NO
Ahli Waris
Bagian
Jumlah Bagian
1.
2.
Suami
2 Sdr. Perempuan sekandung
3/7 x Rp. 1.400.000,00
4/7 x Rp. 1.400.000,00
Rp.   600.000,00
Rp.   800.000,00
Jumlah
 Rp.1.400.000,00          


Pada contoh di atas dapat dilihat bahwa jumlah pembilang adalah 7 ( jumlah angka bagian ahli waris ), lebih besar dari jumlah penyebut yaitu 6 ( yang menjadi angka jumlah  harta peninggalan /menjadi AM). Oleh karena itu angka 6 di’aul menjadi 7, sehingga bagian masing-masing ahli waris sbb :
Suami dari 3/6 menjadi 3/7 x jumlah harta
Dua sdr. perempuan sekandung 4/6 menjadi 3/7 x jumlah harta

Contoh kasus 2.
Seorang meninggal dengan ahli waris terdiri dari : suami, ibu, dua saudara perempuan kandung dan seorang saudara laki-laki seibu. Harta peninggalan seharga Rp. 5.400.000,00. Berapa bagian masing-masing ahli waris ?

Langkah 1
NO
Ahli Waris
Bagian
AM = 6
1.
2.
3.
Suami
Ibu
2 sdr perempuan kandung
½ ( tidak ada anak)
1/6 ( tidak ada anak)
2/3( lebih dari satu)
½  x  6    = 3     
1/6 x 6    = 1    
2/3 x 6    = 4
4.
1 sdr laki-laki seibu
1/6 (seorang dan ada ibu)
1/6 x 6    = 1




Jumlah
              =  9 bagian  

Langkah 2
NO
Ahli Waris
Bagian
Jumlah Bagian
1.
2.
3.
Suami
Ibu
2 sdr perempuan kandung
3/9 x Rp. 5.400.000,00
1/9 x Rp. 5.400.000,00
4/9 x Rp. 5.400.000,00
Rp.   1.800.000,00
Rp.      600.000,00
Rp.   2.400.000,00
4.
1 sdr laki-laki seibu
1/9 x Rp. 5.400.000,00
Rp.      600.000,00
Jumlah
Rp.  5.400.000,00         

Cara pembagian waris dengan aul dan radd :
1)   Kata Radd menurut bahasa Arab berarti kembali / kembalikan.
2)   Kata Radd menurut istilah ilmu faraid ialah pengembalian sisa pembagian harta warisan kepada dzawil furudh selain suami atau istri.
3)   Jadi, apabila dalam ahli waris tersebut tidak ada suami atau istri maka sisa pembagian tersebut ditambahkan (dikembalikan) kepada ahli waris dzawil furudh dengan cara menjadikan Asal Masalah (AM) dengan jumlah bilangan pembilangnya (jumlah bagian masing-masing ahli waris). Radd merupakan kebalikan dari al ‘aul. Misalnya dalam suatu pembagian hak waris, para ashabul furud telah menerima haknya masing-masing. Akan tetapi harta warisan ternyata masih tersisa, dan tidak ada kerabat lain yang menjadi ashabah. Jika demikian, maka sisa harta warisan akan diberikan atau dikembalikan kepada para ashabul furud selain suami atau istri sesuai bagian masing-masing ahli waris.

Ar radd tidak akan terjadi kecuali terpenuhi tiga syarat berikut :  yaitu (1) adanya ashabul furud, (2) tidak adanya ‘ashabah, dan (3) masih adanya sisa harta waris. Bila dalam pembagian waris tidak ada tiga syarat tersebut, maka radd tidak akan terjadi.
Radd dalam arti bahasa adalah mengembalikan. Dalam arti istilah adalah mengembalikan sisa harta pusaka kepada ahli waris selain suami atau istri.
Contoh : Seseorang meninggal dengan Ahli waris terdiri dari ibu dan seorang anak perempuan, maka bagiannya adalah
NO
Ahli Waris
Bagian
AM= 6
1.
2.
Ibu
Anak Perempuan
1/6
1/2
1/6x 6   = 1         1/4 x jumlah harta
½ x 6    = 3        3/4 x jumlah harta
Jumlah

             = 4       4/4  x jumlah harta

Cara Pembagian Sisa Warisan (radd)
Untuk melaksanakan pembagian sisa warisan yang diraddkan, hendaklah diperhatikan terlebih dahulu ahli-ahli waris yang mendapat bagian, yaitu :
a)  Apakah ada di antara ahli waris yang mendapat bagian itu, suami atau istri ?.

Apabila di antara ahli waris yang mendapatkan bagian ada suami atau istri, maka radd dilaksanakan dengan cara sebagai berikut ;


Contoh kasus: Seorang meninggal ahli waris terdiri dari suami dan ibu. Harta peninggalan 60.000,00.
Langkah 1:
No
Ahli Waris
Bagian
AM = 6
Jumlah Bagian
1.
Suami
1/2
½  x 6
3
2.
Ibu
1/3
1/3 x 6
2




Sisa          1
Jumlah
6

Sisanya 1 bagian langsung diberikan kepada ibu (2 + 1 = 3), karena dia saja yang mendapat bagian selain suami, sehingga bagaiannya adalah :

Langkah 2 :
No
Ahli Waris
Bagian
AM = 6
Jumlah Bagian
1.
Suami
1/2
½  x 6
3/6 x Rp. 60.000,00 = Rp. 30.000,00
2.
Ibu
1/3
1/3 x 6
3/6 x Rp. 60.000,00 = Rp. 30.000,00





Jumlah
                                 = Rp. 60.000,00

b)  Apakah tidak ada di antara ahli warisyang mendapat bagian itu suami atau istri ?.
Apabila di antara ahli waris yang mendapat bagian tidak ada suami atau istri, maka radd dilaksanakan dengan cara sebagai berikut :
Contoh kasus: Seorang meninggal, ahli warisnya dua orang saudara perempuan kandung dan ibu. Harta peninggalan Rp. 20.000,00.

Langkah 1:
No
Ahli Waris
Bagian
AM = 6
Jumlah Bagian
1.
2  Sdr perempuan kandung
2/3
 2/3 x 6
4
2.
Ibu
1/6
1/6 x 6
1





Jumlah
5

Langkah 2 :
No
Ahli Waris
Bagian
AM = 6
Jumlah Bagian
1.
2 Sdr pr kandung
2/3
 2/3 x 6
4/5 x Rp. 20.000,00 = Rp. 16.000,00
2.
Ibu
1/6
1/6 x 6
1/5 x Rp. 20.000,00 = Rp.   4.000,00





Jumlah
                                = Rp. 20.000,00

7.    Jelaskan masalah gharrawain, musyarakah dan akhdariyah ?
Masalah gharrawain :
1)   Gharawain menurut bahasa adalah dua perkara yang sudah jelas, yakni dua masalah yang sudah jelas dan terkenal di kalangan ulama. Masalah gharawain hanya terjadi apabila ahli waris yang ditinggalkan pewaris hanya terdiri atas ibu, bapak dan suami atau istri. Masalah gharawain merupakan hasil pemikiran Umar ra. Masalah gharawain pada prakteknya memang jarang terjadi. Masalah ini lebih terkenal dengan sebutan umariyatain, atau garibatain. Disebut demikian karena sangat jarang terjadi.
2)   Mengenai warisan gharawain, para fuqaha berpendapat sebagaimana yang dikemukakan Umar ra. yaitu memberikan bagian untuk ibu sebesar 1/3 sisa harta peninggalan setelah dikurangi bagian suami atau istri.
3)   Masalah gharawain terjadi jika ahli waris terdiri dari suami atau istri, ibu dan ayah. Dalam hal ini ibu tidak mendapat 1/3 dari keseluruhan harta sebagaimana ketentuan QS. An-Nisa ayat 11. tetapi ibu memperoleh 1/3 dari sisa setelah diambil oleh bagian suami atau istri.
4)   Kata gharawain sendiri berarti dua bintang yang cemerlang.  Yang memutuskan masalah ini adalah Umar bin Khattab dan mendapat dukungan mayoritas sahabat.
Adapun pembagiannya sebagai berikut :
Masalah I : (terdiri dari suami, ayah, dan ibu)
Suami mendapat 1/2                                    = 3/6
Ibu mendapat 1/3 sisa = 1/3 dari 3/6            = 1/6
Ayah mendapat Ashabah                             = 2/6
         Jumlah                                                 = 6/6
Masalah II
Isteri mendapat 1/4                                      = 1/4
Ibu mendapat 1/3 dari 3/4                            = 1/4
Ayah mendapat Ashabah                             = 2/4
            Jumlah                                              = 4/4


Masalah musyarakah :
Musyarakah adalah bergabungnya ahli waris yang tidak mendapatkan bagian harta, kepada ahli waris lain yang mendapat bagian harta warisan. Masalah musyarakah terjadi jika ahli waris terdiri dari suami, ibu atau nenek perempuan, dua orang saudara seibu atau lebih dan saudara laki-laki kandung seorang atau lebih. Pada kaidah umum bahwa dua sdr. laki-laki sekandung menjadi ashabah binnafsi. Namun karena tidak mendapat sisa harta, karena telah dihabiskan ahli waris dzawil furudh, maka sdr. laki-laki sekandung bergabung dengan sdr. seibu atas nama saudara seibu dengan mendapatkan bagian 1/3. Menurut pembagian yang bisa maka :


NO
Ahli Waris
Bagian
AM= 12
1.
2.
3.
4.
suami
Ibu/nenek perempuan
1 sdr. seibu
2 sdr. laki-laki sekandung
1/2
1/6
1/3
1/3
1/2x 12   = 6   =  6/12 x jumlah harta
1/6 x 12  = 2   =  2/12 x jumlah harta
1/3 x 12  =4    =  2/12 x jumlah harta
                       =  2/12 x jumlah harta
Jumlah

                 =  12 =  2/12 x jumlah harta

Masalah musyarakah ini terkenal pula dengan Umariyah karena masalah musyarakah merupakan putusan (Umar bin Khattab ra.)

Masalah akhdariyah :
1)   Masalah akdariyah adalah kelanjutan dari masalah bertemunya kakek dan saudara dalam satu kelompok ahli waris.
2)   Dalam kasus waris akdariyah, semua ahli waris ditambah dengan suami yang menyebabkan bagian bersama kakek, saudara perempuan, dan ibu semakin kecil.
3)   Dalam masalah ini pula patut dipertimbangkan agar kakek tidak mendapatkan yang kecil.
Masalah akdariyah terjadi jika ahli waris terdiri dari : suami, ibu, kakek dan seorang saudara perempuan kandung, menurut kaidah umum maka pembagiannya sebagai berikut :


NO
Ahli Waris
Bagian
AM= 6       ‘Aul menjadi 9
1.
2.
3.
4.
suami
Ibu
Kakek
Sdr. pr sekandung
1/2
1/3
1/6
1/2 
½   x 6  = 3                     3/6 x jumlah harta
1/3 x 6  = 2                     2/6 x jumlah harta
1/6 x 6  = 1                     1/6 x jumlah harta
1/2 x 6  = 3                     3/6 x jumlah harta
Jumlah

             = 9                     9/9 x jumlah harta


Menurut pembagian di atas, kakek mendapat 1 bagian, sedangkan saudara perempuan sekandung mendapat 3 bagian. Menurut pembagian akdariyah yaitu pendapat Zaid bin Tsabit, bagian kakek ( 1 bagian ) dan bagian saudara kandung ( 3 bagian ) dijadikan satu yaitu ( 4 bagian ) dibagi bersama dengan ketentuan laki-laki mendapat 2 kali bagian perempuan.
Adapun pembagian menurut akdariyah adalah sbb:
NO
Ahli Waris
Bagian
AM= 6
1.
2.
3.

4.
suami
Ibu
Kakek

Sdr. perempuan sekandung
1/2
1/3
1/6

1/2
½   x 6  = 3                          3 x 3 = 9   
1/3 x 6  = 2                          2 x 3 = 6
1/6 x 6  = 1                                       8
                          = 4             4 x 3 = 12
1/2 x 6  = 3                                       4
Jumlah

            =  9/9                             27/27 


Keterangan : karena angka 4 tidak bisa dibagi 3( yaitu kakek 2, sdr. perempuan 1 ), maka angka 4 harus dikalikan 3 menjadi 12.

8.    Jelaskan bagian anak dalam kandungan dan orang hilang ?
Bagian anak dalam kandungan :

Islam mempunyai hukum yang sangat adil, yang tentunya adalah hukum dari Allah SWT. Anak yang masih dalam kandungan ibunya juga menjadi pertimbangan para ulama mengenai bagian warisan bagi anak yang masih dalam kandungan tersebut.
Anak dalam kandungan yang ditinggal mati ayahnya menurut sebagian besar ulama dianggap sebagai ahli waris, namun hukum kewarisannya memiliki beberapa persyaratan, yaitu :
1)   Dapat diyakini bahwa anak itu telah ada dalam kandungan ibunya pada waktu muwarisnya meninggal dunia.
2)   Bayi itu harus dilahirkan dalam keadaan hidup, karena hanya orang yang hiduplah yang mempunyai keahlian memiliki pusaka. Adapun ciri keadaan hidupnya adalah ketika bayi itu dilahirkan dari perut ibunya dicirikan dari adanya jeritan (tangisan) atau gerakan, atau menetek pada payudara ibunya serta ditandai dengan tanda-tanda kehidupan lainnya.
3)   Dalam pembagian masalah ini, kita harus membagi harta pusaka secara bertahap, yaitu sebelum bayi lahir diadakan pembagian sementara, sedangkan pembagian sebenarnya ditangguhkan sampai bayi dilahirkan. Keadaan darurat semacam ini, memberi motivasi kepada para ahli figh untuk menyusun hukum secara khusus bagi anak yang ada dalam kandungan, yakni harta pusaka dibagi secara bertahap, sedapat mungkin berhati-hati demi kemaslahatan anak yang berada dalam kandungan.

Bagian orang hilang :
Para ahli Faraidl memberikan batasan atau arti mafqud ialah orang yang sudah lama pergi meninggalkan tempat tinggalnya dan tidak diketahui kabar beritanya, tempat tinggalnya (domisilinya) dan tidak diketahui pula tentang hidup dan matinya. Pembahasan warisan orang hilang (mafqud) ini termasuk bagian miratsut taqdiri, artinya waris mewaris atau pusaka mempusakai dengan cara / jalan perkiraan seperti waris khuntsa (wadam) dan waris anak dalam kandungan. Dalam masalah orang hilang (mafqud) ini, Ahmad Azhar Basyir, MA menyatakan bahwa kedudukan hukum orang hilang atau (mafqud) adalah dipandang (dianggap) hidup dalam hal-hal yang menyangkut hak-hak orang lain, sehingga dapat diketahui dengan jelas, mati atau hidupnya atau berdasarkan keputusan hakim tentang mati atau hidupnya. Akibat dari ketentuan tersebut adalah :
1)   Harta benda tidak boleh diwaris pada saat hilangnya, sebab mungkin dalam suatu waktu dapat diketahui ia masih hidup.
2)   Tidak berhak waris terhadap harta peninggalan kerabatnya yang meninggal dunia setelah mafqud meninggalkan tempat. Walaupun demikian karena kematian mafqud itu belum dapat diketahui secara pasti ia masih harus diperhatikan dalam pembagian waris. Seperti keadaan dalam kandungan.
3)   Bagian orang yang hilang (mafqud) disisihkan sampai dapat diketahui keadaannya masih hidup atau telah meninggal dunia atau keputusan hakim menyatakan telah meninggal dunia.
4)   Cara pembagian terhadap ahli waris yang ada diperhitungkan dengan perkiraan bahwa mafqud masih hidup. Misalnya, Ahli waris terdiri dari 2 orang anak perempuan dan 1 orang anak laki-laki mafqud, maka harta warisan dibagi 4 (empat). Satu bagian untuk masing-masing anak perempuan dan 2 (dua) bagian disimpan untuk anak laki-laki mafqud.

9.    Jelaskan tentang pembagian harta bersama ?
Pembagian harta bersama  :
1)   Sebagai orang Islam kita harus menjalankan syari’at Islam yang diterangkan dalam Al-Qur’an dan as-Sunah. Apa yang diperintahkan harus dijalankan, sedangkan yang dilarang harus ditinggalkan.
2)   Demikian halnya yang berkaitan dengan pembagian harta warisan bagi yang berhak menerima, harus dijalankan agar tidak terjadi perselisihan. Karena orang yang tidak menjalankan perintah Allah SWT ( membagi harta warisan) akan dimasukkan kedalam neraka. Allah SWT. berfirman :
Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (Q.S. An-Nisa’/4 : 14)

Rasulullah SAW juga memerintahkan agar kita membagi harta warisan sesuai dengan sabdanya : “Bagilah harta warisan antara ahli-ahli waris menurut kitab Allah ( Al Qur’an)”. (H.R. Muslim dan Abu Dawud)

10.    Jelaskan hikmah pembagian warisan?
Hikmah pembagian warisan :
1.    Pembagian waris dimaksudkan untuk memelihara harta (Hifdzul Maal). Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan Syari’ah (Maqasidus Syari’ah) itu sendiri yaitu memelihara harta.
2.    Mengentaskan kemiskinan dalam kehidupan berkeluarga.
3.    Menjalin tali silaturahmi antar anggota keluarga dan memeliharanya agar tetap utuh.
4.    Merupakan suatu bentuk pengalihan amanah atau tanggung jawab dari seseorang kepada orang lain, karena hakekatnya harta adalah amanah Alloh SWT yang harus dipelihara dan tentunya harus dipertanggungjawabkan kelak.
5.    Adanya asas keadilan antara laki-laki dan perempuan sehingga akan tercipta kesejahteraan sosial dalam menghindari adanya kesenjangan maupun kecemburuan sosial.
6.    Melalui sistem waris dalam lingkup keluarga.
7.    Selain itu harta warisan itu bisa juga menjadi fasilitator untuk seseoranng membersihkan dirinya maupun hartanya dari terpuruknya harta tersebut.
8.    Mewujudkan kemashlahatan umat islam.
9.    Dilihat dari berbagai sudut, warisan atau pusaka adalah kebenaran, keadilan, dan kemashlahatan bagi umat manusia.
10.  Ketentuan hukum waris menjamin perlindungan bagi keluarga dan tidak merintangi kemerdekaan serta kemajuan generasi ke generasi dalam bermasyrakat.


WASIAT
1.    Jelaskan pengertian wasiat ?
Pengertian wasiat  :
1)   Kata Wasiat menurut bahasa memiliki beberapa arti, yaitu “menjadikan, menaruh kasih sayang, menyuruh dan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain”.
2)   Dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia bahwa yang disebutkan dengan wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia (Pasal 171 huruf f).

Rukun Wasiat :
1)  Ada orang yang berwasiat.
2)  Ada yang menerima wasiat.
3)  Sesuatu yang diwasiatkan, disyaratkan dapat berpindah milik dari seseorang kepada orang lain.
4)  Lafaz (kalimat) wasiat.
Sebanyak-banyaknya wasiat adalah sepertiga dari harta dan tidak boleh lebih dari itu kecuali apabila diizinkan oleh semua ahli waris sesudah orang yag berwasiat itu meninggal.
Syarat-syarat orang yang dapat diserahi wasiat adalah:
1)  Beragama Islam.
2)  Sudah baligh.
3)  Orang yang berakal sehat.
4)  Orang yang merdeka.
5)  Amanah (dapat dipercaya).
6)  Cakap dalam menjalankan sebagaimana yang dikehendaki oleh orang yang berwasiat.
Tata Cara Berwasiat :
Di dalam KHI Pasal 195 ayat (1) dinyatakan bahwa
Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua oramg saksi, atau dihadapan notaris.

2.    Jelaskan keterkaitan waris dengan wasiat ?
Keterkaitan waris dengan wasiat :
1)   Pengertian Wasiat
Wasiat adalah pesan tentang suatu kebaikan yang akan dilaksanakan setelah orang yang berwasiat itu meninggal dunia. Misal orang yang menjelang mati berpesan terhadap orang lain (bukan ahli warisnya), bahwa ia (orang lain) itu akan mendapat sebagaian harta peninggalannya. Pelaksanaannya setelah yang berwasiat itu meninggal dunia, sebelum membagikan harta peninggalan kepada ahli warisnya. Wasiat tidak boleh ditujukan kepada orang yang termasuk ahli waris, hadits nabi :

عَنْ اَبِى أُمَمَةَ : سَمِعْتُ ص.م يَقُوْلُ إِنَّ اللهَ قَدْ اَعْطَى كُلَّ ذِى حَقِّ حَقَّهُ فَلاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثِ  (رواه الخمسة إلا النساء)
Dari Abu Umamah, beliau berkata, saya telah mendengar Nabi bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT telah menentukan hak tiap-tiap ahli waris, maka tidak ada hak wasiat”

2)   Hukum Wasiat
Wasiat hukumnya sunah, apabila tidak lebih dari sepertiga harta, tetapi bagi yang masih mempunyai kewajiban yang belum terpenuhi, umpamanya mempunyai hutang yang belum dibayar, atau zakat yang belum ditunaikan, maka wasiat wasiat mengenai hal-hal yang demikian hukumnya wajib.
Wasiat hanya ditujukan kepada orang yang bukan ahli waris, sedangkan kepada ahli waris tidak syah kecuali apabila direlakan oleh ahli waris yang lainnya sesudah meninggalnya yang berwasiat. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa harta warisan dibagikan setelah pelaksaaan wasiat.
“Sesudah dibayar wasiat yang diwasiatkannya.” (QS. An Nisa/4 : 11)

مَا حَقُّ إِمْرِى مُسْلِمٍ لَهُ شَيْئٌ يُرِيْدُ اَنْ يُوْصِيَ فِيْهِ يَبِيْتُ لَيْلَتَيْنِ إِلاَّ وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوْبَةٌ عِنْدَهُ
“Tidak ada seorang muslim yang mempunyai sesuatu, yang pantas diwasiatkan sampai dua malam, melainkan hendaknya diwasiatnya tertulis di sisi kepalanya (HR. Saikhani dan lainnya)

Seyogyanya berwasiat itu dilakukan dan disaksikan sekurang-kurangnya oleh dua orang saksi yang adil, agar beres dikemudian hari. Wasiat dapat dibatalkan oleh orang yang berwasiat sebelum ia meninggal dunia.

3)   Rukun wasiat dan syarat – syaratnya
Rukun wasiat ada empat yaitu :
(1)     Orang yang berwasiat / Al Musi,
(2)     kepadanya mukallaf dan
(3)     kehendak  sendiri.
(4)   Yang menerima wasiat baik perorangan/ lembaga / Al Musa Lahu ,
syaratnya  :
(1)   Beragama Islam
(2)   Baligh atau dewasa
(3)   Berakal sehat
(4)   Merdeka atau bukan hamba sahaya
(5)   Dapat dipercaya (amanah)
(6)   Berkemampuan untuk melaksanakan wasiat
Jika pelaksana (yang menerima wasiat) ditentukan hendaknya diketahui orangnya, dan ia boleh dimiliki.
Sesuatu yang diwasiatkan / Al Musa bihi, syaratnya hendaknya yang dapat dipindahkan milik (ganti nama) dari seseorang kepada orang lain, tidak boleh untuk maksiat, tetapi harus untuk kemaslakatan umum, umpamanya untuk membangun masjid, madrasah, rumah yatim dan sebagainya.
Lafal / sighat, disyaratkan dengan kalimat yang dapat dimengerti untuk wasiat.

4)   Kadar Wasiat
Kadar besarnya sesuatu yang diwasiatkan sebesar-besarnya 1/3 dari harta orang yang berwasiat :
إِنَّ اللهَ تَصَدَّقَ عَلَيْكُمْ بِثُلُثٍ  اَمْوَالِكُمْ عِنْدَ وَفَاتِكُمْ زِيَادَةً فِى حَسَنَاتِكُمْ
“Sesungguhnya Allah SWT menganjurkan untuk bersedekah atasmu dengan sepertiga harta (pusaka) kamu, ketika menjelang wafatmu, sebagai tambahan kebaikanmu,”  (HR.Daruqutni dari Muadz bin Jabal)

5)   Macam-macam  Wasiat
Wasiat itu ada dua macam, yaitu :
Wasiat harta benda; seperti berwasiat harta pusaka.
Wasiat hak kekuasaan, yang akan dijalankan sesudah ia meninggal. Macamnya ada dua, yaitu
1)    Hak kekuasaan yang diwasiatkan berupa tanggung jawab, yang dapat dilaksanakan orang lainsecara bebas, tidak mempunyai kedudukan tertentu. Misalnya wasiat untuk kelanjutan pendidikan anaknya, wasiat membayar hutangnya, wasiat untuk mengembalikan barang pinjamannya.
2)  Hak kekuasaan yang diwasiatkan berupa tanggung jawab, yang pelaksanaan-nya pada orang tertentu, sesuai kedudukannya menurut ketentuan syari’at Islam. Seperti berwasiat perwalian nikah anak perempuan. Karena wali nikah sudah ada ketentuannya, mak berwasiat perwalian nikah tidak syah. Wasiat harta pusaka ada ketentuannya khusus, yaitu yang berhak menerima wasiat itu adalah orang yang bukan ahli waris. 

6)   Wasiat bagi Orang yang tidak Memiliki Ahli Waris
Jika seseorang meninggal dunia dan meninggalkan harta sedangkan ia tidak mempunyai seorang pun ahli waris maka seluruh hartanya diserahkan pada Baitul Mal atau lembaga lain yang sejenis.

3.    Jelaskan ketentuan wasiat dan hikmahnya ?
Ketentuan wasiat:
1)   Dalam menjalani ketentuan wasiat seseorang pada hartanya hanya dapat dipenuhi maksimal 1/3 total harta yang dimilikinya secara sempurna, setelah dikurangi berbagai kewajiban-kewajibannya, seperti penunaian hutang, pajak, dan juga zakatnya.   

2)   Rasululloh bersabda " Wasiat itu sepertiga, sedangkan sepertiga itu sudah banyak.
Dan ketika Sa'ad bin Abi Waqash sakit, ia bertanya kepada Nabi saw, Apakah aku boleh berwasiat 2/3 atau 1/2 dari harta yang dimiliki ? Rasululloh menjawab dalam haditsnya yang diriwayatkan Bukhari Muslim
"Tidak, saya bertanya lagi (bagaimana kalau) 1/3 ? Nabi menjawab "ya" 1/3, 1/3 itupun banyak. Sesungguhnya engkau tinggalkan ahli waris dalam keadaan cukup itu lebih baik daripada engkau meninggalkan dalam keadaan papa dan harus meminta-minta kepada orang lain".
Dalam pembatasan pada angka 1/3 dimaksudkan untuk melindungi ahli waris dari hak-hak kewarisannya sekaligus mencegah terjadinya konflik akibat distribusi harta yang tidak merata.

Hikmah wasiat :
1)  Pembolehan pemberian wasiat atas harta menegaskan akan hak pemilik harta yang masih utuh
2)  Melakukan amal kebajikan dan amal jariya
3)  Jalan keluar untuk mendistribusikan harta kepada kaum kerabat
4)  Pembatasan wasiat sampai 1/3 untuk memberikan perlindungan kepada ahli waris.
5)  Kebaikan yang dimiliki mayat bertambah, berarti pahalanya bertambah.
6)  Membantu kelanjutan program mayat; sehingga tidak terbengkalai.
7)  Sebagai balas jasa dari mayat terhadap seseorang karena dianggap sebagai tulang punggung si mayat waktu masih hidup
8)  Melegakan hati orang yang diberikan wasiat, sehingga perasaan yang memungkin-kan merendahankan hati orang itu terhapus.
9)  Menertibkan dan mendamaikan masyarakat, terutama pada suatu keluarga.



Ingin Mendapatkan Materi ini? Silahkan Download melalui Link dibawah ini:




Belum ada Komentar untuk "MATERI FIQIH KELAS 11 : HUKUM WARIS DALAM ISLAM"

Posting Komentar

Tinggalkan komentar terbaik Anda...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel