MAKALAH SEJARAH INDONESIA KELAS 12 : SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK DAN EKONOMI MASA DEMOKRASI TERPIMPIN (1959-1965)
Rabu, Oktober 18, 2017
Tambah Komentar
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante danrentetan peristiwa-peristiwa politik yang mencapai klimaksnya dalam bulan Juni 1959,
akhirnya mendorong Presiden Soekarno untuk sampai kepada kesimpulan bahwa telah muncul suatu keadaan kacau yang membahayakan kehidupan negara. Atas kesimpulannya tersebut, Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, dalam suatu acara resmi di Istana Merdeka, mengumumkan Dekrit Presiden mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 dalam kerangka sebuah sistem demokrasi yakni Demokrasi Terpimpin.
akhirnya mendorong Presiden Soekarno untuk sampai kepada kesimpulan bahwa telah muncul suatu keadaan kacau yang membahayakan kehidupan negara. Atas kesimpulannya tersebut, Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, dalam suatu acara resmi di Istana Merdeka, mengumumkan Dekrit Presiden mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 dalam kerangka sebuah sistem demokrasi yakni Demokrasi Terpimpin.
Dekrit yang dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mendapatkan sambutan dari masyarakat Republik Indonesia yang pada waktu itu sangat menantikan kehidupan negara yang stabil. Namun kekuatan dekrit tersebut bukan hanya berasal dari sambutan yang hangat dari sebagian besar rakyat Indonesia, tetapi terletak dalam dukungan yang diberikan oleh unsur-unsur penting negara lainnya, seperti Mahkamah Agung dan KSAD.1 Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, Kabinet Djuanda dibubarkan dan pada tanggal 9 Juli 1959, diganti dengan Kabinet Kerja. Dalam kabinet tersebut Presiden Soekarno bertindak sebagai perdana menteri, sedangkan Ir. Djuanda bertindak sebagai menteri pertama.
PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa PKI mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara nasionalisme, agama (Islam) dankomunisme yang dinamakan NASAKOM.
Antara tahun 1959 dan tahun1965, Amerika Serikat memberikan 64 juta dollar dalam bentuk bantuan militer untuk jendral-jendral militer Indonesia. Menurut laporan di "Suara Pemuda Indonesia": Sebelum akhirtahun 1960, Amerika Serikat telah melengkapi 43 batalyon angkatanbersenjata. Tiap tahun AS melatih perwira-perwira militer sayap kanan. Di antara tahun 1956 dan 1959, lebih dari 200 perwira tingkatan tinggi telahdilatih di AS, dan ratusan perwira angkatan rendah terlatih setiap tahun. Kepala Badan untuk Pembangunan Internasional di Amerika pernah sekalimengatakan bahwa bantuan AS, tentu saja, bukan untuk mendukung Sukarno dan bahwa AS telah melatih sejumlah besar perwira-perwira angkatanbersenjata dan orang sipil yang mau membentuk kesatuan militer untukmembuat Indonesia sebuah "Negara bebas".
Di tahun 1962, perebutan Irian Barat secara militer oleh Indonesia mendapat dukungan penuh dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukungpenekanan terhadap perlawanan penduduk adat.
Era "Demokrasi Terpimpin", yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakanindependen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalahpolitis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, cadangandevisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadiwabah.
Kata “Demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos atau cratein yang berarti pemerintahan. Demokrasi adalah suatu bentuk atau mekanisme sistem penerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Menurut UUD’45 demokrasi terpimpin adalah suatu system demokrasi yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Artinya Negara didasarkan oleh pancasila.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan Demokrasi Terpimpin di Indonesia ?
2. Bagaimana perkembangan politik, ekonomi dan social budaya pada masa Demokrasi Terpimpin?
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Agar siswa mengetahui pelaksanaan Demokrasi Terpimpin di Indonesia
2. Agar siswa mengetahui perkembangan politik, ekonomi dan sosial budaya pada masa Demokrasi Terpimpin
D. Manfaat Penulisan Makalah
1. Bagi Penulis, bisa menambah wawasan ilmu pengetahuan, khususunya pengetahuan tentang Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, perkembangan politik; ekonomi; dan sosial budaya pada masa Demokrasi Terpimpin.
2. Bagi Pembaca, memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang materiDemokrasi Terpimpin, perkembangan politik; ekonomi; dan sosial budaya pada masa Demokrasi Terpimpin.
3. Bagi Guru, menembah wawasan pengetahuan dalam pengajaran sejarah terutama tentang materi Demokrasi Terpimpin, perkembangan politik; ekonomi; dan sosial budaya pada masa Demokrasi Terpimpin.
E. Metode Penulisan Makalah
Metode yang di pakai dalam makalah ini adalah :
1. Metode Pustaka
Yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku maupun informasi di internet.
2. Diskusi
Yaitu mendapatkan data dengan cara bertanya secara langsung kepada PJ konsultasi dan teman – teman yang mengetahui tentang informasi yang di perlukan dalam membuat proyek.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin di Indonesia
a.1. Latar Belakang Lahirnya Demokrasi Terpimpin
Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga jatuhnya kekuasaan Sukarno. Latar belakang dicetuskannya sistem Demokrasi Terpimpin oleh Presiden Soekarno :
a.1.1. Dari segi keamanan:
Banyaknya gerakan sparatis pada masa Demokrasi Liberal, menyebabkan ketidakstabilan di bidang keamanan.
a.1.2. Dari segi perekonomian:
Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat.
a.1.3. Dari segi politik:
Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950 (Undang - Undang Dasar Sementara 1950).
Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh anjuran beliau agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950 adalah UUD'45. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan voting yang diikuti oleh seluruh anggota konstituante. Voting ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut.
Hasil voting menunjukan bahwa :
¯ 269 orang setuju untuk kembali ke UUD'45 (Undang – Undang Dasar 1945).
¯ 119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD'45 (Undang – Undang Dasar 1945).
Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD'45 tidak dapat direalisasikan. Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950. Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
(1) Tidak berlaku kembali UUDS 1950.
(2) Berlakunya kembali UUD 1945.
(3) Dibubarkannya konstituante.
(4) Pembentukan MPRS dan DPA
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, Kabinet Djuanda dibubarkan dan pada tanggal 9 Juli 1959 diganti dengan Kabinet Kerja. Program Kabinet meliputi keamanan dalam negeri, pembebasan Irian Jaya, dan sandang pangan. Dengan Penetapan Presiden No.2 tahun 1959, dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), yang anggota-anggotanya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
(1) Setuju kembali kepada UUD 1945.
(2) Setia kepada perjuangan RI, dan
(3) Setuju dengan Manifesto Politik.
Keanggotaan MPRS terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah dan wakil-wakil golongan. Tugas MPRS adalah menetapkan garis-garis besar haluan negara sesuai pasal 2 UUD 1945.
Presiden juga membentuk Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang diketuai oleh Presiden sendiri, mempunyai kewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul kepada Pemerintah (pasal 16 ayat 2 UUD 1945). DPA dilantik pada tanggal 15 Agustus 1959. DPR hasil Pemilihan Umum tahun 1955 tetap menjalankan tugasnya dengan landasan UUD 1945 dan dengan menyetujui segala perombakan yang dilakukan oleh pemerintah, sampai tersusun DPR baru. Semula nampaknya anggota DPR lama akan mengikuti saja kebijaksanaan Presiden Sukarno, akan tetapi ternyata kemudian mereka menolak Anggaran Belanja Negara tahun 1960 yang diajukan oleh pemerintah. Penolakan Anggaran Belanja Negara tersebut menyebabkan dikeluarkannya Penetapan Presiden No.3 tahun 1960, yang menyatakan pembubaran DPR hasil Pemilihan Umum tahun 1955. Tindakan itu disusul dengan usaha pembentukan DPR baru. Dan pada tanggal 24 Juni 1960 Presiden Sukarno telah selesai menyusun komposisi DPR baru yang diberi nama Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Para anggota DPR-GR yang baru itu dilantik pada tanggal 25 Juni 1960. Komposisi DPR-GR terdiri dari anggota golongan Nasionalis, Islam, dan Komunis dengan perbandingan 44:43:30. Peraturan-peraturan dan tata-tertibnya juga ditetapkan oleh Presiden. Tugas DPR-GR adalah melaksanakan Manipol, merealisasikan Amanat Penderitaan Rakyat, dan melaksanakan Demokrasi Terpimpin. Pada tanggal 5 Januari 1961 Presiden Sukarno menjelaskan lagi kedudukan DPR-GR yaitu bahwa DPR-GR adalah pembantu Presiden/Mandataris MPRS dan memberi sumbangan tenaga kepada Presiden untuk melaksanakan segala sesuatu yang ditetapkan oleh MPRS.
Presiden Sukarno pada upacara bendera Hari Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1959 mengucapkan pidato yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita. Dalam sidangnya pada bulan September 1959, DPA dengan suara bulat mengusulkan kepada pemerintah agar pidato Presiden tanggal 17 Agustus tersebut dijadikan garis-garis besar haluan negara, dan dinamakan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol). Usul DPA itu diterima baik oleh Presiden Sukarno. Dan pada sidangnya pada tahun 1960, MPRS menetapkan Manifesto Politik itu menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam Ketetapan itu diputuskan pula, bahwa pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960 dengan judul: “Jalannya Revolusi Kita” dan Pidato Presiden tanggal 30 September di muka Sidang Umum PBB yang berjudul To build the world anew (Membangun dunia kembali) merupakan pedoman-pedoman pelaksanaan Manifesto Politik. Terhadap perkembangan politik itu pernah ada reaksi dari kalangan partai-partai, antara lain dari beberapa pemimpin Nahdlatul Ulama (NU) dan dari PNI. Reaksi juga datang dari Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) dan Sutomo (Bung Tomo) dari Partai Rakyat Indonesia. Sutomo mengajukan pengaduan kepada Mahkamah Agung dengan suratnya tanggal 22 Juni 1960. Sutomo menuduh kabinet bertindak sewenang-wenang dan mengemukakan beberapa fakta sebagai berikut:
(1) Paksaan untuk menerima Manipol dan Usdek, tanpa diberi tempo terlebih dahulu untuk mempelajarinya;
(2) Paksaan supaya diadakan kerja sama antara golongan Nasionalis, Agama, dan Komunis;
(3) Paksaan pembongkaran Tugu Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur 56, Jakarta.
Memang di kalangan partai-partai terdapat variasi sikap dan pendapat. Pelbagai tokoh partai menggabungkan diri dalam Liga Demokrasi yang menentang pembentukan DPR-GR. Liga Demokrasi diketuai oleh Imron Rosyadi dari NU, tergabung beberapa tokoh NU, Parkindo, Partai Katholik, Liga Muslim, PSII, IPKI, dan Masyumi. Pada akhir bulan Maret 1960 Liga tersebut mengeluarkan satu pernyataan yang antara lain menyebutkan: supaya dibentuk DPR yang demokratis dan konstitusional. Oleh sebab itu, hendaknya rencana pemerintah untuk membentuk DPR-GR yang telah diumumkan tersebut, ditangguhkan. Adapun sebagai alasan dikemukakan antara lain:
(1) Perubahan perimbangan perwakilan golongan-golongan dalam DPR-GR, memperkuat pengaruh dan kedudukan suatu golongan tertentu.
(2) DPR yang demikian pada hakekatnya adalah DPR yang hanya akan meng-ia-kan saja, sehingga tidak dapat menjadi soko guru negara hukum dan demokrasi yang sehat.
(3) Pembaharuan dengan cara pengangkatan sebagaimana yang dipersiapkan itu adalah bertentangan dengan azas-azas demokrasi yang dijamin oleh undang-undang.
Kegiatan Liga Demokrasi tersebut hanya nampak pada waktu Presiden Sukarno berada di luar negeri. Setibanya Presiden di tanah air, beliau segera melarang Liga Demokrasi. Tindakan Presiden Sukarno selanjutnya adalah mendirikan Front Nasional, yaitu suatu organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita Proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Front Nasional itu diketuai oleh Presiden Sukarno sendiri. Presiden juga membentuk Musyawarah Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR). MPPR beserta stafnya merupakan badan pembantu Pemimpin Besar Revolusi (PBR), dalam mengambil kebijaksanaan khusus dan darurat untuk menyelesaikan revolusi. Keanggotaan MPPR terdiri dari sejumlah menteri yang mewakili MPRS dan DPR-GR, departemen-departemen, angkatan-angkatan dan wakil dari organisasi Nasakom. Badan ini langsung berada di bawah Presiden.
a.2. Masa berlakunya Demokrasi Terpimpin (1959 - 1965)
Periode 1959 – 1965 sering juga disebut dengan Orde Lama, yaitu masa dimana negara Indonesia menggunakan dasar UUD 1945 dengan sistem Demokrasi Terpimpin. Menurut UUD 1945 presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, presiden dan DPR berada di bawah MPR. Pengertian demokrasi terpimpin pada sila keempat Pancasila adalah dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, akan tetapi presiden menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan terletak di tangan ‘Pemimpin Besar Revolusi”.Dengan demikian pemusatan kekuasaan di tangan presiden. Terjadinya pemusatan kekuasaan di tangan presiden menimbulkan penyimpangan dan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang puncaknya terjadi perebutan kekuasaan oleh PKI pada tanggal 30 September 1965 (G30S/PKI) yang merupakan bencana nasional bagi bangsa Indonesia.
a.2.1. Pandangan Umum pada Periode ini yaitu sebagai berikut :
Ø Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan Sukarno.
Ø Disebut Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Sukarno.
Ø Terpimpin pada saat pemerintahan Sukarno adalah kepemimpinan pada satu tangan saja yaitu presiden.
a.2.2. Tugas Demokrasi terpimpin ialah sebagai berikut :
¯ Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap dan stabil.
¯ Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi Parlementer atau Liberal. Hal ini disebabkan karena: Pada masa Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara. Sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai.
a.2.3. Dampaknya terhadap situasi Politik
Penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan di tangan presiden). Era "Demokrasi Terpimpin" diwarnai kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh danpetani Indonesia. Kolaborasi ini tetap gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak Indonesia kala itu.Pendapatan ekspor Indonesia menurun,cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi kaum birokrat dan militer menjadi wabah sehingga situasi politik Indonesia menjadi sangat labil dan memicu banyaknyademonstrasi di seluruh Indonesia, terutama dari kalangan buruh, petani, dan mahasiswa.
a.2.4. Pelaksanaan masa Demokrasi Terpimpin :
µ Pada masa Demokrasi Terpimpin kebebasan partai dibatasi.
µ Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
µ Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.
µ Dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional.
a.3. Penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan Demokrasi terpimpin dari UUD 1945 adalah sebagai berikut.
a.3.1. Kedudukan Presiden
Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
a.3.2. Pembentukan MPRS
Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR.
Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan syarat :
Ø Setuju kembali kepada UUD 1945, Setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan Setuju pada manifesto Politik.
Ø Keanggotaan MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200 orang wakil golongan.
Ø Tugas MPRS terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
a.3.3. Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran DPR dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Dimana semua anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPRGR juga ditentukan oleh presiden. Sehingga DPRGR harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan DPR.
Tugas DPR GR adalah sebagai berikut:
µ Melaksanakan manifesto politik.
µ Mewujudkan amanat penderitaan rakyat.
µ Melaksanakan Demokrasi Terpimpin
a.3.4. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara.
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh Presiden sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri atas satu orang wakil ketua, 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan. Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah. Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada dibawah pemerintah/presiden sebab presiden adalah ketuanya. Hal ini disebabkan karena DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat agar pidato presiden pada hari kemerdekaan RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1 tahun 1960. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
a.3.5. Pembentukan Front Nasional
Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959. Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuannya adalah menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh Presiden Sukarno sendiri. Tugas front nasional adalah sebagai berikut.
(1) Menyelesaikan Revolusi Nasional.
(2) Melaksanakan Pembangunan.
(3) Mengembalikan Irian Barat
a.3.6. Pembentukan Kabinet Kerja
Tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk kabinet Kerja. Sebagai wakil presiden diangkatlah Ir. Juanda. Hingga tahun 1964 Kabinet Kerja mengalami tiga kali perombakan (reshuffle). Program kabinet ini adalah sebagai berikut.
(1) Mencukupi kebutuhan sandang pangan.
(2) Menciptakan keamanan negara.
(3) Mengembalikan Irian Barat.
B. Perkembangan Politik, Ekonomi dan Budaya Pada Masa Demokrasi Terpimpin
b.1. Perkembangan Politik Pada Masa Demokrasi Terpempin
Dalam periode Demokrasi Terpimpin, Partai Komunis Indonesia (PKI) berusaha menempatkan dirinya sebagai golongan yang Pancasilais. Kekuatan politik pada Demokrasi Terpimpin terpusat di tangan Presiden Soekarno dengan TNI-AD dan PKI di sampingnya. Ajaran Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis) ciptaan Presiden Soekarno sangat menguntungkan PKI. Ajaran Nasakom menempatkan PKI sebagai unsur yang sah dalam konstelasi politik Indonesia. Dengan demikian kedudukan PKI semakin kuat, PKI semakin meningkatkan kegiatannya dengan berbagai isu yang memberi citra sebagai partai yang paling manipolis dan pendukung Bung Karno yang paling setia. Selama masa Demokrasi Terpimpin, PKI terus melaksanakan program-programnya secara revolusioner. Bahkan mampu menguasai konstelasi politik. Puncak kegiatan PKI adalah melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah pada tanggal 30 September 1965.
Soekarno dengan konsep Demokrasi Terpimpinnya menilai Demokrasi Barat yang bersifat liberal tidak dapat menciptakan kestabilan politik. Menurut Soekarno, penerapan sistim Demokrasi Barat menyebabkan tidak terbentuknya pemerintahan kuat yang dibutuhkan untuk membangun Indonesia. Pandangan Soekarno terhadap sistem liberal ini pada akhirnya berpengaruh terhadap kehidupan partai politik di Indonesia. Partai politik dianggap sebagai sebuah penyakit yang lebih parah daripada perasaan kesukuan dan kedaerahan. Penyakit inilah yang menyebabkan tidak adanya satu kesatuan dalam membangun Indonesia. Partai-partai yang ada pada waktu itu berjumlah sebanyak 40 partai dan ditekan oleh Soekarno untuk dibubarkan. Namun demikian, Demokrasi Terpimpin masih menyisakan sejumlah partai untuk berkembang. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan Soekarno akan keseimbangan kekuatan yang labil dengan kalangan militer. Beberapa partai dapat dimanfaatkan oleh Soekarno untuk dijadikan sebagai penyeimbang.
Pada masa Demokrasi Terpimpin, parlemen sudah tidak mempunyai kekuatan yang nyata. Sementara itu partai-partai lainnya dihimpun oleh Soekarno dengan menggunakan suatu ikatan kerjasama yang didominasi oleh sebuah ideologi. Dengan demikian partai-partai itu tidak dapat lagi menyuarakan gagasan dan keinginan kelompok-kelompok yang diwakilinya. Partai politik tidak mempunyai peran besar dalam pentas politik nasional dalam tahun-tahun awal Demokrasi Terpimpin. Partai politik seperti NU dan PNI dapat dikatakan pergerakannya dilumpuhkan karena ditekan oleh presiden yang menuntut agar mereka menyokong apa yang telah dilakukan olehnya. Sebaliknya, golongan komunis memainkan peranan penting dan temperamen yang tinggi. Pada dasarnya sepuluh partai politik yang ada tetap diperkenankan untuk hidup, termasuk NU dan PNI, tetapi semua wajib menyatakan dukungan terhadap gagasan presiden pada segala kesempatan serta mengemukakan ide-ide mereka sendiri dalam suatu bentuk yang sesuai dengan doktrin presiden.
Partai politik dalam pergerakannya tidak boleh bertolak belakang dengan konsepsi Soekarno. Penetapan Presiden (Penpres) adalah senjata Soekarno yang paling ampuh untuk melumpuhkan apa saja yang dinilainya menghalangi jalannya revolusi yang hendak dibawakannya. Demokrasi terpimpin yang dianggapnya mengandung nilai-nilai asli Indonesia dan lebih baik dibandingkan dengan sistim ala Barat, ternyata dalam pelaksanaannya lebih mengarah kepada praktek pemerintahan yang otoriter. Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum tahun 1955 yang didalamnya terdiri dari partai-partai pemenang pemilihan umum, dibubarkan. Beberapa partai yang dianggap terlibat dalam pemberontakan sepanjang tahun 1950an, seperti Masyumi dan PSI, juga dibubarkan dengan paksa. Bahkan pada tahun 1961 semua partai politik, kecuali 9 partai yang dianggap dapat menyokong atau dapat dikendalikan, dibubarkan pula.
b.1.1. Lahirnya PKI (Partai Komunis Indonesia)
Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Sampai pada tahun 1965 anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
Dalam penggambaran kiprah partai politik di percaturan politik nasional, maka ada satu partai yang pergerakan serta peranannya begitu dominan yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada masa itu kekuasaan memang berpusat pada tiga kekuatan yaitu, Soekarno, TNI-Angkatan Darat, dan PKI. Oleh karena itu untuk mendapatkan gambaran mengenai kehidupan partai politik pada masa demokrasi terpimpin, pergerakan PKI pada masa ini tidak dapat dilepaskan.
PKI di bawah pemimpin mudanya, antara lain Aidit dan Nyoto, menghimpun massa dengan intensif dan segala cara, baik secara etis maupun tidak. Pergerakan PKI yang sedemikian progresifnya dalam pengumpulan massa membuat PKI menjadi sebuah partai besar pada akhir periode Demokrasi Terpimpin. Pada tahun 1965, telah memiliki tiga juta orang anggota ditambah 17 juta pengikut yang menjadi antek-antek organisasi pendukungnya, sehingga di negara non-komunis, PKI merupakan partai terbesar.
Hubungan antara PKI dan Soekarno sendiri pada masa Demokrasi Terpimpin dapat dikatakan merupakan hubungan timbal balik. PKI memanfaatkan popularitas Soekarno untuk mendapatkan massa. Pada bulan Mei 1963, MPRS mengangkatnya menjadi presiden seumur hidup. Keputusan ini mendapat dukungan dari PKI. Sementara itu di unsur kekuatan lainnya dalam Demokrasi Terpimpin, TNI-Angkatan Darat, melihat perkembangan yang terjadi antara PKI dan Soekarno, dengan curiga. Terlebih pada saat angkatan lain, seperti TNI-Angkatan Udara, mendapatkan dukungan dari Soekarno. Hal ini dianggap sebagai sebuah upaya untuk menyaingi kekuatan TNI-Angkatan Darat dan memecah belah militer untuk dapat ditunggangi. Keretakan hubungan antara Soekarno dengan pemimpin militer pada akhirnya muncul. Keadaan ini dimanfaatkan PKI untuk mencapai tujuan politiknya. Sikap militan yang radikal yang ditunjukkan PKI melalui agitasi dan tekanan-tekanan politiknya yang semakin meningkat, membuat jurang permusuhan yang terjadi semakin melebar. Konflik yang terjadi itu kemudian mencapai puncaknya pada pertengahan bulan September tahun 1965.
Seperti yang telah disebutkan di atas, partai politik pada masa Demokrasi Terpimpin mengalami pembubaran secara paksa. Pembubaran tersebut pada umumnya dilakukan dengan cara diterapkannya Penerapan Presiden (Penpres) yang dikeluarkan pada tanggal 31 Desember 1959. Peraturan tersebut menyangkut persyaratan partai, sebagai berikut:
(1) Menerima dan membela Konstitusi 1945 dan Pancasila.
(2) Menggunakan cara-cara damai dan demokrasi untuk mewujudkan cita-cita politiknya.
(3) Menerima bantuan luar negeri hanya seizin pemerintah.
(4) Partai-partai harus mempunyai cabang-cabang yang terbesar paling sedikit di seperempat jumlah daerah tingkat I dan jumlah cabang-cabang itu harus sekurang-kurangnya seperempat dari jumlah daerah tingkat II seluruh wilayah Republik Indonesia.
(5) Presiden berhak menyelidiki administrasi dan keuangan partai.
(6) Presiden berhak membubarkan partai, yang programnya diarahkan untuk merongrong politik pemerintah atau yang secara resmi tidak mengutuk anggotanya partai, yang membantu pemberontakan.
Sampai dengan tahun 1961, hanya ada 10 partai yang diakui dan dianggap memenuhi prasyarat di atas. Melalui Keppres No. 128 tahun 1961, partai-partai yang diakui adalah PNI, NU, PKI, Partai Katolik, Partai Indonesia, Partai Murba, PSII dan IPKI. Sedangkan Keppres No. 129 tahun 1961 menolak untuk diakuinya PSII Abikusno, Partai Rakyat Nasional Bebasa Daeng Lalo dan partai rakyat nasional Djodi Goondokusumo. Selanjutnya melalui Keppres No. 440 tahun 1961 telah pula diakui Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Persatuan Tarbiyah Islam (Perti).
Demikianlah kehidupan partai-partai politik di masa Demokrasi Terpimpin. Partai-partai tersebut hampir tidak bisa memainkan perannya dalam pentas perpolitikan nasional pada masa itu. Hal ini dimungkinkan antara lain oleh peran Soekarno yang amat dominan dalam menjalankan pemerintahannya dengan cirinya utamanya yang sangat otoriter pada waktu itu di era demokrasi terpimpin.
a) Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom
Perbedaan ideologi dari partai-partai yang berkembang masa demokrasi parlementer menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdampak pada terancamnya persatuan di Indonesia. Pada masa demokrasi terpimpin pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menyampaikan ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Tujuannya untuk menggalang persatuan bangsa. Bagi presiden NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai golongan dalam masyarakat. Presiden yakin bahwa dengan menerima dan melaksanakan Nasakom maka persatuan Indonesia akan terwujud. Ajaran Nasakom mulai disebarkan pada masyarakat. Dikeluarkan ajaran Nasakom sama saja dengan upaya untuk memperkuat kedudukan Presiden sebab jika menolak Nasakom sama saja dengan menolak presiden.
Kelompok yang kritis terhadap ajaran Nasakom adalah kalangan cendekiawan dan ABRI. Upaya penyebarluasan ajaran Nasakom dimanfaatkan oleh PKI dengan mengemukakan bahwa PKI merupakan barisan terdepan pembela NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut menyebabkan ajaran Nasakom menyimpang dari ajaran kehidupan berbangsa dan bernegara serta mengeser kedudukan Pancasila dan UUD 1945 menjadi komunis. Selain itu PKI mengambil alih kedudukan dan kekuasaan pemerintahan yang sah. PKI berhasil meyakinkan presiden bahwa Presiden Sukarno tanpa PKI akan menjadi lemah terhadap TNI.
b) Pemberontakan G30S/PKI
1) Peristiwa Pendahuluan/aksi sepihak :
@ Peristiwa Jengkol: perebutan tanah negara oleh BTI/PKI di Jengkol, Kediri
@ Peristiwa Bandarbetsi: perebutan tanah perkebunan oleh BTI/PKI
@ Peristiwa Kanigoro: penyerbuan pondok pesantren oleh PKI
@ Pelatihan militer bagi anggota organisasi PKI di Lubang Buaya
@ Desakan agar pemerintah membentuk angkatan kelima dari buruh dan tani yang bersenjata
@ Adanya isu “Dewan Jenderal” yang akan kudeta berdasarkan dokumen Gilchrist
2) Alasan TNI AD yang menjadi sasaran yaitu:
@ Adanya Dwi fungsi ABRI atas saran Jend. Nasution, membuat TNI AD menduduki banyak jabatan politik
@ Operasi pembebasan Irian Barat banyak didukung TNI AD, karena pemimpin operasinya dari TNI AD
@ Nasionalisasi perusahaan Belanda banyak yang jatuh ke tangan TNI AD sehingga secara ekonomi kuat
@ TNI AD sering menentang kebijakan PKI
3) Faktor pendukung PKI
@ Merupakan partai empat besar nasional dan dua besar di Jawa
@ Ajaran Nasakom banyak menguntungkan PKI
@ Dwikora yang dikumandangkan Soekarno banyak didukung PKI sehingga rakyat berpikir bahwa PKI pendukung Soekarno
4) Pemberontakan dan Penumpasan
@ Pemberontakan dilakukan dengan penculikan/pembunuhan terhadap enam perwira tinggi AD dan satu perwira pertama AD, serta jatuh korban pula seorang polisi. Semuanya ada di Jakarta, sedang di Yogyakarta ada dua korban dari TNI AD.
@ Penumpasan dipimpin oleh Mayjend Soeharto selaku Pangkostrad dibantu Kol Sarwo Edhie Wibowo selaku Komandan RPKAD (sekarang Kopassus).
@ Tokoh PKI
@ Non Militer
DN Aidit (ketua CC PKI)
Syam Kamaruzaman (politbiro PKI)
Nyoto
Pono
@ Militer
Letkol Untung Sutopo
Kolonel Latief
Lettu Dul Arief
Marsda Oemar Dani
Ajun Polisi Anwas
b.1.2. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas 4 angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian. Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatanyang kedudukannya langsung berada di bawah presiden. ABRI menjadi salah satu golongan fungsional dan kekuatan sosial politik Indonesia.
b.1.3. Penataan Kehidupan Partai Politik
Pada masa demokrasi Parlementer, partai dapat melakukan kegiatan politik secara leluasa. Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi oleh penetapan presiden No. 7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi syarat, misalnya jumlah anggota yang terlalu sedikit akan dibubarkan sehingga dari 28 partai yang ada hanya tinggal 11 partai. Tindakan pemerintah ini dikenal dengan penyederhanaan kepartaian. Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan pemerintah terutama presiden. Kedudukan presiden yang kuat tersebut tampak dengan tindakannya untuk membubarkan 2 partai politik yang pernah berjaya masa demokrasi Parlementer yaitu Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Alasan pembubaran partai tersebuat adalah karena sejumlah anggota dari kedua partai tersebut terlibat dalam pemberontakan PRRI dan Permesta. Kedua Partai tersebut resmi dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1960.
b.1.4. Arah Politik Luar Negeri
Bahasan Umum: Pada awalnya, politik luar negeri Indonesia adalah politik bebas aktif sesuai yang mengabdi pada kepentingan nasional. Bebas berarti tidak memihak salah satu blok (barat/timur), sedangkan aktif berarti ikut memelihara perdamaian dunia. Pada masa demokrasi terpimpin, pelaksanaan politik luar negeri condong mendekati negara-negara blok timur dan konfrontasi terhadap negara-negara blok barat. Perubahan arah ini disebabkan oleh:
(1) Faktor dalam negeri : dominasi PKI dalam kehidupan politik.
(2) Faktor luar negeri : sikap negara-negara Barat yang kurang simpati dan tidak mendukung terhadap perjuangan bangsa Indonesia.
a) Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo
Terjadi penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang menjadi cenderung condong pada salah satu poros. Saat itu Indonesia memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada negara-negara kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik Konfrontasi tersebut dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces).
ü Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara-negara progresif revolusioner (termasuk Indonesia dan negara-negara komunis umumnya) yang anti imperialisme dan kolonialisme.
ü Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah mapan yakni negara-negara kapitalis yang neokolonialis dan imperialis (Nekolim).
Untuk mewujudkan Nefo maka dibentuk poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Peking-Pyong Yang. Dampaknya ruang gerak Indonesia di forum internasional menjadi sempit sebab hanya berpedoman ke negara-negara komunis.
b) Politik Konfrontasi Malaysia
Indonesia juga menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan karena pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap sebagai proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan negara-negara blok Nefo.
Dalam rangka konfrontasi tersebut Presiden mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964, yang isinya sebagai berikut.
ü Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia.
ü Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Inggris.
ü Pelaksanaan Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat menunjukkan adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia.
c) Politik Mercusuar
Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia. Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) yang membutuhkan pembangunan kompleks Olahraga Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing.
Pada tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB sebab Malaysia diangkat menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
d) Politik Gerakan Non-Blok
Gerakan Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan negara-negara Asia-Afrika yang kehidupan politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat maupun Blok Timur. Selanjutnya gerakan ini memusatkan perjuangannya pada gerakan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika dan mencegah perluasan Perang Dingin. Keterlibatan Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa kehidupan politik Indonesia di dunia sudah cukup maju. GNB merupakan gerakan yang bebas mendukung perdamaian dunia dan kemanusiaan. Bagi RI, GNB merupakan pancaran dan revitalisasi dari UUD1945 baik dalam skala nasional dan internasional.
Besarnya kekuasaan Presiden dalam Pelaksanaan demokrasi terpimpintampak dengan:
¯ Pengangkatan Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
¯ Pidato presiden yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” pada tanggal 17 Agustus 1959 yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN atas usul DPA yang bersidang tanggal 23-25 September 1959.
¯ Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
¯ Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi yang berarti sebagai presiden seumur hidup.
¯ Pidato presiden yang berjudul ”Berdiri di atas Kaki Sendiri” sebagai pedoman revolusi dan politik luar negeri.
¯ Presiden berusaha menciptakan kondisi persaingan di antara angkatan, persaingan di antara TNI dengan Parpol.
¯ Presiden mengambil alih pemimpin tertinggi Angkatan Bersenjata dengan di bentuk Komandan Operasi Tertinggi (KOTI).
b.2. Perkembangan Ekonomi Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Pada dasarnya tujuan pemerintah Indonesia menjalankan prinsip ekonomi terpimpin ialah mewujudkan masyarakat sosialis Indonesia. Dalam pelaksanaannya kebijakan ekonomi terpimpin berubah menjadi sistem yang bernama “Sistem Lisensi”. Dalam sistem ini orang-orang yang dapat melaksanakan kegiatan perekonomian, terutama impor hanyalah orang-orang yang mendapat Lisensi atau ijin khusus dari pemerintah.
Untuk mengatasi “Sistem Lisensi “ tersebut presiden mengeluarkan Deklarasi Ekonomi (DEKON) pada tanggal 23 Maret 1963. Dari deklarasi ini dikeluarkannya peraturan tentang ekspor-impor dan masalah penetapan harga. Namun, pada akhirnya DEKON juga tidak berdaya mengatasi kesulitan ekonomi Indonesia.
Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari demokrasi terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat pemerintahan sementara daerah merupakan kepanjangan dari pusat. Langkah yang ditempuh pemerintah untuk menunjang pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut.
Pada masa Kabinet Djuanda pada tahun 1958, pemerintah membuat sebuah undang-undang perencanaan untuk membentuk badan perekonomian untuk meningkatkan taraf ekonomi bangsa. Badan ini dinamakan Dewan Perancang Nasional (DEPERNAS) yang dipimpin oleh Mohammad Yamin sebagai wakil kepala menteri . Adapun tugas dari Dewan Perancang Nasional tersebut adalah :
1. Mempersiapkan rancangan Undang-Undang Pembangunan Nasional Indonesia yang berencana dan bertahap.
2. Mengawasi dan menilai penyelenggaraan proses pembangunan tersebut.
Tugas dan bidang kerja badan ini secara tegas ditetapkan dalam Undang-Undang No. 80/1958, 19 Januari 1958, serta Peraturan Pemerintah No.2/1958.
Hasil yang dicapai, dalam waktu 1 tahun Depernas berhasil menyusun Rancangan Dasar Undang-undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana tahapan tahun 1961-1969 yang disetujui oleh MPRS melalui TAP No. 2/MPRS/1960. Mengenai masalah pembangunan terutama mengenai perencanaan dan pembangunan proyek besar dalam bidang industri dan prasarana tidak dapat berjalan dengan lancar sesuai harapan. 1963 Dewan Perancang Nasional (Depernas) diganti dengan nama Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno.
Pada tahun 1959 Indonesia mengalami tingkat inflasi yang sangat tinggi.Latar Belakang meningkatnya laju inflasi :
a. Penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lainnya mengalami kemerosotan.
b. Nilai mata uang rupiah mengalami kemerosotan
c. Anggaran belanja mengalami defisit yang semakin besar
d. Pinjaman luar negeri tidak mampu mengatasi masalah yang ada
e. Upaya likuidasi semua sektor pemerintah maupun swasta guna penghematan dan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran belanja tidak berhasil
f. Penertiban administrasi dan manajemen perusahaan guna mencapai keseimbangan keuangan tak memberikan banyak pengaruh
g. Penyaluran kredit baru pada usaha-usaha yang dianggap penting bagi kesejahteraan rakyat dan pembangunan mengalami kegagalan.
Kegagalan-kegagalan tersebut disebabkan karena:
a. Pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam melakukan pengeluaran.
b. Pemerintah menyelenggarakan proyek-proyek mercusuar seperti GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) dan CONEFO (Conferenceof the New Emerging Forces) yang memaksa pemerintah untuk memperbesar pengeluarannya pada setiap tahunnya.
Dampaknya :
Ø Inflasi semakin bertambah tinggi
Ø Harga-harga semakin bertambah tinggi
Ø Kehidupan masyarakat semakin terjepit
Ø Indonesia pada tahun 1961 secara terus menerus harus membiayai kekeurangan neraca pembayaran dari cadangan emas dan devisa
Ø Ekspor semakin buruk dan pembatasan Impor karena lemahnya devisa.
Ø 1965, cadangan emas dan devisa telah habis bahkan menunjukkan saldo negatif sebesar US$ 3 juta sebagai dampak politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara barat.
KebijakanPemerintah :
µ Keadaan defisit negara yang semakin meningkat ini diakhiri pemerintah dengan pencetakan uang baru tanpa perhitungan matang. Sehingga menambah berat angka inflasi.
µ 13 Desember 1965 pemerintah mengambil langkah devaluasi dengan menjadikan uang senilai Rp. 1000 menjadi Rp. 1.
Dampaknya dari kebijakan pemerintah tersebut :
@ Uang rupiah baru yang seharusnya bernilai 1000 kali lipat uang rupiah lama akan tetapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat lebih tinggi dari uang rupiah baru.
@ Tindakan moneter pemerintah untuk menekan angka inflasi malahan menyebabkan meningkatnya angka inflasi.
Pemerintah secara sigap bereaksi dengan mengeluarkan kebijakan perekonomian dengan cara devaluasi. Tujuan dilakukan devaluasi yaitu:
a. Guna membendung inflasi yang tetap tinggi
b. Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat
c. Meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan.
Maka pada tanggal 25 Agustus 1959 pemerintah mengumumkan keputusannya mengenai penuruan nilai uang (devaluasi) yaitu:
1. Mengurangi jumlah peredaran uang dalam negeri. Kebijakan itu mengarah pada praktik devaluasi dari Rp. 1000 menjadi Rp. 100.
2. Pembekuan sebagian dari seluruh simpanan uang di bank-bank di seluruh Indonesia yang melebihi Rp. 25.000. Peraturan ini bertujuan untuk mengurangi banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat.
3. Uang kertas Rp. 1000 dan Rp.500 yang telah diubah menjadi Rp.100 dan Rp. 50 harus dengan uang kertas yang baru sebelum 1 Januari 1959.
Tetapi usaha pemerintah tersebut tetap tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi yang semakin jauh, terutama perbaikan dalam bidang moneter. Para pengusaha daerah di seluruh Indonesia tidak mematuhi sepenuhnya ketentuan keuangan tersebut.
Pada masa pemotongan nilai uang memang berdampak pada harga barang menjadi murah tetapi tetap saja tidak dapat dibeli oleh rakyat karena mereka tidak memiliki uang. Hal ini disebabkan karena :
1) Penghasilan negara berkurang karena adanya gangguan keamanan akibat pergolakan daerah yang menyebabkan ekspor menurun.
2) Pengambilalihan perusahaan Belanda pada tahun 1958 yang tidak diimbangi oleh tenaga kerja manajemen yang cakap dan berpengalaman.
3) Pengeluaran biaya untuk penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962, RI sedang mengeluarkan kekuatan untuk membebaskan Irian Barat.
Kemunduran perekonomian Republik Indnesia tampak dari meningginya kembali nilai peredaran uang rupiah adanya proyek mercusuar Gabefo (Games of the New Emerging Forces) pada tahun 1962 juga menjadi penghambat pembangunan ekonomi dan moneter Indonesia.
Pada tahun 1963, Dewan Perancang Nasional berubah wujud menjadi Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno, badan ini mempunyai tugas untuk menysun rencana perekonomian dan moneter jangka panjang tahunan baik dalam taraf nasional maupun daerah, serta mempersiapkan dan menilai mandataris untuk MPRS.
Selain membentuk Bappenas, pemerintah juga menangani krisis moneter dengan mengeluarkan berbagai kebijakan-kebijakan perekonomian, yang antara lain sebagai berikut:
1. Pendirian Bank Tunggal Milik Negara. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menyediakan wadah bagi arus perputaran sirkulasi antarbank, baik bank sentral maupun bank umum.
2. Pengeluaran uang baru yang nilainya 1000 kali dari uang rupiah lama. Kebijakan ini mengakibatkan kemunduran ekonomi dan moneter Indonesia karena nilai rupiah baru dan lama memiliki perbandingan 10:1 jumlah pengeluaran pemerintah pun turut meningkat dari Rp. 3 miliar menjadi Rp. 30 milar.
Untuk mengatasi krisis ekonomi, pada masa demokrasi terpimpin diadakan berbagai pembaharuan seperti:
(1) Membentuk Dekon (Deklarasi Ekonomi)
Tujuan membentuk Dekon adalah menciptakan iklim ekonomi yang mendukung kesejahteraan masyarakat dengan mencanangkan Program Politik Berdikari. Cara ini dilakukan karena tidak mudah untuk mendapatkan pinjaman dari luar negeri akibat Indonesia dikucilkan dari pergaulan internasional.
(2) Membentuk Kotoe (Komando Tertinggi Operasi Ekonomi)
Tujuannya untuk mengatur perekonomian negara semakin sentralistik.
(3) Membentuk Kesop (Kesatuan Ekonomi)
Tujuannya adalah untuk meningkatkan sektor perdagangan.
(4) Membentuk Bank Sentral
Pada masa demokrasi terpimpin, kondisi Indonesia semakin beruk, terutama sektor ekonomi. Hal itu disebabkan karena beberapa hal yaitu:
(1) Terjadinya penyelewengan ekonomi karena miskinnya pengetahuan ekonomi.
(2) Semua permasalahan ekonomi diselesaikan dengan kebijakan politis.
(3) Organisasi pemerintahan yang buruk sehingga menimbulkan koordinasi yang tidak baik antarlembaga negara. Akibatnya, kebijakan yang dibuat banyak berhenti di tengah jalan dan tidak selesai.
Kebijakan-kebijakan perekonomian yang dikeluarkan oleh pemerintah pada masa demokrasi terpimpin memiliki pertentangan dengan kebijakan dan peraturan-peraturan lain yang dikeluarkan presiden. Hal ini disebabkan oleh adanya kewenangan presiden dalam membuat peraturan lain yang setingkat dengan undang-undang. Kondisi perekonomian Indonesia semakin menunjukkan kemunduran hingga tahun 1966.
b.3. Perkembangan Sosial Budaya Pada Masa Demokrasi Terpimpin
b.3.1. Dalam Bidang Pendidikan
Murid-murid sekolah lanjutan pertama dan tingkat atas pada tahun 1950-an jumlahnya melimpah dan berharap menjadi mahasiswa. Mereka ini adalah produk pertama dari system pendidikan setelah kemerdekaan. Universitas baru didirikan di ibukota propinsi dan jumlah fakultas ditambah meskipun kekurangan tenaga pengajar. Perguruan tinggi swasta semakin banyak terutama tahun 1960. Eksplosi pendidikan tinggi ini disebabkan meluasnya aspirasi untuk menjadi mahasiswa.
Untuk memenuhi keinginan golongan islam didirikan Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Sedangkan umat Kristen dan katolik didirikan sekolah Tinggi Theologia serta seminari-seminari. Sistem penerimaan mahasiswa yang mudah dan pembebasan biaya kuliah menyebabkan peningkatan jumlah mahasiswa besar-besaran. Penambahan mahasiswa mencapai seratus ribu dengan perguruan tinggi 181 buah pada tahun 1961.
Sejak tahun 1959 dibawah menteri P dan K Prof. Dr. Prijono disusun suatu rencana pengajaran yang disebut Sapta Usaha Tama, yang meliputi :
(a) Penertiban aparatur dan usaha-usaha Departemen P dan K,
(b) Meningkatkan seni dan olahraga
(c) Mengharuskan usaha halaman
(d) Mengharuskan penabungan
(e) Mewajibkan usaha-usaha koperasi
(f) Mengadakan kelas masyarakat
(g) Membentuk regu kerja di kalangan SLTP/SLTA dan Universitas
Sejak tahun 1962 sistem pendidikan SMP dan SMA mengalami perubahan dalam kurikulum SMP baru di tambahkan mata pelajaran ilmu administrasi dan kesejahteraan masyarakat. Sistem pendidikan SMA di lakukan penjurusan mulai kelas II jurusan di bagi menjadi kelas budaya, soiial, ilmu pasti dan alam. Melihat pembagian di SMA seperti itu menunjukkan mereka dipersiapkan untuk memasuki peguruan tinggi.
Tentang penyelenggaraan seni dan olah raga ditentukan kewajiban mempelajari dan menyanyikan 6 lagu nasional selain lagu kebangsaan Indonesia Raya. Olah raga sepak bola dan bola volley banyak dikembangkan.
Yang dimaksud Usaha halaman adalah usaha yang dapat dilakukan di halaman sekolah maupun rumah, yang hasilnya dapat dibuat sebagai penambah pangan. Usaha halaman sekolah berlaku untuk semua tingkat sekolah negeri maupun swasta.
Gerakan menabung bagi setiap murid dilakukan pada bank tabungan pos, kantor pos, kantor pos pembantu. Cara penabungan di atur oleh departemen P dan K bersama dengan Direksi Bank Tabungan Pos. usaha ini untuk mendidik anak berhemat selain untuk pengumpulan dana masyarakat. Gerakan koperasi sekolah juga digiatkan. Murid aktif dalam penyelenggaraan koperasi. Kepala sekolah dan guru sebagai pengawas dan penasehat koperasi.
Suatu kelas masyarakat yang waktu pendidikannya 2 tahun dibentuk untuk menampung lulusan sekolah rakyat yang karena sesuatu hal tidak dapat melanjutkan sekolah. Mereka dididik dalam kelas masyarakat ini untuk mendapat ketrampilan.
Sekitar tahun 1960-an dikalangan pendidikan muncul masalah yakni usaha PKI untuk menguasai organisasi profesi guru “Persatuan Guru Replubik Indonesia” (PGRI). Hal ini menimbulkan perpecahan dikalangan guru dan PGRI. Perpecahan PGRI bertepatan dengan dilancarkannya system pendidikan baru oleh menteri PP dan K. system baru itu adalah Pancasila dan Pancawardhana. Adapun sistem Pancawardhana atau lima pokok penjabarannya :
I. Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional /internasional/keagamaan.
II. Perkembangan intelegensi.
III. Perkembangan nasional-artistik atau rasa keharusan dan keindahan lahir dan batin.
IV. Perkembangan keprigelan ( kerajinan tangan ).
V. Perkembangan jasmani.
b.3.2. Komunikasi Massa
Surat kabar dan majalah yang tidak seirama dengan Demokrasi Terpimpin, harus menyingkir dan tersingkir. Persyaratan untuk mendapatkan Surat Ijin Terbit dan Surat Ijin Cetak (SIT) diperketat. Sejak tahun 1960, semua penerbit wajib mengajukan permohonan SIT dengan dicantumkan 19 pasal yang mengandung pertanggungjawaban surat kabar/majalah tersebut.
Pedoman resmi untuk penerbitan surat kabar dan majalah diseluruh Indonesia, dikeluarkan pada tanggal 12 Oktober 1960 yang ditanda tangani oleh Ir. Juanda selaku Pejabat Presiden. Pedoman yang berisi 19 pasal tersebut mudah digunakan penguasa untuk menindak surat kabar/majalah yang tidak disenangi. Maka satu demi satu penerbit yang menentang dominasi PKi di cabut SITnya. Yakni, Harian Pedoman, Nusantara, Keng Po, Pos Indonesia, Star Weekly dan sebagainya. Surat kabar Abadi lebih memilih menghentikan penerbitan daripada menandatangani persyaratan 19 pasal itu. Dengan semakin sedikitnya pers Pancasila yangb masih hidup, dapat digambarkan betapa merajalelanya Surat Kabar PKI seperti Harian Rakyat, Bintang Timur, dan Warta Bhakti.
Melalui Harian Rakyat surat kabar resminya, pimpinan PKI memimpin propaganda untuk menyingkirkan lawan politiknya. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) satu-satunya organisasi profesi wartawan yang ada dan diakui pemerintah, didominasi oleh golongan komunis dan satelit-satelitnya. Karena itu wartawan diluar kubu komunis tidak bisa bergerak karena terkepung. Bahkan Departemen Penerangan akhirnya dapat digiring kepada sikap mendukung garis yang diajukan PKI.
Sayuti Melik menyebarluaskan ajaran-ajaran Bung Karno yang murni (belum dipengaruhi oleh komunisme) dalam tulisan-tulisan yang dimuat dalam surat kabar dengan jdul tulisan “Belajar Memahami Soekarnoisme”. Isi pokok tulisan Sajuti Melik ialah “Tidak setuju Nasakom”, melainkan setuju Nasasos. Maksudnya ialah untuk mengingatkan berbagai pihak akan ajaran-ajaran Bung Karno yang semula. Dengan demikian diharapakan untuk membendung penyimpangan-penyimpangan oleh PKI terhadap ajaran-ajaran itu. Pada mulanya tulisan itu di muat oleh Suluh Indonesia, Koran PNI, dan dari Koran itu di kutip oleh harian dan majalah lain. Tapi setelah ada protes keras dari PKI, maka dihentikan pemuatannya oleh Suluh Indonesia. Berdasarkan tulisan sajuti Melik ini, berdirilah Badan Pendukung Soekarnoisme (BPS). Pengurus BPS adalah ketua : Adam Malik; Wakil Ketua : B. M. Diah; Ketua Harian : Sumantoro; Wakil Ketua Harian : Junus Lubis; Sekretaris Umum : Drs. Asnawi Said; Bendahara : Sunaryo Prawiroadinata; Biro Dalam Negeri : Sugiarso; Biro Luar Negeri : Zain Effendi AI; Penghubung : Adyatman. BPS terbukti mendapat dukungan luas dalam masyarakat, dilain pihak mendapat tantangan dari PKI. Melalui surat kabar, rapat-rapat dan demonstrasi PKI menfitnah BPS dengan slogan to kill Soekarno With Soekarnoisme.
Pemerintah Soekarno pada saat itu mendapat tekanan dari golongan komunis untuk menindak BPS. Pada akhirnya Presiden Soekarno, selaku pemutus terakhir turun tangan. Keputusan yang di ambil Presiden Soekarno pada bulan februari 1965 ialah: “Melarang semua aktivitas BPS dan mencabut izin terbit Koran-koran penyokong BPS”. Ini berarti BPS bubar.
Akibat dilarangnya Koran pendukung BPS banyak karyawan pers yang dengan itikat baik hendak menyebarkan ajaran Bung Karno menurut tafsiran yang murni dan bukan tafsiran Komunis., kehilangan nafkahnya.
b.3.3. Kehidupan Budaya
Sesuai dengan semboyan PKI “ politik adalah panglima” maka seluruh kehidupan masyarakat diusahakan untuk berada di bawah dominasi politiknya. Kampus diperpolitikkan mahasiswa yang tidak mau ikut dalam rapat umumnya, appel-appel besarnya dan demonstrasi-demonstrasi revolusionernya di caci maki dan dirongrong oleh unsur Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) atau satelit-satelitnya. Wartawan yang ikut BPS dimaki-maki sebagai antek Nekolim atau agen CIA. Bahkan para budayawan maupun seniman juga tak luput dari raihan tangan mereka.
Realisme sosialis sebagai doktrin komunis dibidang seni dan sastra diusahakan untuk menjadi doktrin di Indonesia juga. Akan tetapi pelaksanaan doktrin tersebut lebih represif dari pada persuasive seperti adanya larangan bagi pemusik-pemusik pop untuk memainkan lagu-lagu ala imperialis barat. Peristiwa yang paling diingat oleh masyarakat pada bidang budaya adalah heboh mengenai Manifes Kebudayaan dan Konferensi Karyawan Pengarang Indonesia (KKPI). Sesungguhnya isi dari Manifes Kebudayaan itu tidaklah baru atau luar biasa. Yang diungkap adalah konsepsi humanisme universal yang timbul dalam masyarakat liberal yang menekankan kebebasan individu untuk berkarya secara kreatif. PKI tidak serta merta menyerang manifes tersebut akan tetapi berselang 4 bulan setelah kemunculannya baru mulai angkat senjata. Hal ini terjadi karena para sastrawan Pancasilais baik yang mendukung manifes kebudayaan maupun tidak sedang menyiapkan rencana untuk menyelenggarakan Konferensi Karyawan Pengarang Indonesia (KKPI). PKI menganggap bahwa sebuah manifest saja bukanlah ancaman bagi mereka akan tetapi suatu pengelompokan yang terorganisasi merupakan bahaya yang harus segera ditumpas sebelum berkembang lebih besar.
Para sastrawan yang sudah menyiapkan KKPI memiliki perencanaan yang matang. Mereka sudah melakukan pengaman secukupnya baik berupa konsepsi maupun dukungan dari pejabat-pejabat dan kekuatan-kekuatan pancasilais. Setelah kemunculan Persatuan Karyawan Pengarang Indonesia (PKPI) barulah PKI mulai mengadakan kampanye untuk mengidentifikasi KKPI dan PKPIdengan manifest kebudayaan untuk sama-sama dihancurkan. Serangan terhadap manifest kebudayaan terus dilancarkan melalui tulisan yang semakin tajam dalam Harian Rakyat, Bintang Timur dan Zaman Baru. PKI menganggap manifest kebudayaan sebagai bentuk penyelewengan dari revolusi Indonesia yang berporos pada soko guru tani, buruh dan prajurit. Di lain sisi PKI mendukung penuh gagasan manifest politik karena dalam ide-ide tersebut terdapat penyesuaian gagasan sikap politik budaya dari perjuangan komunisme. Manifes kebudayaan dianggap mengesampingkan manifest politik karena memisahkan antara politik dan kebudayaan. Propaganda PKI yang hebat sedikit banyak telah mempengaruhi massa, serangan-serangan terhadap pendukung manifest kebudayaan dan KKPI tidak ada hentinya dalam harian, pidato, tokoh-tokoh PKI maupun aksi politik. Serangan lewat media mass media, aksi turun kejalanberdemonstrasi dilakukan oleh penyokong PKI. Aksi-aksi tersebut mengundang presiden Soekarno sehingga pada ulang tahun Departemen Perguruan Tinggi dan ILmu Pengetahuan (PTIP) yang ke-3 menyampaikan pidato yang mendesak mahasiswa revolusioner dan molotan untuk menggeser guru-guru besar dan sarjana anti manifest politik. Pidato Presiden Soekarno tentang Manipol-Usdek yang dimanfaatkan PKI untuk pentrapan bagi konsumsi rakyat. Dalam pidato ini Presiden soekarno mengecam adanya kebudayaan barat yang diasosiasikan dengancita-cita imperialism barat. Kekuatan Pki setelah tahun 1963sangat besar dan berpengaruh sekali, Bahkan PKI dapat keluar masuk istana secara mudah.
Sehingga Presiden soekarno mengeeluarkan larangan terhadap manifest kebudayaan karena manifesto politik republic Indonesia sebagai pancaran pancasiala telah menjadi garis besar haluan negara tidak mungkin didampingi manifesto lain apalagi kalau manifesto itu menunjukkan sikap ragu-ragu terhadap revolusi dan member kesan berdiri disampingnya. Pernyataan Presiden Soekarno yang menganggap pendukung manifest kebudayaan bertentangan dengan manipol merupakan suatu tuduhan yang sangat berbahasa pada saat itu. Pencetus utama manifest kebudayaan H.B Jassin, wiratmo Sukitodan Trisno sumardjo merasakan ahwa mereka harus membuat suatu pernyataan berkenaan dengan perintah pelarangan dari Presiden soekarno untuk menjelaskan posisi manifesto kebudayaan, membersihkan diri mereka dari massa yang digerakkkan PKI. Oleh sebab itu pada tanggal 11 Mei 1964 ketiga tokoh tersebut menanggapi larangan Presiden Soekarno. Pernyataan ini dibuat agar angka korban yang jatuh akibat dukungan kepada manifest kebudayaan tidak meningkat.
Pada tanggal 27 Agustus-2 September 1964 PKI mengadakan Konferensi Nasional Sastra dan Seni Revolusioner (KSSR) di Jakarta. KSSR ini dimaksudkan untuk menandingi KKPI yang diadakan bulan Maret lalu. KSSR mau membuktikan bahwa suasana kebudayaan berada dibawah kekuasaaan PKI. Dengan demikian berhasilllah PKI memukul manifest kebudayaan akan tetapi PKPI tidak dapat mereka hancurkan. Benteng Pancasila tidak dapat ditaklukkan oleh PKI selain itu para sastrawan Indonesia mendapatkan pelajaran berharga bahwa untuk menghadapi komunisme diperlukan juga senjata berupa organisasi.
b.4. Kondisi Pertahanan dan Keamanan Bangsa Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin
b.4.1. Perpecahan Militer
Kebijakan-kebijakan Soekarno tersebut hanya memberikan Soekarno beberapa teman dan lebih banyak musuh di negara-negara Barat. Musuh ini terutama mencakup Amerika Serikat dan Inggris Raya, yang mana para investornya semakin marah dengan kebijakan Soekarno menasionalisasi aset tambang mineral, pertanian, dan energi. Karena membutuhkan Indonesia sebagai sekutu dalam Perang Dinginmelawan Uni Soviet, Amerika Serikat menciptakan sejumlah hubungan dengan para perwira militer TNI melalui pertukaran dan transaksi senjata. Hal ini memupuk perpecahan di jajaran TNI, dengan Amerika Serikat dan sekutunya mendukung sebuah faksi sayap kanan TNI yang berseberangan terhadap faksi sayap kiri TNI yang mendukung Partai Komunis Indonesia.
Ketika Soekarno menolak bantuan pangan dari USAID, sehingga memperburuk kondisi kelaparan, faksi sayap kanan TNI mengadopsi struktur komando regional di mana mereka bisa menyelundupkan bahan pangan untuk memenangkan loyalitas penduduk pedesaan. Dalam upaya untuk membatasi kekuasaan sayap kanan TNI yang meningkat, Partai Komunis Indonesia dan faksi sayap kiri TNI membentuk sejumlah organisasi massa petani dan lainnya.
b.4.2. Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Pada tahun 1963, kebijakan Konfrontasi terhadap Federasi Malaysia yang baru terbentuk diumumkan oleh rezim Soekarno. Hal ini semakin memperburuk perpecahan antara faksi TNI sayap kiri dan sayap kanan, dengan faksi sayap kiri TNI dan Partai Komunis mengambil bagian dalam serangan gerilya di perbatasan antara Kalimantan dengan Malaysia, sementara faksi sayap kanan TNI sebagian besar absen dari konflik (tidak jelas apakah karena pilihan atau perintah Soekarno).
Politik konfrontasi ini selanjutnya semakin mendorong Blok Barat untuk mencari cara untuk menggulingkan Soekarno, yang dipandang sebagai ancaman terhadap stabilitas regional Asia Tenggara (begitu pula Vietnam Utara dalam pandangan Teori Domino Blok Barat). Mendalamnya konflik bersenjata ini mendekati perang terbuka antara Indonesia dan Malaysia pada tahun 1965, meningkatkan ketidakpuasan dunia terhadap rezim Soekarno dan memperkuat peluang kekuasaan para jenderal TNI faksi sayap kanan yang pasukannya masih dekat dengan pusat kekuasaan di Jakarta.
b.4.3. Runtuhnya sistem Demokrasi Terpimpin
a) Gerakan 30 September ( G30S/PKI )
Sebagai Mayor Jenderal, Soeharto (di kanan muka) menghadiri pemakaman umum para jenderal yang tewas dalam G30S, tanggal 5 Oktober 1965 (Foto olehDepartemen Penerangan Indonesia).
Pada malam 30 September - 1 Oktober 1965, enam jendral senior TNI diculik dan dieksekusi di Jakarta oleh batalyon tentara dari Resimen Tjakrabirawa(Pengawal Presiden) dalam sebuah aksi yang kemudian disebut oleh Soeharto sebagai "percobaan kudeta". Faksi sayap kanan TNI yang membawahi enam jenderal tersebut hancur, termasuk Panglima Staf Angkatan Darat yang paling berkuasa,Ahmad Yani. Sekitar 2.000 personil tentara dari kelompok tersebut menempati tiga sisi Lapangan Merdeka, dan menduduki Istana Merdeka, kantor Radio Republik Indonesia, dan pusat telekomunikasi, tetapi tidak menempati sisi timur, tempat markas Kostrad. Menyebut diri mereka "Gerakan 30 September" (disingkat "G30S"), kelompok ini mengumumkan di radio RRI sekitar pukul 7:00 WIB bahwa mereka mencoba menghentikan kudeta militer yang didukung oleh Central Intelligence Agency (CIA) Amerika Serikat yang direncanakan untuk menghapus Soekarno dari kekuasaan.
Mereka mengumumkan telah menangkap beberapa jenderal yang tergabung dalam konspirasi tersebut, yaitu anggota "Dewan Jenderal", yang telah merencanakan kudeta militer terhadap pemerintahan Presiden Soekarno. Mereka kemudian menyatakan bahwa kudeta ini sejatinya akan berlangsung pada "Hari Angkatan Bersenjata" (5 Oktober) dengan dukungan dari CIA, dan bahwa Dewan Jenderal kemudian akan membentuk sebuah junta militer yang memegang tampuk kekuasaan Indonesia. Setelah itu, kelompok ini memproklamasikan berdirinya sebuah "Dewan Revolusi" yang terdiri dari berbagai perwira TNI terkenal dan pemimpin sipil yang akan menjadi otoritas tertinggi di Indonesia. Selain itu, mereka menyatakan bahwa Kabinet Dwikora Presiden Soekarno sebagai "demisioner" ("tidak valid").[
Menurut salah satu terduga konspirator gerakan tersebut, yaitu Letnan Kolonel Abdul Latief, Resimen Tjakrabirawa tidak mencoba untuk membunuh atau menangkap Mayor Jenderal Soeharto, komandan Kostrad (Komando Strategi dan Cadangan TNI Angkatan Darat) saat itu, karena Soeharto dianggap sebagai loyalis Soekarno. Soeharto, bersama dengan Jenderal Nasution yang selamat, membuat tuduhan-balik bahwa G30S adalah sebuah gerakan pemberontak yang berusaha untuk menggantikan pemerintahan Presiden Soekarno dengan pemerintahan Komunis. Setelah mendengar pengumuman radio tersebut, Soeharto dan Nasution mulai mengkonsolidasikan kekuatan mereka, berhasil mendapatkan loyalitas Komandan Garnisun Jakarta Mayor Jenderal Umar Wirahadikusumah dan KolonelSarwo Edhie Wibowo, komandan pasukan khusus tentara RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat).
Selama petang 1 Oktober, tentara RPKAD merebut kantor RRI dan Bangunan Telekomunikasi kembali tanpa perlawanan karena para tentara personil G30S telah mundur kembali ke Markas Halim Perdanakusuma TNI AU. Pasukan RPKAD menyerbu Markas Halim Perdanakusuma TNI AU pada dini hari tanggal 2 Oktober, tapi dicegat oleh tentara G30S dalam baku tembak sengit di mana beberapa korban jiwa jatuh di kedua sisi. Sebuah perintah langsung dari Presiden Soekarno berhasil mengamankan penyerahan tentara G30S siang harinya, setelah pasukan Soeharto menduduki markas tersebut. Pada tanggal 3 Oktober, tubuh para jenderal faksi sayap kanan TNI yang terbunuh oleh G30S ditemukan di lokasi Lubang Buaya dekat Markas Halim dan pada tanggal 5 Oktober (Hari Angkatan Bersenjata) pemakaman umum yang besar diadakan.
b) Perebutan kekuasaan internal militer
Pembunuhan para jenderal TNI faksi sayap kanan tersebut membuat pengaruh militer jatuh untuk personil tentara yang lebih bersedia untuk menentang Soekarno dan musuh mereka di faksi sayap kiri TNI. Setelah pembunuhan para jenderal tersebut, perwira berpangkat tertinggi dalam militer Indonesia dan tertinggi ketiga dalam keseluruhan rantai-komando adalah Menteri Pertahanan dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Abdul Haris Nasution, anggota dari kubu TNI sayap kanan.
Pada tanggal 2 Oktober, Soeharto menerima perintah dari Soekarno untuk mengambil kendali tentara, tapi dengan syarat bahwa hanya Soeharto yang memiliki otoritas untuk memulihkan ketertiban dan keamanan. Tanggal 1 Novemberdibentuklah Kopkamtib ("Komando Operasi Pemulihan Keamanan Dan Ketertiban"), sebagai bentuk resmi otoritas Soeharto ini. Namun pada 5 Oktober, Soekarno berpindah mempromosikan Mayjen Pranoto Reksosamudro, yang dianggap sebagai loyalis Soekarno, sebagai Kepala Staf TNI AD menggantikan Jenderal Nasution.
Setelah pengangkatan Pranoto tersebut, The New York Times melaporkan bahwa sebuah "laporan diplomatik" Barat yang tidak disebutkan namanya menyatakan bahwa Pranoto adalah mantan anggota PKI. Dugaan komunisme Pranoto, serta pengangkatannya, membuat media tersebut berpandangan bahwa PKI dan Soekarno bersekongkol untuk membunuh para jenderal tersebut untuk mengkonsolidasikan genggaman mereka pada kekuasaan.
Namun bagaimanapun, pasca peristiwa G30S, Mayor Jenderal Soeharto dan unit KOSTRAD-nya adalah yang paling dekat dengan Jakarta. Secara otomatis, Soeharto menjadi jenderal lapangan yang bertanggung jawab untuk mengusut G30S. Kemudian, atas desakan Jenderal Nasution, Soekarno melepas Pranoto dari jabatan yang diberikannya dan Soeharto dipromosikan menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat pada 14 Oktober 1965.
c) Pembersihan berdarah anti-komunis
Dua pria sedang menanti kematiannya, seorang tentara di belakang mereka menusukkan bayonetnya ke mayat-mayat di bawah kakinya dalam sebuah eksekusi kilat terhadap para terduga komunis.
Pada awal Oktober, kampanye propaganda militer mulai menyapu Indonesia, dan berhasil meyakinkan baik masyarakat Indonesia dan internasional bahwa peristiwa Gerakan 30 September adalah sebuah "kudeta Komunis", dan bahwa pembunuhan jenderal faksi sayap kanan TNI tersebut adalah kekejaman pengecut terhadap para pahlawan Indonesia. Dalam kampanye tersebut, Gerakan 30 September disebut "Gestapu" (dari "Gerakan September Tigapuluh"). Tentara, bertindak atas perintah Soeharto dan diawasi oleh Nasution, memulai kampanye agitasi dan hasutan untuk melakukan kekerasan berdarah di kalangan warga sipil Indonesia yang ditujukan untuk masyarakat pendukung dan simpatisan ideologi Komunis, dan bahkan terhadap Presiden Soekarno sendiri. Penyangkalan PKI tentang keterlibatan mereka dalam G30S memiliki pengaruh yang kecil. Rezim Soekarno dengan cepat menjadi tidak stabil, dengan Angkatan Darat menjadi satu-satunya kekuatan yang tersisa untuk menjaga ketertiban.
Pada pemakaman Ade Irma, putri Nasution yang meninggal dalam peristiwa G30S, Komandan Angkatan Laut Laksamana Martadinata memberi sinyal pada para ulama dan pemimpin Muslim untuk menyerang Komunis. Pada tanggal 8 Oktober, kantor pusat PKI dijarah dan dibakar habis saat petugas pemadam kebakaran hanya berdiri diam. Mereka kemudian berdemonstrasi masal menuntut pembubaran Partai Komunis Indonesia. Rumah-rumah tokoh senior partai, termasuk ketua PKI D.N. Aidit, M.H. Lukman dan Nyoto juga dibakar. Tentara kemudian memimpin kampanye untuk membersihkan masyarakat Indonesia, pemerintah dan angkatan bersenjata dari elemen partai komunis dan organisasi massa berhaluan kiri lainnya. Para pemimpin dan anggota PKI segera ditangkap, beberapa langsung dieksekusi mati tanpa pengadilan apapun.
Pada tanggal 18 Oktober, sebuah deklarasi dibacakan melalui semua stasiun radio yang dikendalikan militer, menyatakan bahwa Partai Komunis Indonesia adalah partai terlarang. Larangan tersebut termasuk partai PKI sendiri dan semua "onderbouw"-nya (sayap organisasi) seperti organisasi pemuda dan perempuan, asosiasi petani, intelektual dan kelompok mahasiswa, dan serikat buruh SOBSI. Pada saat itu, tidak jelas apakah larangan ini hanya diterapkan terhadap Jakarta (yang saat itu dikuasai oleh TNI Angkatan Darat), atau seluruh Republik Indonesia. Namun, larangan itu segera digunakan sebagai dalih oleh Tentara Nasional Indonesia untuk pergi di seluruh Indonesia melaksanakan hukuman di luar hukum, termasukpenangkapan massal dan eksekusi kilat, terhadap siapapun yang dicurigai pendukung kelompok kiri atau komunis, dan loyalis Soekarno. Saat penyebaran kekerasan berdarah tersebut, Soekarno mengeluarkan perintah untuk mencoba menghentikannya, tapi ia diabaikan. Dia juga menolak untuk menyalahkan PKI untuk peristiwa "kudeta" tersebut, apalagi melarangnya seperti yang dituntut oleh TNI Angkatan Darat. Namun, meski Soeharto dan Nasution semakin curiga tentang peran Soekarno dalam peristiwa itu, TNI Angkatan Darat enggan untuk menghadapi Soekarno langsung karena popularitasnya yang masih luas.
Dimulai pada akhir Oktober 1965, dan dipanas-panasi oleh kebencian masyarakat yang terpendam, TNI dan sekutu sipilnya ( terutama kelompok vigilanteMuslim) mulai membunuhi orang-orang yang ada hubungan dengan PKI maupunonderbouw-nya, baik yang hanya diduga maupun yang memang betul. Pembunuhan dimulai di ibukota, Jakarta, menyebar ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan kemudian Bali. Meskipun pembunuhan terjadi di seluruh Indonesia, yang terburuk berada di kubu PKI Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatra utara. Pembantaian mencapai puncaknya selama sisa tahun 1965, sebelum mereda pada bulan-bulan awal tahun 1966. Perkiraan jumlah korban tewas dari berbagai kekerasan ini berkisar dari lebih dari 100.000 sampai 3 juta, namun kebanyakan sejarawan menerima figur sekitar 500.000. Banyak orang lain juga dipenjara dan selama sepuluh tahun ke depan, orang-orang masih ditangkap dan dipenjarakan sebagai tersangka. Diperkirakan bahwa sebanyak 1,5 juta orang dipenjarakan atas dasar dugaan pendukung komunisme pada satu saat di masa tersebut. Sebagai hasil dari pembersihan tersebut, salah satu dari tiga pilar pendukung Soekarno, Partai Komunis Indonesia, telah secara efektif dihilangkan oleh dua lainnya, yaitu militer dan politik Islam.
d) Demonstrasi
Pada Oktober 1965, mahasiswa di Jakarta membentuk KAMI ("Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia"), yang menyerukan pelarangan PKI. Organisasi ini segera dimasuki sejumlah organisasi serupa yang terdiri dari siswa SMA, pekerja, seniman, buruh dan sejenisnya. Target lainnya untuk para demonstran adalah kenaikan harga dan inefisiensi pemerintah. Mereka juga berdemonstrasi menentang Subandrio, menteri luar negeri dan kepala badan intelijen BPI dan orang nomor dua di pemerintahan.
Pada 10 Januari 1966, para demonstran, termasuk KAMI, berdemonstrasi di depan gedung DPR dan mengumumkan apa yang dikenal sebagai "Tri Tuntutan Rakyat" (Tritura):
· Pembubaran PKI dan organisasi-organisasi massanya
· Pengusiran elemen PKI dari kabinet dengan adanya perombakan
· Harga kebutuhan pokok yang lebih rendah dan perbaikan ekonomi
Pada bulan Februari 1966 saat demonstrasi anti-komunis terus berlanjut, Soekarno mencoba menenangkan Soeharto dengan mempromosikan dirinya. Pada tanggal 21 Februari, Soekarno mencoba untuk mendapatkan kembali prakarsa pemerintahan dengan mengumumkan kabinet baru, yang termasuk mantan kepala TNI Angkatan Udara Omar Dhani, yang telah mengeluarkan pernyataan pada 1 Oktober 1965 awalnya mendukung "kudeta" G30S. Lebih provokatif lagi, Soekarno kemudian memecat Jenderal Nasution dari pos kabinetnya. Kabinet baru ini segera menjadi dikenal sebagai "Kabinet Gestapu", dari singkatan yang diciptakan oleh militer untuk Gerakan 30 September.
Dua hari setelah pengumuman Soekarno tersebut, sebuah kerumunan besar berusaha menyerbu istana presiden. Keesokan harinya, saat kabinet baru Soekarno sedang dilantik, tentara dari Resimen Tjakrabirawa (pengawal presiden) menembaki kerumunan di depan istana, membunuh pengunjuk rasa mahasiswa Arif Rahman Hakim, yang kemudian diangkat menjadi martir dan diberi pemakaman pahlawan hari berikutnya.
Pada 8 Maret 1966, mahasiswa berhasil menjarah gedung kementerian luar negeri, dan mendudukinya selama lima jam. Mereka mengecat slogan, salah satunya menuduh Soebandrio membunuh para jenderal dalam G30S, dan menggambar grafiti yang menggambarkan Soebandrio sebagai anjing Peking (sebuah referensi anggapan tentang kedekatannya terhadap pemerintahan komunis China) atau tergantung di tiang gantungan.
Soekarno kemudian merencanakan serangkaian pertemuan yang berlangsung tiga hari untuk memulihkan kekuasaannya. Yang pertama, pada tanggal 10 Maret, melibatkan para pimpinan partai politik. Ia berhasil membujuk mereka untuk menandatangani deklarasi peringatan terhadap perlawananan atas otoritas presiden oleh demonstrasi mahasiswa. Tahap kedua adalah rapat kabinet yang direncanakan untuk tanggal 11 Maret. Namun, saat pertemuan ini sedang berlangsung, sebuah kabar mencapai Soekarno bahwa pasukan tak dikenal sedang mengepung istana. Soekarno segera meninggalkan istana dengan tergesa-gesa menuju Bogor, di mana malam itu, ia menandatangani dokumen Supersemar sebagai serah terima wewenang untuk memulihkan ketertiban kepada Mayor Jenderal Soeharto. Soeharto bertindak cepat. Keesokan harinya, tanggal 12 Maret ia segera melarang PKI. Pada hari yang sama, terlihat "unjuk kekuatan" oleh TNI Angkatan Darat di jalan-jalan Jakarta, yang disaksikan oleh orang banyak yang bersorak. Pada tanggal 18 Maret Soebandrio dan 14 menteri lainnya ditangkap, termasuk deputi perdana menteri ketiga Chairul Saleh. Malam itu, radio mengumumkan bahwa para menteri tersebut berada di tahanan perlindungan.
Soeharto kemudian mengakui dalam otobiografinya bahwa ia sering berhubungan dengan para demonstran mahasiswa selama periode ini, dan Soekarno sering meminta dia untuk menghentikan demonstrasi-demontrasi tersebut.
Pada tanggal 11 Agustus, sebuah perjanjian damai ditandatangani, secara resmi mengakhiri "Konfrontasi" Indonesia-Malaysia. Indonesia mengumumkan akan bergabung kembali dengan Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF) danPerserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Perjanjian ini termasuk pembebasan tahanan politik Soekarno dan pembayaran kompensasi kepada pemerintah Inggris dan Amerika Serikat atas kerusakan yang terjadi pada bangunan diplomatik mereka selama demonstrasi di era Soekarno.
Pada tanggal 17 Agustus, dalam pidato hari kemerdekaan tahunan, Soekarno menyatakan bahwa Indonesia tidak mau mengakui Malaysia atau bergabung kembali dengan PBB. Ia juga menyatakan bahwa ia tidak memindahkan kekuasaan kepada Soeharto. Ini memicu reaksi marah dalam bentuk demonstrasi, dan Indonesia memang akhirnya bergabung kembali dengan PBB pada bulan September, berpartisipasi dalam Majelis Umum pada tanggal 28 September. Sementara itu, kritik dari para demonstran menjadi semakin gencar dan pribadi, ada yang menuntut Soekarno untuk diadili.
Pada 10 Januari 1967, Soekarno menulis kepada MPRS, melampirkan dokumen yang dikenal sebagai "Nawaksara", memberikan versinya tentang peristiwa seputar Gerakan 30 September. Di dalamnya, ia mengatakan bahwa penculikan dan pembunuhan para jenderal TNI tersebut adalah sebuah "kejutan tak terduga" kepadanya, dan bahwa ia sendiri tidak bertanggung jawab atas masalah-masalah moral dan ekonomi bangsa. Hal ini menyebabkan demonstran menyerukan Soekarno untuk digantung.
Pimpinan MPRS kemudan bertemu pada tanggal 21 Januari dan menyimpulkan bahwa Soekarno telah gagal untuk memenuhi kewajiban konstitusionalnya. Dalam resolusi yang disahkan pada 9 Februari, DPR-GR menolakNawaksara dan meminta MPRS untuk mengadakan sidang khusus.
Pada tanggal 12 Maret 1967, sidang khusus MPRS dimulai. Setelah perdebatan sengit, sidang ini setuju untuk melucuti Soekarno dari kekuasaan dan jabatannya. Pada tanggal 12 Maret Soeharto diangkat penjabat Presiden Republik Indonesia yang baru. Soekarno kemudian dimasukkan sebagai tahanan rumah secarade facto di kediamannya di Bogor. Setahun kemudian, pada tanggal 27 Maret 1968 sidang lain dari MPRS kembali menunjuk Soeharto sebagai presiden kedua Republik Indonesia.
Jenderal Nasution sendiri diyakini telah berusaha mendapatkan kekuasaan pada tanggal 16 Desember 1965, ketika dia ditunjuk sebagai Komando Operasi Tertinggi, dan memegang sebagian dari hirarki militer yang umumnya dipegang oleh orang sipil. The New York Times melaporkan bahwa Nasution lebih suka membentuk sebuah junta untuk menggantikan pemerintahan Soekarno.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konstituante yang diharapkan mampu menghasilkan UUD ternyata gagal,sehingga tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan Konstituante, menyatakan kembali ke UUD 1945, dan pembentukan MPRS dan DPAS. Keluarnya Dekrit Presiden menjadi tonggak lahirnya Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai warisan masa Demokrasi Liberal menjadi lebih mantap/stabil.
Namun pada pelaksanaannya masa Demokrasi Terpimpin mengalami berbagai macam bentuk penyimpangan. Penyimpangan tersebut diakibatkan oleh terpusatnya kekuatan politik pada Presiden Soekarno. Pada masa Demokrasi Terpimpin terjadi beberapa penyimpangan terhadap Pancasila, dan UUD 1945 termasuk kebijakan politik luar negeri. Pembubaran DPR hasil pemilu, pengangkatan presiden seumur hidup, terbentuknya poros Jakarta-Peking, konfrontasi dengan Malaysia, sampai keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB merupakan sejumlah contoh dari penyimpangan tersebut.
Demokrasi terpimpin di Indonesia diakhiri sejak dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret pada tanggal 11 maret 1966. Demokrasi terpimpin di Indonesia dimaksudkan oleh Sukarno sebagai demokrasi yang sesuai dengan kepribadian bangsa, yang berbeda dengan system demokrasi liberal yang merupakan produk dari barat, tetapi pada pelaksanaannya, Demokrasi Terpimpin mengalami bentuk macam penyimpangan. Penyimpangan-penyimpangan tersebut diakibatkan oleh terpusatnya kekuatan politik pada Presiden Soekarmo. Era tahun 1959 sampai dengan 1966 merupakan era Soekarno, yaitu ketika keijakan-kebijakan Presiden Soekarno sangat mempengaruhi kondisi politik Indonesia.
Untuk merencanakan pembangunan ekonomi, pada tahun 1958 dibentuk undang-undang mengenai pembentukan Dewan Perancang Nasional. Tugasnya adalah mempersiapkan rancangan undang-undang Pembangunan Nasional yang berencana, menilai penyelenggara pembangunan itu. Pada massa demokrasi terpimpin Indonesia melakukan kredit luar negeri dan melakukan kerja sama perdangan dengan Cina yang memberikan keuntungan materi dan politik.
Pada masa Demokrasi Terpimpin, parlemen sudah tidak mempunyai kekuatan yang nyata. Partai politik tidak mempunyai peran besar dalam pentas politik nasional dalam tahun-tahun awal Demokrasi Terpimpin.
Dalam bidan social budaya, pendidikan masa demokrasi terpimpim mulai berubah dan mengalami kemajuan. Perguruan tinggi mulai bermunculan baik swasta maupun negeri. Media massa ketika demokrasi terpimpin mengalami kemunduran, sebab media massa mulai dibelenggu dengan aturan-aturan dan izin cetak/siar. Media massa dikendalikan oleh komunis. Bidang budayapun juga begitu, seni dan sastra dipengaruhi oleh paham komunis.
B. Saran
Dalam makalah ini, penulis berharap supaya kita sebagai bangsa Indonesia dapat mengetahui tentang Demokrasi Terpmpin yang pernah ada dan berlaku di Indonesia dan system Pelaksanaannya.
Penulis juga menyadari bahwasanya dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi penulisan materi, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun dari rekan-rekan pembaca terutama siswa MA Ahlussunnah Waljamaah untuk kesempurnaan makalah yang selanjutnya.
Dan dengan adanya makalah ini penulis hanya bisa menyarankan kepada pembaca, khususunya bagi siswa MA.Ahlussunnah Waljamaah Ambunten dapat membangun kehidupan bersama, dan bekerja sama satu sama lain. Karena kita adalah makhluk sosial yang saling ketergantungan antara sesama . Tidak lupa untuk terus menggali ilmu pengetahuan di berbagai mata pelajaran, khususunya dalam mata pelajaran Sejarah.
DAFTAR PUSTAKA
Dari Buku:
- Yahya A. Muhaimin.2005."cetakan ketiga; Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia 1945-1966". Gadjah Mada University Press : Yogyakarta
- Prof.Miriam Budiarjo.2008."Edisi Revisi; Dasar-dasar Ilmu Politik". Pt Gramedia Pustaka Utama:Jakarta
- Karim, Rusli. 1993. Perjalanan Partai Politik Di Indonesia: Sebuah Potret Pasang-Surut. Jakarta: Rajawali Pers.
- Maarif, Ahmad Syafii. 1996. Islam dan Politik: Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin (1959—1965). Jakarta: Gema Insani Press.
- Marwati Djoened Poesponegoro dkk. 1993 Sejarah Nasional Indonesia jilid VI, Jakarta: Depdikbud-Balai Pustaka
Belum ada Komentar untuk "MAKALAH SEJARAH INDONESIA KELAS 12 : SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK DAN EKONOMI MASA DEMOKRASI TERPIMPIN (1959-1965)"
Posting Komentar
Tinggalkan komentar terbaik Anda...