MATERI FIQIH KELAS 10 : WAKALAH, SULHU, DHAMAN, DAN KAFALAH

Dalam kehidupan sehari – hari, manusia tidak dapat berdiri sendiri, tetapi selalu membutuhkan bantuan orang lain, baik untuk memenuhi kepentingannya sendiri maupun kepentingan orang lain.

Setiap manusia pada dasarnya saling membutuhkan bantuan dari sesamanya dalam berbagai pekerjaan yang dapat mendatangkan manfaat bagi kehidupannya.
A. WAKALAH
1. Pengertian Wakalah
Wakalah menurut bahasa artinya mewakilkan, sedangkan menurut istilah yaitu mewakilkan atau menyerahkan pekerjaan kepada orang lain agar bertindak atas nama orang yang mewakilkan selama batas waktu yang ditentukan.
2. Hukum Wakalah
Asal hukum wakalah adalah mubah, tetapi bisa menjadi haram bila yang dikuasakan itu adalah pekerja yang haram atau dilarang oleh agama dan menjadi wajib kalau terpaksa harus mewakilkan dalam pekerjaan yang dibolehkan oleh agama. Allah SWT. Berfirman:
فَابْعَثُوْاأَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِِهِ إِلَىالْمَدِيْنَةٍ
”Maka suruhlah salah seorang diantara kamu ke kota dengan membawa uang perakmu ini” (QS. Al Kahfi : 19).
Ayat tersebut menunjukkan kebolehan mewakilkan sesuatu pekerjaan kepada orang lain.
Rasulullah SAW. bersabda:
“Dari Abu Hurairah ra.berkata : “Telah mewakilkan Nabi SAW kepadaku untuk memelihara zakat fitrah dan beliau telah memberi Uqbah bin Amr seekor kambing agar dibagikan kepada sahabat beliau” (HR. Bukhari).
Kebolehan mewakilkan ini pada umumnya dalam masalah muamalah. Misalnya mewakilkan jual beli, menggadaikan barang, memberi shadaqah / hadiah dan lain-lain. Sedangkan dalam bidang ‘Ubudiyah ada yang boleh dan ada yang dilarang. Yang boleh misalnya mewakilkan haji bagi orang yang sudah meninggal atau tidak mampu secara fisik, mewakilkan memberi zakat, menyembelih hewan kurban dan sebagainya. Sedangkan yang tidak boleh adalah mewakilkan Shalat dan Puasa serta yang berkaitan dengan itu seperti wudhu.
3. Rukun dan Syarat Wakalah
a. Orang yang mewakilkan / yang memberi kuasa. Syaratnya : Ia yang mempunyai wewenang terhadap urusan tersebut.
b. Orang yang mewakilkan / yang diberi kuasa. Syaratnya : Baligh dan Berakal sehat.
c. Masalah / Urusan yang dikuasakan. Syaratnya jelas dan dapat dikuasakan.
d. Akad (Ijab Qabul). Syaratnya dapat dipahami kedua belah pihak.
4. Syarat Pekerjaan Yang Dapat Diwakilkan
1. Pekerjaan tersebut diperbolehkan agama.
2. Pekerjaan tersebut milik pemberi kuasa.
3. Pekerjaan tersebut dipahami oleh orang yang diberi kuasa.
5. Habisnya Akad Wakalah
a. Salah satu pihak meninggal dunia
b. Jika salah satu pihak menjadi gila
c. Pemutusan dilakukan orang yang mewakilkan dan diketahui oleh orang yang diberi wewenang
d. Pemberi kuasa keluar dari status kepemilikannya.
6. Hikmah Wakalah
a. Dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan cepat sebab tidak semua orang mempunyai kemampuan dapat menyelesaikan pekerjaan tertentu dengan sebaik-baiknya. Misalnya tidak setiap orang yang qurban hewan dapat menyembelih hewan qurbannya, tidak semua orang dapat belanja sendiri dan lain-lain.
b. Saling tolong menolong diantara sesama manusia. Sebab semua manusia membutuhkan bantuan orang lain.
c. Timbulnya saling percaya mempercayai diantara sesama manusia. Memberikan kuasa pada orang lain merupakan bukti adanya kepercayaan pada pihak lain.
B. SULHU
1. Pengertian Sulhu
Sulhu menurut bahasa artinya damai, sedangkan menurut istilah yaitu perjanjian perdamaian diantara dua pihak yang berselisih. Sulhu dapat juga diartikan perjanjian untuk menghilangkan dendam, persengketaan atau permusuhan (memperbaiki hubungan kembali).
As – sulhu menurut bahasa arab bermakna memutus pertengkaran, perselisihan, atau perdamaian. Sulhu menurut Hasbi Ash – Shiddiqie dalam bukunya Pengantar Fiqh Muammalah adalah:
عقد يتقق فيه المتنازعان في حق على ما يرتفع به النزاع
Artinya:
‘’Akad yang disepakati dua orang yang bertengkar dalam hak untuk melaksanakan sesuatu dengan akad itu bisa dapat hilang perselisihan.”
Berdasarkan pengertian diatas, dapat kita pahami bahwa sulhu adalah akad yang bertujuan untuk mengakhiri perselisihan atau persengketaan. Contohnya, penunduh mengklaim mempunyai hak terhadap tertuduh dan tertuduh mengakuinya tidak kenal dengannya. Kemudian, penuduh berdamai dengan tertuduh dengan sebagian dari haknya pada tertuduh untuk mengjindari perselisihan. Adapun sumpah diharuskan terjadi penolakan dari salah satu pihak.
2. Hukum Sulhu
Hukum sulhu atau perdamaian adalah wajib, sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau perintah Allah SWT, didalam Al-Qur’an :
وان طائفتن من المؤنين اقتتلوا فاصلحوا بينهما….الحجرات: ٩
Artinya:
“Dan apabila dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya..’’. (QS. Al Hujurat: 9)
وَالصُّلْحُ خَيْرٌ
“Perdamaian itu amat baik” (QS. An Nisa’ : 128).
3. Rukun dan Syarat Sulhu
a. Mereka yang sepakat damai adalah orang-orang yang sah melakukan hukum.
b. Tidak ada paksaan.
c. Masalah-masalah yang didamaikan tidak bertentangan dengan prinsip Islam.
d. Jika dipandang perlu, dapat menghadirkan pihak ketiga. Seperti yang disintir dalam Al-Qur’an An Nisa’ : 35.
4. Macam-macam sulhu
Dari segi orang yang berdamai, sulhu macamnya sebagai berikut :
a. Perdamaian antar sesama muslim
b. Perdamaian antar sesama muslim dengan non muslim
c. Perdamaian antar sesama Imam dengan kaum bughat (Pemberontak yang tidak mau tunduk kepada imam).
d. Perdamaian antara suami istri.
e. Perdamaian dalam urusan muamalah dan lain-lain.
5. Hikmah Sulhu
a. Dapat menyelesaikan perselisihan dengan sebaik-baiknya. Bila mungkin tanpa campur tangan pihak lain.
b. Dapat meningkatkan rasa ukhuwah / persaudaraan sesama manusia.
c. Dapat menghilangkan rasa dendam, angkara murka dan perselisihan diantara sesama.
d. Menjunjung tinggi derajat dan martabat manusia untuk mewujudkan keadilan.
C. Dhaman
1. Pengertian Dhaman
Dhaman adalah menanggung hutang orang yang berhutang. Misalnya, Ahmad mempunyai hutang kepada Fahmi dan ingin memintanya, kemudian Hasan yang dibenarkan bertindak berkata, “utang tersebut berada dalam tanggunganku dan aku yang menanggungnya”. Dengan car seperti itu, Hasan menjadi damin (penanggung) dan Ahmad berhak meminta piutangnya pada Hasan. Jika Hasan tidak menepati janjinya, Ahmad meminta Fahmi membayar hutang.
Setiap orang islam diperbolehkan menjadi damin bagi orang lain. Hal tersebut didasarkan atas firman Allah SWT dan sunnah Rasulullah Saw berikut.
a. Firman Allah SWT.
قالوا نفقد صواع الملك ولمن جاء به حمل بعير و انا به زعيم.(يوسف : ٧٢)
Artinya :
“mereka menjawab, “kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh (bahan makanan seberat) beban unta, dan aku jamin itu.”
b. Sunnah Rasulullah Saw.
الزعيم غارم
Artinya :
“Penanggung itu penjamin.” (HR. Ahmad dari Abi Umamah: 21263).
Setelah diketahui pengertian dan kebolehan dhaman, berikut ini dijelaskan pula mengenai rukun dan syarat Dhaman.
2. Rukun dhaman
Terselenggaranya dhaman dengan baik harus dipenuhi rukunnya sebagai berikut :
a. Yang menanggung disyaratkan sudah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya (mahjur) dan dengan kehendak sendiri.
b. Yang berpiutang (madmun lah) disyaratkan diketahui oleh yang menanggung.
c. Yang berutang (madmun anhu)
d. Utang barang disyaratkan diketahui dan tetap barangnya.
e. Lafal disyaratkan berupa jaminan dan tidak perlu ada Kabul.
3. Syarat – syarat dhaman
Diantara syarat – syarat dhaman adalah sebagai berikut :
a. Penanggung harus mengenal orang yang ditanggung sebab setiap orang berbeda – beda di mata orang yang menanggungnya. Mereka juga memiliki tujuan yang tidak sama. Apabila belum mengenalnya, berarti penipuan.
b. Jumlah utang yang ditanggung harus sudah resmi dan tetap. Sehubungan dengan hal itu, tidaklah sah menanggung jatah makan orang istri untuk besok pagi sebab jumlahnya belum pasti dan ketentuannya belum tetap (belum Wajib).
c. Jumlah yang ditanggung sudah diketahui. Apabila belum diketahuijumlah yang ditanggung, tanggungan itu batal dan tidak sah, seperti dalam pernyataan,”saya tanggung segala kewajibanmuterhadap si fulan, “adalah tidak sah menanggung orang lain.
d. Penanngung diisyaratkan harus orang yang ahli dalam penggunaan uang atau harta. Anak kecil, orang gila, dan anak yang bodoh tidak sah menanggung orang lain.
D. Kafalah
Dalam rangka menegakkan hukum, sering kali hakim atau polisi mengalami kegagalan menangkap penjahat. Disaat para penjahat dapat ditangkap terkadang mereka dengan mudah lolos atau lari sehingga kejahatan yang harus diungkapkan untuk mendapatkan kepastian hukum menjadi terbengkalai atau tidak dapat dilaksanakan.
Untuk mengatasi hal demikian itu, islam memberikan sebuah isyarat hukum agar ada penjaminan atau ditangguhkan kepada orang lain agar orang yang sedang dalam proses hukum tadi tidak meninggalkan tempat atau lari sehingga sulit dicari atau ditemukan. Bagaimana kafalah yang diperbolehkan dalam hukum islam?ikuti uraian pembahasannya berikut!
1. Pengertian dasar hukum kafalah
Kafalah termasuk jenis dhaman (tanggungan), tetapi lebih khusus pada tanggungan badan. Jadi, kafalah adalah orang yang diberbolehkan bertindak atau (berakal sehat) berfungsi menunaikan hak yang wajib ditunaikan orang lain atau berjanji menghadirkan hak tersebut di pengadilan.
Dasar hukum kafalah adalah Al – Qur’an dan As – sunnah
a. Al – Qur’an
Allah SWT berfirman dalam surat yusuf : 66
قال لن ارسله معكم حتى تؤتون موثقا من الله لتاء تنني به الا ان يحاط بكم فلما ءاتوه موثقهم قال الله على ما نقول وكيل
Artinya :
“Dia (yaqub)berkata,”aku tidak akan melepaskan (pergi) bersama kamu sebelum kamu bersumpah kepadaku atas (nama) Allah, bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku kecuali kamu dikepung (musuh).”stelah mereka mengucapkan sumpah, dia,(yakub) berkata,”Allah adalah saksi terhadap kita ucapkan. “(IS.Yusuf/12:66)
b. As – sunnah
Rasullalah saw bersabda sebagai berikut
العارية مؤداة و الزعيم غارم. رواه ابو داود
Artinya ;
Pinjaman hendaklah dikembalikan dan menjamin hendaklah membayar .(HR.Ahmad dari abu umamah;21263)
Selain hadist diatas, nabi Muhammad saw bersabda sebagi berikut.
ان النبي صلى الله عليه و سلم تحمل عشرة دنانير عن رجل قد لزمه غريمه الى شهر وقضا ها عنه . رواه ابن ماجه
Artinya :
Bahwa Nabi saw pernah menjamin 10 dinar dari seorang laki – laki yang oleh penagih ditetapkan untuk menagih sampai sebulan,maka utang sejumlah itu dibayar kepada penagih. (HR. ibnu Majah)
Ayat dan hadits diatas mengandung pengertian tentaang keharusan bertanggung jawab atas seseorang hingga kembali ke rumah. Menurut madzhab hanafi rukun kafalah adalah ijab dan Kabul, sedangkan menurut para ulama’ lainnya, rukun dan syarat kafalah sebagai berikut.
1) Damin, kafil, atau za’im adalah orang yang menjamin. Syarat orang yang menjamin adalah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya, dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri.
2) Madmin lah adalah orang yang berpiutang, syaratnya adalah yang berpiutang diketahui oleh yang menjamin. Madmun lah disebut juga dengan makful lah.
3) Madmun ‘anhu adalah orang yang berhutang.
4) Madmun bih adalah utang, barang, atau orang. Syarat madmun bih adalah dapat diketahui dan tetap keadaannya,baik sudah tetap maupun akan tetap.
5) Lafal disyaratkan berarti menjamin, tidak digantungkan kepada sesuatu dan tidak berarti sementara.
2. Kebolehan dan batas tanggung jawab penanggung
Hukum kafalah (menanngung seseorang) adalah boleh apabila orang yang ditanggung memiliki tanggung jawab atas hak adami. Misalnya, menanggung orang yang mendapat hukuman qishas atau hukuman karena menuduh orang yang berbuat zina. Hukuman itu merupakan tanggung jawab yang hampir sama dengan tanggung jawab atas harta benda. Maksud menanggung disini adalah menanggung orangnya agar tidak melarikan diri menghindari hukuman, bukan menanggung hukuman atas orang itu.
Menanggung orang yang dihukum akibat dosa terhadap Allah Swt tidaklah sah. Misalnya, dihukum karena mencuri, minuman keras dan berzina. Bahkan, kita diperintahkan untuk menghalangi perbuatan – perbuatan tersebut serta memberantasnya sekuat tenaga.
Apabila orang yang menanggung memberitahukan tempat untuk menyerahkan orangnya, ia harus menyerahkannya ditempat itu. Apabila tidak, ia wajib menyerahkannya ditempat ia menyatakan menanggung. Jika ia sudah menyerahkan, tanggung jawabnya gugur dengan catatan ia tidak berhalangan untuk melakukannya, sebagaimana diterangkan Allah Swt dalam surat Yusuf ayat 66, yang artinya,”…jika tidak dikepung musuh.”
Jika orang yang ditanggung itu hilang, sedangkan penanggungnya tidak tahu dimana ia berada, penanggung tidak berkewajiban menyerahkannya sebab ia tidak mungkin dapat melakukannya. Allah Swt berfirman dalam QS. Al – Baqarah : 286.
لا يكلف الله نفسا الا وسعها….
Artinya :
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…. (QS. Al – Baqarah : 286)
Jika orang yang ditanggung meninggal dunia, orang yang menanggung tidak dikenai hukuman seperti apa yang sedianya akan dijatuhkan kepada orang yang ditanggung. Ia tidak harus menggantikannya, sebagaimana kalau menanggung harta benda.
3. Macam – macam kafalah
a. Kafalah dengan jiwa adlah adanya keharusan pada pihak penjamin untuk menghadirkan orang yang ia tanggung kepada yang ia janjikan tanggungan.
b. Kafalah harta adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh penjamin dengan pembayaran (pemenuhan) berupa harta. Kafalah harta terdiri atas tiga macam, yaitu :
1) Kafalah bid ad – dayn adalah kewajiban membayar utang yang menjadi beban orang lain,
2) Kafalah dengan penyerahan benda, yaitu kewajiban menyerahkan benda – benda tertentu yang ada di tangan orang lain, seperti mengembalikan barang yang digashab dan menyerahkan barang jualan kepada pembeli,
3) Kafalah dengan aib. Maksudnya, barang yang didapati berupa harta terjual dan mendapat bahaya (cacat) karena waktu yang terlalu lama atu karena hal – hal lainnya. Oleh karena itu, pembawa barang sebagai jaminan untuk hak pembeli pada penjual, seperti jika terbukti barang yang dijual adalah milik orang lain atau barang tersebut adalah barang gadai.
4. Pelaksanaan kafalah
Kafalah dapat dilaksanakan dengan tiga bentuk, yaitu munjaz (tanjiz), mu’allaq (ta’liq), dan mu’aqqat (tauqit).
a. Munjaz (tanjiz) adalah tanggungan yang ditunaikan seketika, seperti orang berkata,” saya tanggung si Ahmad dan saya jamin si Ahmad sekarang.”
b. Mu’allaq (ta’liq) adalah menjamin sesuatu dengan dikaitkan dengan sesuatu, seperti seorang berkata,” jika kamu mengutangkan pada anakku, aku yang akan membayarnya.”
c. Mu’aqqad (tauqid) adalah tanggungan yang harus dbayar dengan dikaitkan pada suatu waktu, seperti ucapan seseorang,” apabila ditagih pada bulan ramadhan, aku yang menanggung pembayaran utangmu.”
IKHTISAR
1. Wakalah merupakan salah satu muamalah yang sering terjadi di masyarakat dan diperuntukkan bagi manusia agar dapat bekerja sama dalam melakukan tugasnya melalui perwakilan. Dalam hal ini, seseorang mewakilkan pekerjaannya kepada orang lain yang sebenarnya dapat dikerjakan sendiri.
2. Sulhu merupakan sebuah akad perjanjian perdamaian yang dibuat untuk menyelesaikan sengketa antara dua pihak yang bertikai.
3. Tidak semua pekerjaan dapat diwakilkan. Hal yang dapat diwakilkan hanya menyangkut urusan muamalah.
4. Daman hanya berlaku dalam urusan manusia saja, tidak dalam urusan kepada Allah Swt.
5. Kafalah menyangkut tanggungan khusus anggota badan yang disyariatkan kepada manusia agar merasa memiliki tanggung jawab atas sesame manusia, tetapi tidak dalam dosa kepada Allah Swt.
6. Penanggung tidak berhak menerima hukuman karena kesalahan orang yang ditanggung, kecuali terdapat ketentuan hukum yang mengaturnya.




Ingin Mendapatkan Materi ini? Silahkan Download melalui Link dibawah ini:





Belum ada Komentar untuk "MATERI FIQIH KELAS 10 : WAKALAH, SULHU, DHAMAN, DAN KAFALAH"

Posting Komentar

Tinggalkan komentar terbaik Anda...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel