SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA BANI ABBASIYAH




BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Salah satu karya terbaik mengenai sejarah Arab-Islam yang ditulis Philip K. Hitti berjudul History of The Arabs disebutkan bahwa periode al Mahdi dan al Rasyid dikenal sebagai gerakan intelektual dalam sejarah Islam yang banyak dipengaruhi oleh peradaban Yunani.[1]

Peradaban Yunani memang bukan satu-satunya pengaruh asing yang masuk ke dunia Islam dalam pembentukan budaya Islam universal Persia[2], Hitti mencatat pengaruh asing lain juga turut mempengaruhi pembentukan budaya tersebut,adalah:India dan Persia.Philip K. Hitti selanjutnya menyebutkan persentuhan budaya Yunani dengan Islam bermula ketika orang Arab bergerak menaklukan Daerah Bulan Sabit Subur.Hellenisme kemudian menjadi unsur paling penting yang mempengaruhi kehidupan orang Arab.Berbagai serangan ke wilayah Romawi, khususnya pada masa Harun al Rasyid menjadi peluang bagi masuknya masnuskrip-manuskrip Yunani selain harta rampasan,terutama yang berasal dari Amorium dan Ankara.[3]
         Titik tertinggi pengaruh Yunani pada masa kejayaan Daulah Abbasiyah terjadi pada masa al Ma’mun.Kecendrungan rasionalistik khalifah dan para pendukungnya dari kelompok Mu’tazilah yang meyatakan teks-teks keagamaan harus bersesuaian dengan nalar manusia,mendorongnya untuk mencari pembenaran bagi pendapatnya dalam karya-karya filsafat Yunani.Kemudian pada tahun 830 al Ma’mun membangun Bayt al Hikmah (rumah kebijaksanaan),sebuah perpustakaan,akademi,sekaligus biro penerjemah,yang dalam berbagai hal merupakan lembaga pendidikan paling penting sejak berdirinya museum Iskandariyah pada paruh pertama abad ke-3 S.M.[4]
Sejarahperkembanganilmupengetahuan yang telahdirintisoleh umat Islam.Islam sebagaimana dijumpai dalam sejarah telah memainkan peranan yang amat penting dalam gerakan pengembangan intelektual dan berdirinya berbagai institusi pendidikan.Islam bukan hanya melahirkan ulama yang handal dalam bidang ilmu agama saja(Tafsir,Hadist,Fiqih,Kalam,Filsafat,dan Tasawuf)tetapi juga memberikan kontribusi dalam keilmuwan umum(matematika,Fisika,Biologi,Kedokteran,Morfologi, Astronomi, Sosiologi,dan lain sebagainya),dan dalam bidang ilmu humaniora (Filsafat,Seni,dan sebagainya).Hasil usaha umat Islam dalam berbagai bidang ilmu tersebut pernah mencapai puncaknya di zaman Klasik khusunya pada Zaman Dinasti Abbasiyah,yang hingga sekarang ini,sisa-sisa peningalanya masih dapat dijumpai di berbagai belahan dunia,seperti di Cordova,Spanyol,Baghdad,dan lain-lainya.[5]
Dalam pemerintahan Abbasiyah banyak terjadi konflik-konflik baik dari permasalahan perebutan kekuasan maupun dari yang lain,tetapi walaupun begitu tidak berimbas kepada perkembangan ilmu pengetahuan,ilmu pengetahuan berjalan independen sesuai dengan jalurnya.Tetapi Pada tahun 565 H/1258 M,tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad.Khalifah Al-Mu'tashim betul-betul tidak berdaya dan tidak mampu membendung tentara Hulago Khan.Kota Baghdad dihancurkan,kemu,dian Hulagho Khan menguasai Baghdad selama dua tahun,sebelum melanjutkan gerakan ke Syiria dan Mesir.Dengan adanya penyerangan tersebut keadaan perkembangan ilmu di Baghdad mengalamikemunduran.Dan kemunduran umat Islam dalam peradabannya ini terjadi pada sekitar tahun 1250 M.s/d tahun 1500 M.Dan disisi lain pada saat itu barat mengalami kejayaan dalam peradaban ilmunya.



1.2 Rumusan Masalah
1.        Bagaimana Transisi kebudayaan Yunani kedunia islam?
2.        Bagaimana perkembangan ilmu islam bani Abbasiyah?
3.        Bagaimana sebab-sebab kemunduran bani Abbasiyah?

1.3 Tujuan

1.        Untuk mengetahui transisi kebudayaan yunani kedunia islam.
2.        Untuk mengetahui perkembangan ilmu islam bani abbasiyah.
3.        Untuk mengetahui sebab-sebab kemunduran bani abbasiyah.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Transmisi Kebudayaan Yunani ke Dunia Islam
Transmisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu pengiriman (penerusan)pesan dari seseorang ke orang lain. Sedangkan kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu Buddhaya (jamak dari budhi atau akal) yang diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Kebudayaan adalah hal-hal atau kegiatan yang tercipta dari akal budi manusia pada suatu daerah tertentu dan menjadi ciri khas masyarakat yang mendiami.
Berbicara mengenai peradaban Yunani biasanya tidak terlepas dari aspek pembicaraan mengenai filsafat, tidak terkecuali pembicaraan tersebut masuk pada wilayah sejarah islam. Filsafat dipandang sebagai sumber awal kemajuan peradaban manusia karena hasil kerja filasafat merupakan pembuka jalan bagi lahirmya ilmu pengetahuan, sehingga sering disebut juga filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of science). Namun beberapa filsuf salah mengartikan pemahaman tentang filsafat, mereka terlalu berpikir bebas dan mengedepankan akal. Padahal, pengembaraan akal itu harus berujung, dan titik terahirnya adalah Tuhan. Dalam definisi yang lebih umum dikatakan bahwa, filsafat adalah berfikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah, atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.
Dalam pembahasan filsafat Islam terdapat kontroversi dalam penamaan disiplin ilmu ini. Sebahagian pendapat menyatakan sebagai filsafat Islam dan sebagian lainnya menyatakan sebagai filsafat Arab. Predikat Arab diberikan kepada ilmu ini karena bahasa yang dipergunakan dalam pengungkapannya adalah bahasa Arab. Maurice de Wulf sebagai pendukung pendapat ini menyatakan bahwa istilah Islam tidak relevan menjadi ciri ilmu ini, karena penamaan dengan filsafat Islam berarti mengharuskan orang menelaah buku-buku selain berbahasa Arab seperti misalnya bahasa Urdu, dan Persia. Sedangkan karya yang diteliti tersebut bertuliskan bahasa Arab, tanpa memperhatikan agama penulisnya.
 Dengan memberikan penamaan Islam pada ilmu ini, berarti menghilangkan sejumlah tokoh pemikir dan penerjemah yang bukan beragama Islam, yang tidak sedikit jasanya dalam membangun dan mengembangkan disiplin ilmu ini, tetapi masih dalam rumpun bahasa Arab, seperti agama Nasrani, Yahudi dan sebagainya. Sejarah Arab lebih tua daripada sejarah Islam. Islam lahir dikalangan bangsa Arab, disebarluaskan oleh bangsa Arab, maka seluruh kebudayaan yang berada dibawah pengaruh sejarah bangsa ini haruslah diberikan predikat Arab, termasuk filsafatnya. Sedangkan alasan penamaan disiplin ilmu ini dengan filsafat islam adalah :
1.        Para filsuf yang tercatat memberikan sumbangan pengetahuannya kepada perkembangan ilmu ini, menanamkannya dengan filsafat islam. Filsuf tersebut antara lain Al-Kindi, Al Farabi dan Ibnu Rusyd.
2.        Bahwa islam bukan sekedar nama agama tetapi juga mengandung unsur kebudayaan dan peradaban. Sejak lahirnya, islam merupakan kekuatan politik yang telah berhasil menyatukan berbagai suku bangsa menjadi satu umat dalam kekhalifahan Islam.
3.        Filsafat Islam tidak mungkin terbina tanpa Daulah Islamiyah dan persoalan yang dibahas juga persoalan agama Islam, tepat menanamkan filsafat Islam.
Kegiatan penerjemahan buku, berjalan melalui tiga periode yaitu :
1.        Periode pertama, terjadi pada masa Khalifah Al-Mansur sampai dengan penghujung masa kekhalifahan Harun Ar-Rasyid pada abad ke-8 Masehi. Penerjemahan yang termasyhur di zamannya adalah Ibnu Muqaffa, Jarjis bin Jabril, Yuhana bin Masaweah dan lain-lain. Pada masa Harun Ar-Rasyid, khalifah mengumpulkan penerjemah untuk menerjemahkan berbagai ilmu pengetahuan. Bahkan khalifah telah membentuk suatu tim untuk mengumpulkan buku ilmu pengetahuan Yunani dan menerjemahkannya ke bahasa Arab.
2.        Periode kedua, terjadi pada masa Khalifah Al-Makmun bin Harun Ar-Rasyid. Al-Makmun mendirikan institut untuk para penerjemah yang disebut Baitul Hikmah di Baghdad. Fungsi institut itu adalah untuk mengumpulkan dan menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dari Yunani ke Suryani ke dalam Bahasa Arab. Sebagai pemimpin institusi tersebut, diangkatlah Hunaya bin Ishak terjemahannya Galen (Jalinus Ath-Thabib). Ishak bin Hunaya menerjemahkan buku-buku Hipocrates. Sebab penerjemahan buku filasafat Yunani karena kecenderungan Al-Makmun pada ilmu, yaitu :
a.         Kecenderungan Al-Makmun kepada pemikiran aliran Mu’tazilah yang mendorongnya untuk menguatkan dan membela pendirian mereka dalam persoalan Al Qur’an dengan alasan-alasan pikiran.
b.         Karena persoalan tentang Al Qur’an sebagai Kalimatullah menyangkut tentang sifat-sifat Tuhan sehingga timbul asumsi pada diri Al-Makmun bahwa dalam filsafat Yunani ada hal-hal yang memberikan kekuatan berhujjah dalam menghadapi lawannya karena filsafat Ketuhanan Yunani juga membicarakan tentang sifat-sifat Tuhan.
c.         Kecenderungan Al-Makmun terhadap kebebasan berpikir dan i’tikadnya yang baik terhadap para filsuf, yaitu sebagai manusia pilihan yang harus diambil hasil pemikirannya.
3.        Periode ketiga, ialah periode zaman terakhir, zaman penerjemahbesar-besaran ke dalam dunia Islam terjadi sekitar abad 10 M. Penerjemah yang termasyhur pada masa ini adalah Abu Bisrt Matta bin Yunus Al-Qanani (940 M), Yahya bin Adl Al-Mantiq (974 M).
Keberhasilan transmisi filsafat Yunani ke dunia Islam tidak hanya semata-mata karena penerjemahan buku-buku filsafat dan ilmu pngetahuan Yunani tetapi juga penempaan akal dalam lembaga pendidikan yang berupa :
a.     Masjid
b.    Universitas
c.     Perpustakaan

2.2 Perkembangan Ilmu Islam Bani Abbasiyah
Pada mulanya ibu kota Negara adalah Al-Hasyimiyah dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu Al-Manshur memindahkan ibu kota Negara ke kota yang baru dibangunnya, Baghdad dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, pada tahun 762 M.
Baghdad terletak di pinggir kota Tigris. Al-Manshur sangat cermat dan teliti dalam memilih lokasi yang akan dijadikan ibu kota. Ia menugaskan beberapa orang ahli untuk meneliti dan mempelajari lokasi. Bahkan ada beberapa orang di antara mereka yang diperintahkan tinggal beberapa hari di tempat itu pada setiap musim yang berbeda. Kemudian para ahli tersebut melaporkan kepadanya tentang keadaan udara, tanah, dan lingkungan setelah melakukan penelitian secara seksama, daerah ini ditetapkan sebagai ibukota.
Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Itulah sebabnya Philip K. Hitti menyebutnya sebagai kota intelektual, menurutnya Baghdad merupakan profesor masyarakat Islam.[6]
Sebagai ibukota, Baghdad mencapai puncaknya pada masa Harun Ar-Rasyid walaupun kota tersebut belum lima puluh tahun dibangun. Kemegahan dan kemakmuran tercermin dalam istana khalifah yang luasnya sepertiga dari kota Baghdad yang berbentuk bundar itu dengan dilengkapi beberapa bangunan sayap dan ruang audiensi yang dipenuhi berbagai perlengkapan yang terindah. Kemewahan istana itu muncul terutama dalam upacara-upacara penobatan khalifah, perkawinan, keberangkatan berhaji, dan jamuan untuk para duta negara asing.
Dengan demikian, Dinasti Abbasiyah dengan pusatnya di Baghdad sangat maju sebagai pusat kota peradaban dan pusat ilmu pengetahuan. Beberapa kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan dapat disebutkan sebagai berikut.
Kemajuan di bidang agama antara lain dalam beberapa bidang ilmu, yaitu ulumul qur’an, ilmu tafsir, hadis, ilmu kalam, bahasa, dan fiqh.
1.        Fiqh
Pada masa Dinasti Abbasiyah lahir para tokoh bidang fiqh dan pendiri mazhab antar lain sebagai berikut.
a)         Imam Abu Hanifah (700-767 M).
b)        Imam Malik (713-795 M).
c)         Imam Syafi’i (767-820 M).
d)        Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M).
2.        Ilmu Tafsir
Perkembangan ilmu tafsir pada masa pemerintahan Abbasiyah mengalami kemajuan pesat. Di antara para ahli tafsir pada masa Dinasti Abbasiyah adalah
a)         Ibnu Jarir Ath-Thabari.
b)        Ibnu Athiyah Al-Andalusi.
c)         Abu Muslim Muhammad bin Bahar Isfahani.
3.        Ilmu hadis
Di antara para ahli hadis pada masa Dinasti Abbasiyah adalah
a)         Imam Bukhari (194-256 H), karyanya Shahih Al-Bukhari.
b)        Imam Muslim (w. 261 H), karyanya Shahih Muslim.
c)         Ibnu Majah, karyanya Sunan Ibnu Majah.
d)        Abu Dawud, karyanya Sunan Abu Dawud.
e)         Imam An-Nasai, karyanya Sunan An-Nasai.
f)         Imam Baihaqi.


4.        Ilmu Kalam
Kajian para ahli ilmu kalam (teologi) adalah mengenai dosa, pahala, surga neraka, serta perdebatan mengenai ketuhanan atau tauhid, menghasilkan suatu ilmu yaitu ilmu kalam atau teologi.
Di antara tokoh ilmu kalam adalah
a)         Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi, tokoh Asy’ariyah.
b)        Washil bin Atha, Abu Huzail Al-Allaf (w. 849 M), tokoh Mu’tazilah.
c)         Al-Juba’i.
5.        Ilmu Bahasa
Di antara ilmu bahasa yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah adalah ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu bayan, ilmu badi’, dan arudh. Bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa ilmu pengetahuan, disamping sebagai alat komunikasi antarbangsa.
Di antara para ahli ilmu bahasa adalah
a)         Imam Sibawaih (w. 183 H), karyanya terdiri dari 2 jilid setebal 1.000 halaman.
b)        Al-Kiasi.
c)         Abu Zakaria Al-Farra (w. 208 H). Kitab Nahwunya terdiri dari 6.000 halaman lebih.

2.3 Kemunduran Bani Abbasiyah
Setelah mangalami kemajuan, Dinasti Abbasiyah pun mengalami kemunduran dan kehancuran yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.[7] Adapun faktor internal yaitu sebagai beriku.
1.        Lemahnya Khalifah
Sejak berakhirnya kekuasaan Dinasti Saljuk atas Baghdad, khalifah Abbasiyah sudah merdeka kembali, namun kekuasaanya hanya di daerah Baghdad saja.  Sementara itu, wilayah Abbasiyah lainnya diperintah oleh dinasti-dinasti kecil yang tersebar di sebelah timur dan barat Baghdad. Khalifah Dinasti Abbasiyah di Baghdad berhasil mengambil kesempatan dari kelemahan kaum Saljuk dari gerakan-gerakan pemisahan, serta mengumumkan kemerdekaannya memerintah Baghdad dan kawasan-kawasan sekitarnya.[8] usaha untuk mengembalikan kekuasaan khalifah Dinasti Bani Abbasiyah ini dirintis oleh Khalifah Al-Murtasyid (512-529 H/1118-1135 M), kemudian dilanjutkan oleh anaknya, khalifah Al-Rasyid (529-530 H/1135-1136 M). Akhirnya, usaha itu membawa banyak hasil pada masa khalifah Al-Muqtafi (530-555 H/1136-1160 M), dimana ia berhasil memegang kendali istana (Hasan 1967:56-57). Sejak masa itu, khalifah Bani Abbas mempunyai pengaruhnya kembali, meskipun dalam wilayah yang terbatas.
2.        Persaingan Antar-Bangsa
Adanya kecenderungan bangsa-bangsa Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki, dan India untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak Abbasiyah berdiri, yakni dalam periode (1) pengaruh Persia, (2) pengaruh Turki, (3) pengaruh Persia II, (4) pengaruh Turki II, (5) bebas pengaruh bangsa lain tapi hanya di Baghdad saja.
3.        Kemerosotan Ekonomi
Pada periode kemunduran, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran-pengeluaran meningkat lebih besar. Hal ini disebabkan wilayah kekuasaan semakin menyempit, banyak terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak, dan banyak dinasti kecil yang memerdekakan diri tidak lagi membayar upeti.
4.        Konflik Keagamaan
Kekecewaan orang Persia terhadap cita-cita yang tak tercapai mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Mazuisme, Zoroaterisme, dan Mazdakisme; antara orang beriman dan kaum zindik terjadi konflik bersenjata seperti gerakan al-Afsyin dan Qaramithah; adanya konflik antara Syi’ah dan Ahlusunnah; terjadinya mihnah pada masa Al-Ma’mun (813-833 M), yang menjadikan Mu’tazilah menjadi mazhab resmi negara; kemudian Al-Mutawakkil (847-861 M) menghapus Mu’tazilah digantikan oleh golongan Salaf pengikut Hanbali yang tidak toleran terhadap Mu’tazilah yang rasional, menyempitkan horizon intelektual; Mu’tazilah bangkit lagi pada masa Buwaihi dan Saljuk, namun kemudian Asy’ariah menyingkirkan Mu’tazilah yang didukung oleh Al-Ghazali. Kondisi-kondisi tersebut jelas tidak menguntunkan bagi pengembangan kreativitas intelektual Islam.

Selain itu, faktor eksternal juga telah menjadi sebab kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah, berikut ini.
1.        Perang Salib
Perang antara umat Kristen dengan umat Islam yang berlangsung dari tahun 1905 M sampai tahun 1291 M, telah menelan banyak korban dan menyebabkan Khilafah Bani Abbasiyah lemah.
2.        Serangan Hulagu Khan
Hulagu Khan, cucu Jengis Khan, melakukan serangan-serangan menuju Baghdad dengan mengalahkan Khurasan di Persia dan Hasysyasyin di Alamut terlebih dahulu. Pada tanggal 10 Februari 1258 M/ 656 M, ia dan pasukannya sampai ke tepi kota Baghdad. Namun perintah untuk menyerah ditolak oleh khalifah Al-Musta’shim (khalifah terakhir Abbasiyah), sehingga Baghdad dikepung dan dihancurkan.[9]
Selain itu, W. Montgomery Watt[10] menyatakan bahwa faktor kemunduran Dinasti Abbasiyah adalah luasnya wilayah kekuasaan, meningkatnya ketergantungan pada tentara bayaran, dan masalah keuangan.

BAB III                                                                                                                                PENUTUP

3.1   Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dipahami bahwa kekuasaan Dinasti Abbasiyah merupakan masa gemilang kemajuan dunia Islam dalam aspek perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan tersebut pada dasarnya merupakan andil dari pengaruh peradaban Yunani yang sempat masuk ke dunia Islam. Sehingga selanjutnya, beberapa tokoh dalam literatur sejarah menghiasai perkembangan pemikiran hingga di era modern. Bahka, pada masa kejayaan tersebut orang-orang Barat menjadikan wilaya timur sebagai pusat perabadan untuk menggali ilmu pengetahuan.


DAFTAR PUSTAKA

Munir Amin, Samsul. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Ratu Suntiah dan Maslani. 2017. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA


DAFTAR RUJUKAN

Alcharis.2014.Transmisi Peradaban Yunani ke dalam Islam. (Online), http://alcharis.blogspot.com/2014/06/transmisi-peradaban-yunani-kedalam-islam.html?m=1 diakses pada hari Rabu 19 September 2018 pukul 21:00 WIB.
Nurelhakim.2011.Transmisi Filsafat Yunani ke Dunia. (Online), http://nurel-hakim.blogspot.com/2011/04/transmisi-filsafat-yunani-ke-dunia.html?m diakses pada hari Rabu 19 September pukul 21:15 WIB.
Wikipedia.Budaya.(Online), https://id.m.wikipedia.org/wiki/Budaya diakses pada hari Rabu 19 September pukul 21:30 WIB.


[1]Philip K.Hitti.2002.History of The Arabs.R.Cecep Lukman Yasin dan Dedi Selamet Riyadi (terj).Jakarta:Serambi,hal:381
[2] Ibid,hal:382
[3]Ibid,hal:385
[4]Philip K. Hitti,opcit,hal:385
[5]Abuddin Nata,Sejarah Sosial Intelektual Islam-dan Institusi pendidiknya,(Jakarta:PT Grafindo Persada,2012) Hlm.1
[6] Philip K. Hitti, The Arab A. Short History, dalam membahsa tentang Baghdad, Philip K. Hitti tidak bisa menyembunyikan kekagumannya mengenai Baghdad, sehingga ia menulis bab ini dengan judul Kemegahan yang Bernama Baghdad.
[7] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003, h. 80-85.
[8] Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3. Jakarta, Pustaka Al-Husna, 1993, h. 344.
[9] Harun Nasution, op. cit., h. 76.
[10] W. Montgomery Watt, op. cit., h. 165-166.

Belum ada Komentar untuk "SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA BANI ABBASIYAH"

Posting Komentar

Tinggalkan komentar terbaik Anda...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel