BETULKAH IMAM 4 MAZHAB AKAN MENJADI SAKSI BERSAMA ROSULULLAH SAAT PERHITUNGAN HISAB ?
BETULKAH IMAM 4 MAZHAB AKAN MENJADI SAKSI BERSAMA ROSULULLAH SAAT PERHITUNGAN HISAB ?
(kritik terhadap kitab Aqidatun Nazin).
Ini adalah merupakan kekeliruan saat menafsirkan suatu ayat Al-Qur'an,menafsirkan tanpa rujukan yang shahih maka beginilah akhirnya, pemahaman menjadi rancu, mana mungkin ulama 4Mazhab menyaksikan umat Rosullullah shallallahu alaihi wassallam, apa yang akan disaksikan(oleh ulama 4 mazhab) saat hisab dilaksanakan terhadap generasi Sahabat dan Tabiin, sedang ilmu-ilmu mereka (4 ulama mazhab) diambil dari para tabi'in.
Ulama 4 Mazhab akan menjadi saksi dalam hisab seluruh kaum muslimin adalah datang dari golongan Mazhabiyyah,para pengkultus mazhab.
Sebagaimana saya(Muhammad Juandi/juju) mendengar seorang tokoh salah satu pondok pesantren didaerah saya, ketika menjelaskan bab fiqh shalat,ia berkata," kita mengikuti Mazhab Syafi'i, jika berbeda dengan imam Sya'fi'i lalu siapa yang bertanggung jawab diakherat nanti?!
Ini adalah kultus terhadap imam Madzhab. Kita diperintahkan mengikuti Rosullullah dalam berbagai hal dalam beragama,melalui ilmu para ulama setelahnya temasuk juga ilmunya para ulama 4 mazhab,
yang mereka ambil dan mengikuti manhajnya Rosullullah.
Jika salah satu pendapat imam mazhab bertentangan dengan hadits Rosullullah maka kita tinggalkan dan ambil salah satu pendapat yang shahih dari mereka!
Kita tidak dituntut untuk kultus mazhab !
Namun kita hanya mengambil manfaat dari ilmu-ilmu mereka(para ulama 4mazhab).
Sebagaimana yang di katakan Seikh Ahmad Farid, "Sepakatnya ulama 4 mazhab bukanlah ijma' hanya saja jika kita berbeda dengan ulama 4 mazhab kita takut berada dalam kesalahan.
Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi semua member.
Untuk lebih jelasnya mari kita telaah tafsir dibawah ini sehingga ada perbedaan dengan apa yang ada dalam kitab," AQIDATUN NAzIN karya Seikh Zainul Abidin, yang menafsirkan ayat dibawah ini yaitu kesaksian imam dengan imam 4 mazhab.
TATKALA MANUSIA DIPANGGIL BERSAMA IMAMNYA
يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ ۖ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُولَٰئِكَ يَقْرَءُونَ كِتَابَهُمْ وَلَا يُظْلَمُونَ فَتِيلًا وَمَن كَانَ فِي هَٰذِهِ أَعْمَىٰ فَهُوَ فِي الْآخِرَةِ أَعْمَىٰ وَأَضَلُّ سَبِيلًا
“(Ingatlah) suatu hari (yang pada hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan barang siapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya, maka mereka ini akan membaca kitabnya itu dan mereka tidak dianiaya sedikit pun. Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” [al-Isrâ`/17:71-72]
PENJELASAN AYAT
يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ
(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya
Pada hari Kiamat manusia akan dihadapkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah al-Hakîm akan meminta pertanggungjawaban dari setiap mukallaf berkaitan dengan apa yang telah dikerjakan di dunia. Mereka dipanggil bersama dengan imam mereka pada hari penghisaban amal para hamba.
Syaikh ‘Abdur-Rahmân as-Sa’di rahimahullah menjelaskan, berdasarkan ayat di atas setiap umat akan dipanggil bersama dengan imam dan pemberi petunjuk mereka, yaitu para rasul dan penerus-penerusnya. Kemudian setiap umat maju dengan dihadiri oleh rasul yang pernah menyerunya. Amalan mereka kemudian dicocokkan dengan kitab yang pernah diserukan oleh rasul, apakah sesuai atau (justru) bertentangan?( At-Tafsir,493).
Penafsiran di atas merujuk ke sejumlah keterangan dari beberapa ulama tafsir dari kalangan generasi salaful-ummah telah dikutip para penulis kitab-kitab tafsir. Imam ath-Thabari rahimahullah meriwayatkan dengan sanadnya yang shahih dari Mujâhid rahimahullah, bahwa makna “imam” ialah nabi mereka (At-Tafsirush-Shahih 3/273.) Dengan redaksi lain Qatadah rahimahullah mengartikannya dengan para nabi mereka. Sehingga pengertiannya, para umat akan datang menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala bersama para nabi mereka.
Pendapat ini –seperti yang dipaparkan oleh asy-Syinqîthi rahimahullah
(Adhwa'ul-Bayan 3/560-561)
– sesuai dengan firman Allah Ta’ala:
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ شَهِيدًا
“Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)” [an-Nisâ`/4:41].
Pendapat lain berkaitan dengan pengertian kata “imaam”, yaitu diriwayatkan oleh Âdam bin Abi Iyâs rahimahullah dan ath-Thabari rahimahullah dengan sanad yang shahîh dari Mujâhid rahimahullah, menyebutnya “kitab mereka”. Sedangkan ‘Abdur-Razzâq meriwayatkan dengan sanad yang shahîh dari Ma’mar dari al-Hasan, mengatakan, maknanya “kitab mereka yang memuat amalan-amalan mereka”.(At-Tafsirush shahih 3/274).
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhu sendiri mengatakan, bahwa yang dimaksud “al-imâm”, yaitu amalan yang dikerjakan dan didiktekan untuk kemudian dituliskan. Maka, barang siapa dibangkitkan dalam keadaan bertakwa kepada Allah, maka Dia akan meletakkan kitabnya di tangan kanannya. Ia akan membaca dan bersuka-cita, tidak teraniaya sedikit pun.(jami'ul Bayan 15/156-157).
Keterangan-keterangan ini juga dikuatkan oleh beberapa ayat dalam Al-Qur`an, sebagaimana telah dinyatakan oleh Syaikh asy-Syinqiithi rahimahullah dalam Adhwâ`ul-Bayân.(Adhwa'ul-Bayan 3/560).
Adapun yang rajih, menurut Imam Ibnu Katsir rahimahullah ialah pendapat yang terakhir. Beliau memberikan penafsiran ayat ini dengan ayat padanannya di surat lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُّبِينٍ
“Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh)” [Yâsîn/36:12].
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَٰذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا ۚ وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Rabbmu tidak menganiaya seorang jua pun”. [al-Kahfi/18:49].
وَتَرَىٰ كُلَّ أُمَّةٍ جَاثِيَةً ۚ كُلُّ أُمَّةٍ تُدْعَىٰ إِلَىٰ كِتَابِهَا الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ مَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ هَٰذَا كِتَابُنَا يَنطِقُ عَلَيْكُم بِالْحَقِّ ۚ إِنَّا كُنَّا نَسْتَنسِخُ مَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. (Allah berfirman): “Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan”. [al-Jâtsiyah/45:28-29].
Selain itu, menurut Imam Ibnu Katsiir rahimahullah, ayat di atas (kata imâm) sebenarnya telah mengarahkan kepada pengertian kitab amalan. Pasalnya, dalam ayat tersebut diceritakan bahwasanya orang-orang yang menerima kitab dengan tangan kanan, mereka lantas membacanya, tidak ada rasa khawatir maupun takut terhadap isi yang tertulis pada kitab mereka. Jadi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: (Mereka) membacanya -seperti diungkapkan Imam Ibnu Katsir rahimahullah – lantaran perasaan suka cita dengan catatan dalam kitabnya, yaitu berupa amal shalih. Seperti disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَءُوا كِتَابِيَهْ إِنِّي ظَنَنتُ أَنِّي مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَّاضِيَةٍ فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ قُطُوفُهَا دَانِيَةٌ كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ فَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُوتَ كِتَابِيَهْ وَلَمْ أَدْرِ مَا حِسَابِيَهْ
“Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: “Ambillah, bacalah kitabku (ini)”. Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku. Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai, dalam surga yang tinggi, buah-buahannya dekat. (Kepada mereka dikatakan): “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu”. Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku”.
Penafsiran ini tidak bertentangan dengan penafsiran ulama yang mengatakan bahwa maksudnya adalah nabi akan didatangkan ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menjatuhkan keputusan bagi umatnya. Nabi tersebut mesti akan menjadi saksi atas amal perbuatan umatnya. Seperti kandungan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَأَشْرَقَتِ الْأَرْضُ بِنُورِ رَبِّهَا وَوُضِعَ الْكِتَابُ وَجِيءَ بِالنَّبِيِّينَ وَالشُّهَدَاءِ وَقُضِيَ بَيْنَهُم بِالْحَقِّ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Dan terang benderanglah bumi (padang mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Tuhannya; dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan”. [az-Zumar/39:69].
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِن كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ شَهِيدًا
“Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)”. [an-Nisâ`/4: 41].(Tafsir Al-Qur'anil 'Azhim 5/99).
Setelah itu, terbagilah manusia menjadi dua kelompok. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ
“[dan barang siapa yang diberikan Kitab amalannya di tangan kanannya]”, karena sebelumnya mereka mengikuti imamnya yang menunjukkan kepada mereka jalan yang lurus. Dan imam ini mengambil petunjuk dari Kitabullah. Oleh karena itu, kebaikannya menjadi banyak dan keburukannya pun menyusut.(at-Tafsir 494).
allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَأُولَٰئِكَ يَقْرَءُونَ كِتَابَهُمْ وَلَا يُظْلَمُونَ فَتِيلًا
“[maka mereka ini akan membaca kitabnya itu dan mereka tidak dianiaya sedikit pun]”; bacaan yang menggembirakan, yakni mereka membacanya dengan riang gembira dan tidak terzhalimi sedikit pun dari setiap kebaikan yang telah mereka lakukan.(At-Tafsir,494).
Semoga bermanfaat bagi semua member group ,"SAHABATKU IKHWAN 1 "
Allahu'alam
Disadur dengan cara ringkas dari tulisan Ustadz Muhammad Ashim bin Musthafa
almanhaj.or.id
Belum ada Komentar untuk "BETULKAH IMAM 4 MAZHAB AKAN MENJADI SAKSI BERSAMA ROSULULLAH SAAT PERHITUNGAN HISAB ?"
Posting Komentar
Tinggalkan komentar terbaik Anda...