PENGERTIAN AKIDAH
Kamis, November 02, 2017
Tambah Komentar
PENGERTIAN AKIDAH
Menurut Bahasa : ‘عقد ـ يعقد ـ عقيدة yang berarti : Simpul, ikatan atau perjanjian yang kukuh.
Setelah berbentuk ‘AQIDAH berarti KEYAKINAN. Relevansi antara ‘aqada dengan ‘aqidah adalah : Keyakinan yang tersimpul kukuh dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.
Menurut sumber lain, kata akidah berasal dari bahasa Arab yg berarti YANG DIPERCAYAI HATI. Kata al-’aqidu seakar dengan kata ‘aqidah yang berarti PENYATUAN DARI SEMUA UJUNG BENDA. Alasan
digunakan kata aqidah untuk mengungkapkan makna kepercayaan atau keyakinan. Kepercayaan adalah pangkal dan sekaligus tujuan dari segala perbuatan mukallaf.
Pengertian AKIDAH menurut Istilah :
Hasan Al-Banna dalam kitab majmu’ah ar.rasa’il => Akidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketenteraman jiwa dan menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikit pun dengan keragu-raguan.
Abu Bakar Jabir al-Jazairy dalam kitab Aqidah al-Mu’min => Akidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah.
Mahmud Syaltut => Akidah Islam adalah sesuatu yang harus diyakini sebelum apa-apa dan sebelum melakukan apa-apa tanpa keraguan sedikit pun dan tanpa ada unsur yang mengganggu kebersihan keyakinan.
Sesuatu yang harus diyakini sebelum apa-apa adalah keyakinan akan keberadaan Allah dengan segala fungsinya. Semua itu tercakup dalam rukun iman sebagai ikrar bagi setiap muslim dalam menyatakan ke-Islam-annya sejak lahir dan merupakan landasan hidup. Dengan demikian dapat dismpulkan bahwa Akidah adalah keyakinan yang dikaitkan dengan rukun iman dan merupakan azas dari seluruh ajaran Islam. Setiap manusia memiliki fitrah mengakui kebenaran, Misalnya :
~ Indra untuk mencari kebenaran
~ Akal untuk menguji kebenaran
~ Wahyu pedoman dalam menentukan baik dan buruk.
Dalam berakidah instrumen itu harus ditempatkan fungsinya masing-masing dalam posisi yang benar.
Tingkat keyakinan seseorang akan ditentukan oleh tingkat pemahamannya terhadap dalil, karena itu keyakinan yang tidak berdasarkan dalil akan mudah tergoyahkan oleh berbagai tantangan dan masalah yang dihadapi. Al-Qur’an menyatakan bahwa setiap manusia sudah menyatakan dirinya beriman kepada Allah Swt. sejak zaman azali yang kemudian dikenal dengan SYAHADAT.
Firman Allah :
وَاِذَاَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِيْ أَدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلىَ اَنْفُسِهِمْ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ. قاَلُوْابَلىَ. شَهِدْنَا…..
Artinya : Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman) “Bukankah Aku Tuhanmu?” mereka menjawab “Betul (Engkau Tuhan Kami), kami bersaksi”. (Q.S.al-A’raf : 172)
Ikatan akidah yang dinyatakan di alam azali itu tetap dipelihara hingga akhir hayat. Itu sebabnya setiap manusia yang lahir ke dunia dianjurkan untuk dikumandangkan azan pada telinga kanan dan ikamah di telinga kiri yang pada intinya untuk mengingatkan manusia pada ikatan akidahnya. Sesuai dengan konsep dan proses kejadian manusia yang secara umum terbagi tiga (pradunia, dunia dan pascadunia), ada bagian yang tidak dapat dijangkau oleh pancaindra serta imajinasi manusia dan hanya bisa dipercayai dan diyakini kebenarannya dengan hati.
Masalah akidah terutama yang berkaitan dengan iman kepada malaikat, alam gaib (surga/neraka) yang kesemuanya itu harus diyakini tanpa harus dibuktikan dengan rekayasa teknologi. Jadi, objek keyakinan hati atau keimanan itu pada umumnya adalah sesuatu yang gaib, sesuatu yang ada, tetapi keberadaannya tidak dapat dijangkau serta diidentifikasi oleh pancaindra dan imajinasi manusia kecuali unsur-unsur yang tampak, seperti Rasul dan Kitab yang dibawanya. “YANG ADA ITU TIDAK ADA, YANG TIDAK ADA ITU LAH YANG ADA”
Penekanan kepercayaan bukan pada aspek ada atau tidaknya, tetapi segi sikap menerima segala fungsi dan peranannya dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu semua informasi tentang ajaran akidah Islam, baik tentang wujud Allah beserta atribut-Nya, tentang kerasulan, para malaikat beserta fungsi-fungsinya, kitab suci, kehidupan akhirat berupa surga dan neraka berikut prosedur hisabnya, tentang qada dan qadar disampaikan lewat wahyu. Tanpa informasi serta penegasan Allah umat manusia tidak akan mengetahui apa-apa tentang ajaran dan tidak akan menerimanya dengan suatu keyakinan dan kebenaran.
PRINSIP-PRINSIP AKIDAH
Islam mengajarkan setiap manusia wajib menyembah hanya kepada Allah dengan tidak memakai perantara apa dan siapa pun.
Firman Allah dalam surat Ali ‘Imran : 64 menyatakan :
قُلْ يَاَهْلَ الْكِتَبِ تَعَالُوْ اِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّانَعْبُدَ اِلاَّ اللهَ وَلَانُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللهِ فَإِنْ تَوَلَّوْافَقُوْلُوْااشْهَدُوْابِاَنَّامُسْلِمُوْنَ.
Artinya : Katakanlah (Muhammad) “Wahai Ahli Kitab!! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka) “Saksikanlah bahwa kami adalah orang Muslim”
Ayat ini menegaskan bahwa, dalam peribadatan Islam hanya Allah semata dan menunjukkan kemurnian dalam menegaskan mengesakan Allah. Apapun bentuk ibadah di dalam Islam hanya ditujukan kepada Allah, baik shalat, zakat, puasa, haji ataupun perkataan dan perbuatan yang ada hubungannya dengan sesama manusia atau dengan alam serta lingkungan sekitarnya. Hakikat ibadah itu adalah menundukkan jiwa dan raga kepada Allah dengan perasaan cinta kepada-Nya dan patuh serta taat akan kebesaran-Nya. Oleh karena itu segala macam ibadah bila tanpa didasari dengan ketundukkan jiwa dan rasa cinta yang tulus kepada Allah, belum bisa dinamakan dengan ibadah.
Menurut Syekh Ali Tantawi dalam Kitab Ta’rif ‘am bi Dinil Islam, fasal Qawa’idul ‘Aqa’id“Fitrah dan akal manusia berperan penting dalam masalah akidah yang diyakini seseorang”. Yang maksudnya adalah :
Apa yang saya dapat dengan indra, saya yakini adanya, kecuali apabila akal saya mengatakan “tidak” berdasarkan pengalaman masa lalu.
Keyakinan di samping diperoleh dengan menyaksikan langsung juga bisa berita yang diyakini kejujuran si pembawa berita. Banyak hal yang memang tidak atau belum kita saksikan sendiri, tetapi kita yakini adanya.
Kemampuan alat indra memang sangat terbatas. Namun kita tidak dapat dan tidak berhak memungkiri wujud sesuatu hanya karena kita tidak bisa menjangkaunya dengan indra mata.
Seseorang hanya bisa menghayalkan sesuatu yang sudah pernah dijangkau oleh indranya dan tidak mampu menghayalkan apa yang belum pernah dilihatnya.
Akal hanya bisa menjangkau hal-hal yang terikat dengan ruang dan waktu, akal tidak akan bisa menjelaskan kapan terjadinya suatu peristiwa, jika peristiwa itu tidak terjadi lebih dahulu, sekarang dan tidak pula pada masa akan datang
Setiap manusia yang hidup di dunia memiliki fitrah mengimani adaya pencipta dan pengatur kehidupan, tetapi fitrah itu hanya merupakan potensi dasar yang harus dikembangkan dan dipelihara, karena fitrah itu bisa tertutup oleh berbagai hal yang menjadi daya tarik dalam kehidupan.
Manusia tidak akan puas dengan materi yang berhasil diraihnya, karena memang materi itu sangat terbatas di dunia ini. Oleh sebab itu manusia butuh alam lain sesudah dunia ini untuk mendapatkan kepuasan yang hakiki.
Keyakinan tentang hari akhir merupakan konsekwensi dari keyakinan tentang adanya Allah. Beriman kepada Allah menuntut adanya sikap penerimaan terhadap sifat-sifat yang dimiliki Allah, termasuk sifat adil. Jika tidak ada kehidupan lain di akhirat, bisakah keadilan Allah itu terlaksana? Oleh karena itu iman kepada Allah memberikan konsekwensi keimanan adanya alam akhirat setelah berakhirnya kehidupan di alam dunia, sebagai pertanggungjawaban kehidupan manusia dan membuktikan kebenaran janji serta kekuasaan Allah sebagai al-malik al-yaumud-din.
Sebagai Kesimpulan Prinsip-prinsip aqidah Islam itu adalah :
1.Tidak ada Agama yang BENAR selain ISLAM. Agama Islam datang untuk menyempurnakan dan menggantikan agama-agama sebelumnya beserta syari’at-syari’atnya. Firman Allah dalam surat Ali Imran : 85 :
وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَالْإِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلُ مِنْهُ وَهُوَفِى الْأَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ.
“Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima dan di akhirat dia termasuk orang yang merugi”
Kitab Al-Qur’an adalah Kitab yang Terakhir diturunkan oleh Allah. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi akhir zaman, yaitu Nabi Muhammad Saw, sebagai peyempurnakan kitab-kitab sebelumnya dalam segala hal, terutama ajarannya dan berfungsi sebagai petunjuk dan pegangan hidup umat manusia. Siapa yang berpegang teguh kepada Al-Qur’an hidupnya dijamin akan bahagia di dunia dan di akhirat. Allah telah menyempurnakan agama Islam dan telah meredainya sebagai agama yang membawa keselamatan. Allah berfiman :
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإِسْلَامَ دِيْنًا…..
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama mu untuk mu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagi mu, dan telah Aku redhai Islam sebagai agama mu”
Nabi Muhammad Saw. Merupakan Penutup seluruh Nabi dan Rasul. Jika ada yang mengaku sebagai rasul setelah Nabi Muhammad Saw dan mempunyai kitab suci berarti semua itu palsu. Firman Allah :
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَااَحَدٍ من رِّجالكم ولكنَّ رّسول اللهِ وخاتم النبين
“Muhammad itu bukanlah bapak salah seorang siantara kamu, tetapi adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Mengetahui segala sesuatu
Meyakini bahwa Orang yang Tidak Memeluk Agama Islam itu Kafir. Orang yang tidak mempercayai dan tidak mengamalkan ajaran Islam merupakan orang kafir.
Firman Allah :
لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِيْنَ مُنْفَكِيْنَ حَتَّى تَأْتِيْهِمُ اْلبَيِّنَةُ ــ البينة : 1 ــ
“Orang-orang kafir dari golongan ahli kitab dan orang-orang musyrik tidak akan meninggalkan (agama mereka) sampai datang kepada mereka bukti yang nyata”
Bukti yang dimaksud dalam ayat di atas adalah bukti nyata yang akan terlihat setelah datang hari pembalasan. Pada saat itulah orang-orang kafir sadar dan mempercayai bahwa agama Islam itu benar, Akan tetapi kesadarsan itu sia-sia karena semuanya sudah terlambat. Orang-orang kafir tempatnya di neraka Jahannam dan mereka kekal di dalamnya, sebagai akibat tidak mempercayai bahwa agama Islam yang dibawa oleh para nabi dan rasul itu benar adanya.
Allah Berfirman :
اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِيْنَ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِيْنَ فِيْهَا. أُولَئِكَ هُمُ شَرُّاْلبَرِيَّةِ…. ــ البينة : 6ــ
“Sungguh, orang-orang kafir dari golongan ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itulah sejahat-jahat makhluk”
RUANG LINGKUP AKIDAH
Hasan al-Banna mengatakan bahwa ruang lingkup pembahasan akidah Islam sebagai berikut :
Ilahiyah => Pembahsan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah, seperti wujud, nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan Allah.
Nubuwwah => Pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan nabi dan rasul, termasuk pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah, mukjizat dan keramat.
Ruhaniyah => Pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan alam metafisika, seperti malaikat, jin, iblis, setan dan roh.
Sam’iyah => Pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sama’i. Maksudnya, melalui dalil naqli yang berupa al-Qur’an dan as-Sunnah, seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga dan neraka.
Di samping itu, ruang lingkup pembahasan akidah Islam juga bisa mengikuti sistematika arkaanul iman (rukun iman).
METODE PENINGKATAN AKIDAH
Muhammad al-Gazali mengatakan “Inilah akidah yang kuat, akidah yang sebenarnya”. Bila keyakininan semacam ini dipegang san dilaksanakan, berarti hidup sudah punya prinsip yang benar dan kukuh. Seorang mukmin senantiasa berkomunikasi dengan penuh tanggung jawab dan waspada dalam segala urusan. Bila bertindak dengan dasar kebenaran, maka akan bisa pula bekerja sama dengan orang-orang yang berperilaku benar pula, kalau dia melihat ada yang menyimpang dari jalan yang benar, maka dia akan mengambil jalan sendiri, sesuai dengan akidah yang benar. Rasulullah Saw. bersabda :
لاَ تَكُوْ نُوْا اِمَّعَةً تَقُوْلُوْن اِنْ اَحْسَنَ النّاسُ اَحْسَنَّا وَاِنْ ظَلَمُوْا ظَلَمْنَا وَلَاكِنْ وَطِّنُوْ اَنْفُسَكُمْ اِنْ اَحْسَنَ النّاسُ اَنْ تُحْسِنُوْا وَاِنْ اَسَاءُوْا فَلَا تَظْلِمُوْا. –رواه الترمذى-
Artinya : Janganlah ada di antara kamu menjadi orang yang tidak mempunyai pendirian, ia berkata : “Saya ikut bersama-sama orang. Kalau orang berbuat baik, saya juga berbuat baik dan kalau orang berbuat jahat, saya juga berbuat jahat” Akan tetapi teguhkanlah pendirianmu, apabila orang berbuat baik, hendaklah kamu juga berbuat baik dan jika mereka berbuat jahat, hendaknya kamu jauhi perbuatan jahat itu. (HR.at-Tirmidzi).
Iman merupakan suatu hal yang sangat fundamental dalam Islam dan menjadi pengendali perilaku dalam kehidupan. Ibarat sebuah mobil yang bergerak ke suatu tujuan, maka diperlukan mesin untuk sebagai penggeraknya agar bisa mencapai tujuan. Imam Gazali menggambarkan, manusia hidup di dunia ini tak ubahnya bagai seseorang yang mengarungi lautan. Di waktu badai mengamuk, dia menghadapi gelombang yang bergulung-gulung. Jantungnya berdebar-debar, dia diliputi rasa cemas, takut kalau-kalau tenggelam dan terkubur ke dasar laut. Dalam situasi ini segala usaha akan dilakukan untuk menyelamatkan diri. Apabila badai telah surut, maka ia dapat berlayar seperti orang yang berjalan santai atau sambil bersiul-siul. Pasang naik dan pasang surut dalam kehidupan lautan adalah sunnatullah yang harus ditemui dan tidak dapat dielakkan.
Maksud gambaran Imam Gazali di atas adalah manusia dalam kehidupan ini tidak terlepas dari berbagai macam masalah. Jalan yang ditempuh kadang-kadang datar, kadang menurun atau mendaki. Manusia akan bertemu dengan nikmat dan juga bencana, bahagia dan juga sengsara. Dalam mengarungi gelombang kehidupan yang demikian manusia harus mempunyai landasan berpijak dan mempunyai tali untuk berpegang.
Landasan berpijak itu adalah IMAN, yaitu keyakinan yang bulat dan utuh bahwa manusia itu hanyalah menrencanakan. Kewajibannya ialah berusaha, berjuang sesuai dengan martabat dan kedudukannya. Kemantapan iman dapat diperoleh dengan menanamkan TAUHID لا اله الا الله (tiada Tuhan selain Allah). Tiada yang dapat menolong, memberi nikmat, kecuali Allah. Kebahagiaan di segenap lapangan hanya diperoleh dengan jalan berakhlak mulia. Apabila iman kuat, jiwa akan selalu tenang, tidak goncang menghadapi segala sesuatu, sebab dalam jiwa akan hidup rasa persaudaraan, persamaan dan kemanusiaan. Iman yang subur dan sehat menghilangkan sifat dengki dan cemburu.
Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa iman itu tergambar dari amal atau dari sifat dan tingkah laku seseorang. Kadang Allah menyebutkan amal pada urutan pertama, sedang iman pada urutan kedua, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa amal merupakan syarat kebenaran iman seseorang.
Firman Allah dalah surah Thaha : 112 :
وَمَن يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَا يَخَافُ ظُلْماً وَلَا هَضْماً
Artinya : Dan barangsiapa mengerjakan kebajikan sedang dia (dalam keadaan) beriman, maka dia tidak khawatir akan perlakuan zalim (terhadapnya) dan tidak (pula khawatir) akan pengurangan haknya.
KUALITAS AKIDAH DALAM KEHIDUPAN
Apabila iman sudah tertanam dalam jiwa. Akan menimbulkan pendorong semangat untuk beribadah dan pengabdian yang terus-menerus dalam memikul rasa tanggung jawab dan menanggulangi segala kesulitan atau bahaya yang dihadapi dalam kehidupan sampai menemui ajal. Orang mukmin sejati adalah orang yang mempunyai harga diri, tidak mau melakukan perbuatan yang pantas di hadapan sesama manusia apalagi di hadapan Sang Pencipta. Apabila iman sudah tertanam dalam jiwa, akan menimbulkan pendorong semangat untuk beribadah dan pengabdian yang terus-menerus dalam memikul rasa tanggung jawab dan menanggulangi segala kesulitan atau bahaya yang dihadapi dalam kehidupan sampai menemui ajal. Pengaruh terpenting dari keimanan adalah membuat manusia menjadi taat dan patuh kepada hukum-hukum Allah.
Seseorang yang beriman meyakini bahwa Allah mengetahui segalanya, baik yang nyata maupun yang tersembunyi dari pandangan manusia. Manusia dapat menyembunyikan sesuatu dari orang lain, tetapi tidak dapat menyembunyikannya di hadapan Allah. Semakin kukuh keyakinan seseorang, semakin patuh dia terhadap perintah-perintah Allah. Dia akan menghindari perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah dan mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya, walaupun dalam keadaan sendiri. Keimanan memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan manusia sehari-hari. Oleh karena itu keimanan menjadi aspek yang pertama dan terpenting untuk menjadi seseorang muslim sejati.
Muslim berarti kepatuhan dan ketaatan kepada Allah. Kepatuhan itu tidak mungkin tumbuh dalam diri seseorang jika ia tidak mempunyai keyakinan dan keimanan terhadap kalimat tauhid, artinya tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah. Di samping memberikan dampak positif terhadap kehidupan seorang muslim itu sendiri, iman juga dapat memberikan kenikmatan bagi orang lain dan lingkungannya. Dalam sebuah perumpamaan Allah Swt. Berfirman :
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاء. تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللّهُ الأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ. وَمَثلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِن فَوْقِ الأَرْضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٍ. يُثَبِّتُ اللّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللّهُ مَا يَشَاءُ
Artinya : Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah Membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhan-nya. Dan Allah Membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun. Allah Meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan di akhirat; dan Allah Menyesatkan orang-orang yang zalim dan Allah Berbuat apa yang Dia Kehendaki. (Ibrahim : 24-27).
Yang termasuk dalam Kalimat yang baik ialah kalimat tauhid, segala Ucapan yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran serta perbuatan yang baik. kalimat tauhid seperti Laa ilaa ha illallaah. Yang termasuk dalam Kalimat yang buruk ialah kalimat kufur, syirik, segala perkataan yang tidak benar dan perbuatan yang tidak baik. Yang dimaksud ucapan-ucapan yang teguh di sini ialah kalimatun thayyibah yang disebut dalam ayat 24 di atas. Allah menjanjikan bagi orang yang beriman dengan teguh kepada keimanannya, akan menghapuskan rasa takut dan sedih serta di akhirat dia akan ditempatkan dalam surga. Firman Allah :
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ – فصلت :٣٠-
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.”
Belum ada Komentar untuk "PENGERTIAN AKIDAH"
Posting Komentar
Tinggalkan komentar terbaik Anda...