MATERI FIQIH KELAS 12 : KONSEP IJTIHAD DALAM ISLAM
Senin, September 04, 2017
Tambah Komentar
Konsep Ijtihad dalam Islam
Ijtihad adalah salah satu sumber ajaran Islam setelah
al-Qur’an dan al-Hadits.
Secara bahasa ijtihad berasal dari kata jahada yang dengan segala variasinya menunjukkan arti pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa, sulit dilaksanakan, atau yang tidak disenangi. Ahmad bin Ahmad binAli al-Muqri al-Fayumi menjelaskan bahwa ijtihad secara bahasa memiliki pengertian:
Secara bahasa ijtihad berasal dari kata jahada yang dengan segala variasinya menunjukkan arti pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa, sulit dilaksanakan, atau yang tidak disenangi. Ahmad bin Ahmad binAli al-Muqri al-Fayumi menjelaskan bahwa ijtihad secara bahasa memiliki pengertian:
بذل وسعه
وطاقته فى طلبه ليبلغ مجهوده ويصل إلى نهايته
Artinya: “Pengerahan kesanggupan dan kekuatan
(mujtahid) dalam melakukan pencarian sesuatu supaya sampai kepada ujung yang
ditujunya.”
Sementara itu al-Syaukani mengartikan ijtihad scara
bahasa dengan:
عبارة عن
استفراغ الوسع فى أي فعل
Artinya: “Pembicaraan mengenai pengerahan
kemampuan dalam pekerjaan apa saja”.
Dari
beberapa pengertian secara bahasa di atas dapat disimpulkan bahwa secara bahasa
ijtihad memiliki arti pengerahan segala daya upaya dan kekuatan dari seorang
mujtahid dalam melakukan pembahasan dan pencarian sesuatu sampai pada ujung
pencarian yang dituju.
Adpun secara istilah Abu Zahrah mengartikan ijtihad
sebagai:
بذل
الفقيه وسعه فى استنباط الأحكام العملية من أدلتها التفصيلية
Artinya: “Upaya seorang ahli fikih dengan
kemampuannya dalam mewujudkan hukum – hukum amaliah yang diambil dari dalil –
dalil yang rinci”.
Sementara
itu Wahbah al-Zuhaili mengartikan ijtihad sebagai:
استفراغ الوسع فى طلب الظن من الأحكام
الشرعية
Artinya: “Pengerahan segala
kemampuan untuk menentukan sesuatu yang zhanni dari hukum – hukum syara’”.
Definisi
di atas menunjukkan bahwa ijtihad hanya berlaku pada ranah hukum fiqih, bidang
hukum yang berkenaan dengan amal, bukan bidang pemikiran. Dengan demikian
ijtihad adalah sebuah upaya sungguh – sungguh dengan mengerahkan segala daya
dan kemampuan untuk menemukan sebuah hukum fiqih yang sifatnya masih zhanni
agar ditemukan hukum yang sesuai dengan yang diharapkan syara’.
Benih – benih ijtihad sebenarnya sudah mulai bersemi
semenjak masa kenabian, hanya saja ijtihad sebagai sebuah konsep dalam hukum
fiqih belumlah dikenal sampai kemudian para imam madzhab membingkainya dalam
sebuah konsep. Benih – benih itu bertebaran dalam sabda – sabda Rasulullah SAW.
Diantaranya adalah hadits ‘Amr bin al-‘Ash yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari,
Muslim dan Ahmad yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
إذا حكم الحاكم فاجتهد فأصاب فله أجران
وإذاحكم فاجتهد ثم أخطأ فله أجر واحد
Artinya: “Apabila seorang hakim menetapkan
hukum dengan berijtihad, kemudian dia benar maka ia mendapatkan dua pahala.
Akan tetapi, jika ia menetapkan hukum dalam ijtihad itu salah maka ia
mendapatkan satu pahala”.
Sementara
hadits yang lain yang juga dijadikan dasar dalam pelaksanaan ijtihad adalah
hadits Mu’adz bin Jabal saat Nabi mengutusnya sebagai hakim ke Yaman.
Rasulullah SAW bersabda:
بم تقضى؟ قال : بما فى كتاب الله . قال :
فإن لم تجد فى كتاب الله؟ قال: أقضى بما قضى به رسول الله، قال : فإن لم تجد فيما
قضى به رسول الله؟ قال : أجتهد برأيي، قال: الحمدلله الذى وفق رسول رسوله
Artinya: “Dengan
apa kamu memutuskan perkara wahai Mua’adz?” Mu’adz menjawab: “Dengan sesuatu
yang terdapat di dalam kitab Allah.” Nabi bersabda: “Kalau kamu tidak
mendapatkannya dari kitab Allah?” Muadz menjawab: “Saya akan memutuskannya
dengan sesuatu yang telah diputuskan oleh Rasul Allah.” Nabi berkata: “Kalau kamu
tidak mendapatkan sesuatu yang telah diputuskan oleh Rasul Allah?” Mu’adz
menjawab: “Saya akan berijtihad dengan pikiran saya.” Nabi bersabda: “Segala
puji bagi Allah yang telah member taufiq kepada utusan dari rasul-Nya.”
Kedua
hadits di atas menjadi dasar dari ulama fiqih untuk melakukan ijtihad ketika
menjumpai hal – hal yang masih bersifat zhanni ataupun hal – hal yang belum
dijumpai dasar hukumnya secara jelas baik dalam al-Qur’an maupun hadits.
Ijtihad dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan hukum yang benar sesuai
tuntutan syara’ atau bila kebenaran mutlak itu sulit di dapat minimal mendekati
kebenaran syara’.
Meski ijtihad adalah sesuatu yang diperbolehkan bahkan
dianjurkan oleh syara’, akan tetapi ada syarat – syarat tertentu yang harus
dipenuhi oleh seseorang yang bisa diterima ijtihadnya. Dengan demikian untuk
menjadi seorang mujtahid seseorang harus memenuhi kriteria – kriteria tertentu
yang telah ditetapkan oleh syara’. Diantara kriteria yang telah ditentukan oleh
syara’ bagi seorang mujtahid yang diajukan oleh Fakhr al-Din Muhammad bin Umar
bin al-Husain al-Razi adalah:
1. Mukallaf, karena
hanya mukallaflah yang mungkin dapat melakukan penetapan hukum
2. Mengetahui makna
– makna lafadz dan rahasianya
3. Mengetahui
keadan mukhatab yang merupakan sebab pertama terjadinya perintah atau larangan
4. Mengetahui
keadaan lafadz, apakah memiliki qarinah atau tidak
Adapun menurut Abu Ishaq bin Musa al-Syatibi syarat
yang harus dipenuhi oleh seorang mujtahid ada tiga, yaitu:
1. Memahami tujuan
– tujuan syara’ (maqashid al-syari’ah), meliputi: dlaruriyyat yang mencakup
pemeliharaan agama (hifdz al-din), pemeliharan jiwa (hifdz al-nafs),
pemeliharaan akal (hifdz al-‘aql), pemeliharaan keturunan (hifdz al-nasl), dan
pemeliharaan harta (hifdz al-mal), hajiyyat, dan tahsiniyyat
2. Mampu melakukan
penetapan hukum
3. Memahami bahasa
Arab dan ilmu – ilmu yang berhubungan dengannya
Berbeda dengan syarat – syarat yang diajukan di atas,
Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Syaukani menyodorkan syarat – syarat mujtahid
sebagai berikut:
1. Mengetahui
al-Qur’an dan al-Sunnah yang bertalian dengan masalah – masalah hukum. Jumlah
ayat – ayat hukum di dalam al-Qur’an sekitar 500 ayat
2. Mengetahui ijmak
sehingga tidak berfatwa atau berpendapat yang menyalahi ijmak ulama
3. Mengetahui
bahasa Arab karena al-Qur’an dan al-Sunnah disusun dalam bahasa Arab
4. Mengetahui ilmu
ushul fiqh. Ilmu ini merupakan ilmu terpenting bagi mujtahid karena membahas dasar
– dasar serta hal – hal yang berkaitan dengan ijtihad
5. Mengetahui
nasikh – mansukh sehingga tidak tidak berfatwa atau berpendapat berdasarkan
dalil yang mansukh
Syarat –
syarat di atas adalah beberapa syarat yang diajukan oleh para ulama dalam
menentukan criteria seorang mujtahid yang bisa diterima ijtihadnya. Oleh karena
itu tidak semua orang bisa melakukan ijtihad. Atau semua orang bisa melakukan
ijtihad, hanya saja untuk dirinya, sedangkan untuk dipakai sebagai pedoman bagi
umat maka criteria yang ditentukan oleh para ulama adalah satu hal mutlak yang
tidak boleh ditawar.
Semoga
bermanfaat…
Allahu
A’lam…
Ingin Mendapatkan Materi ini? Silahkan Download melalui Link dibawah ini:
Belum ada Komentar untuk "MATERI FIQIH KELAS 12 : KONSEP IJTIHAD DALAM ISLAM"
Posting Komentar
Tinggalkan komentar terbaik Anda...