MATERI AQIDAH AKHLAK KELAS 10 : AYO JENGUK SAUDARA KITA YANG SAKIT

AYO JENGUK SAUDARA KITA YANG SAKIT

ADAB-ADAB BAGI ORANG SAKIT DAN YANG MENJENGUKNYA
Oleh
Syaikh ‘Abdul Hamid bin ‘Abdirrahman as-Suhaibani
Adab-Adab Bagi Orang Sakit
1. Selayaknya bagi yang terkena musibah baik yang terkena itu dirinya, anaknya atau selainnya untuk mengganti ucapan mengaduh pada saat sakit dengan berdzikir, istighfar dan ta’abbud (beribadah) kepada Allah,
karena sesungguhnya generasi Salaf -semoga Allah memberikan rahmat kepada mereka- tidak suka mengeluh kepada manusia, karena meskipun mengeluh itu membuat sedikit nyaman, namun mencerminkan kelemahan dan ketidakberdayaan sedangkan bila mampu bersabar dalam menghadapi kondisi sakit tersebut, maka hal itu menunjukkan pada kekuatan pengharapan pada Allah dan kemuliaan.
2. Bagi orang yang sakit boleh untuk mengadu kepada dokter atau orang yang dapat dipercaya tentang sakit dan derita yang dialaminya, selama itu bukan karena kesal maupun keluh kesah.
3. Hendaknya meletakkan tangannya pada bagian yang sakit kemudian mengucapkan do’a dari hadits (yang shahih) seperti:
بِسْمِ اللهِ.
“Dengan menyebut Nama Allah (tiga kali).”
Kemudian mengucapkan sebanyak tujuh kali:
أَعُوْذُ بِاللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ.
“Aku berlindung kepada Allah dan kepada kekuasaan-Nya dari keburukan apa yang aku temui dan aku hindari.” [HR. Muslim no. 2022 (67)]
4. Berusaha untuk meminta kehalalan atas barang-barang yang masih menjadi tanggungannya, barang yang menjadi hutangnya atau yang pernah dirampas dari pemiliknya, menuliskan wasiat dengan menjelaskan apa-apa yang merupakan miliknya, hak-hak manusia yang harus dipenuhinya, juga wajib baginya untuk mewasiatkan harta-harta yang bukan merupakan bagian dari warisannya, tanpa merugikan hak-hak warisnya.[1]
5. Tidak boleh menggantungkan jampi-jampi, jimat-jimat, dan semua yang mengandung kesyirikan.[2]
Namun disyari’atkan baginya untuk mengobati sakitnya dengan ruqyah dan do’a-do’a yang disyari’atkan (do’a dari al-Qur-an dan as-Sunnah).[3]
6. Hendaknya bersegera untuk bertaubat secara sungguh-sungguh dengan memenuhi syarat-syaratnya[4] dan senantiasa memperbanyak amalan shalih.
7. Bagi orang yang sakit hendaknya berhusnuzhzhan (berprasangka baik) kepada Allah dan berusaha mendekatkan diri kepada-Nya dengan menggabungkan antara takut dan pengharapan, serta disertai amalan yang ikhlas. Hal ini berda-sarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ يَمُوْتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَ بِاللهِ.
“Janganlah seorang di antara (menginginkan) kematian kecuali dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah.” [HR. Muslim no. 2877, Abu Dawud no. 3113]
Adab-Adab Bagi Orang Yang Menjenguk Orang Sakit:
1. Hendaknya dalam mengunjungi orang yang sakit diiringi dengan niat yang ikhlas dan tujuan yang baik. Seperti misalnya yang dikunjunginya adalah seorang ulama atau teman yang shalih, atau engkau mengunjunginya dalam rangka untuk beramar ma’ruf atau mencegah kemunkaran yang dilakukan dengan lemah lembut atau dengan tujuan memenuhi hajatnya atau untuk melunasi hutangnya, atau untuk meluruskan agamanya atau untuk mengetahui tentang keadaannya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ عَادَ مَرِيْضاً أَوْ زَارَ أَخاً لَهُ فِي اللهِ أَيْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ نَادَاهُ مُنَادٍ بِأَنْ طِبْتَ وَطَابَ مَمْشَاكَ وَتَبَوَّأْتَ مِنَ الْجَنَّةِ مَنْزِلاً.
“Barangsiapa mengunjungi orang yang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah atau di jalan Allah, akan ada yang menyeru kepadanya, ‘Engkau telah berlaku mulia dan mulia pula langkahmu (dalam mengunjunginya), serta akan kau tempati rumah di Surga.” [HR. At-Tirmidzi no. 2008, Ibnu Majah no. 1433, hasan. Lihat Misykaatul Mashaabih no. 5015 oleh Imam al-Albani]
2. Hendaknya memperhatikan situasi dan kondisi yang sesuai ketika hendak menjenguk. Janganlah memberatkan orang yang dijenguk dan pilihlah waktu yang tepat. Jika orang yang sakit dirawat di rumah hendaknya meminta izin terlebih dahulu sebelum menjenguknya, mengetuk pintu rumahnya dengan pelan, menundukkan pandangannya, menyebutkan perihal dirinya, dan tidak berlama-lama karena bisa jadi itu dapat membuatnya lelah.
3. Hendaknya orang yang menjenguk mendo’akan orang yang sakit dengan kesembuhan dan kesehatan. Hal ini berdasarkan hadits berikut ini:
إِذَا دَخَلَ عَلَى مَنْ يَعُوْدُ قَالَ: لاَ بَأْسَ طَهُوْرٌ إِنْ شَاءَ اللهُ.
“Apabila beliau mengunjungi orang yang sakit, beliau berkata, ‘laa ba’-sa thahuurun insyaa Allaah (tidak mengapa semoga sakitmu ini membuat dosamu bersih, insya Allah).’” [HR. Al-Bukhari no. 5656]
4. Mengusap bagian yang sakit dengan tangan kanan dan mengucapkan:
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَأْسَ وَاشْفِ أَنْتَ الشَّافِيْ لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَماً.
“Ya Allah, Rabb pemelihara manusia, hilangkanlah penyakit ini dan sembuhkanlah, Engkau-lah Yang Mahamenyembuhkan, tidak ada kesembuhan melainkan hanya kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan sedikitpun penyakit.” [HR. Al-Bukhari no. 5743 dan Muslim no. 2191 (46). Dan lafazh seperti ini berdasarkan riwayat Muslim]
5. Hendaknya menundukkan pandangan (tidak menatap dengan tajam), sedikit bertanya, menunjukkan belas kasih kepada yang sakit, menasehatinya untuk senantiasa bersabar terhadap penderitaan sakitnya karena hal itu mengandung pahala yang besar dan mengingatkan agar tidak berkeluh kesah karena hal tersebut hanya akan menimbulkan dosa dan menghilangkan pahala.
6. Apabila melihat orang yang tertimpa cobaan musibah dan penyakit hendaklah berdo’a dengan suara yang pelan untuk keselamatan dirinya, do’a tersebut adalah:
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ عَافَانِيْ مِمَّا ابْتَلاَكَ بِهِ وَفَضَّلَنِيْ عَلَى كَثِيْرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيْلاً.
“Segala puji bagi Allah Yang menyelamatkan aku dari musibah yang Allah timpakan kepadamu. Dan Allah telah memberikan kemuliaan kepadaku melebihi orang banyak.” [HR. At-Tirmidzi no. 3431 dan Ibnu Majah no. 3892. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 602]
[Disalin dari kitab Aadaab Islaamiyyah, Penulis ‘Abdul Hamid bin ‘Abdirrahman as-Suhaibani, Judul dalam Bahasa Indonesia Adab Harian Muslim Teladan, Penerjemah Zaki Rahmawan, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Kedua Shafar 1427H – Maret 2006M]
_______
Footnote
[1]. Hal ini berdasarkan hadits:
مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلَمَةٌ ِلأَحَدٍ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُوْنَ دِيْنَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِمَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئاَتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
“Barangsiapa mengambil secara zhalim milik saudaranya berupa kehormatan barang atau sesuatu, maka mintalah kehalalan darinya sekarang sebelum tiba hari dimana tidak bermanfaat lagi Dinar dan Dirham (hari Kiamat). Jika dia mempunyai amal shalih, maka amal shalihnya akan diambil sesuai kezhalimannya dan jika tidak ada amal shalihnya, diambil dari dosa-dosa orang yang dizhalimi itu lalu dibebankan padanya.” [HR. Al-Bukhari no. 2449, 6534]
Dan hadits
مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيءٌ يُوْصِيْ فِيْهِ يَبِيْتُ لَيْلَتَيْنِ إِلاَّ وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوْبَةٌ عِنْدَهُ.
“Tiada hak bagi seorang muslim yang memiliki sesuatu yang di dalamnya (harus) diwasiatkan, lantas ia bermalam sampai dua malam melainkan wasiat itu harus (sudah) ditulis olehnya.” [HR. Bukhari no. 2738, Muslim no. 1627, Abu Dawud no. 2862, Ibnu Majah no, 2702. Lihat Irwaa-ul Ghaliil no. 1652]-penj.
[2]. Sebagaimana hadits:
مَنْ عَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ.
“Barangsiapa yang menggantungkan jimat, maka ia telah melakukan kesyirikan.” [HR. Ahmad IV/156, al-Hakim IV/417. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 492]-penj.
[3]. Kata ruqyah, artinya adalah do’a perlindungan yang biasa dipakai sebagai jampi bagi orang sakit. Ruqyah dibolehkan dalam syari’at Islam berdasarkan hadits ‘Auf bin Malik di dalam Shahih Muslim, beliau Radhiyallahu anhu berkata: “Di masa Jahiliyyah kami biasa melakukan ruqyah, lalu kami berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Bagaimana pendapatmu, wahai Rasulullah?’ Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Lakukanlah ruqyah yang biasa kalian lakukan selama tidak mengandung syirik.’”[HR. Muslim no. 2200]
Ada beberapa syarat yang harus terpenuhi dalam ruqyah yang dibolehkan:
Pertama, hendaklah ruqyah dilakukan dengan Kalamullah (al-Qur-an) atau Nama-Nya atau Sifat-Nya. atau do’a-do’a shahih yang diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada penyakit tersebut.
Kedua, hendaklah ia dilakukan dengan bahasa Arab.
Ketiga, hendaklah ia diucapkan dengan makna yang jelas dan dapat difahami.
Keempat, tidak boleh ada sesuatu yang haram dalam kandungan ruqyah itu. Misalnya, memohon pertolongan kepada selain Allah, berdo’a kepada selain Allah, menggunakan nama jin atau Raja-Raja jin dan semacamnya.
Kelima, tidak bergantung kepada ruqyah dan tidak menganggapnya sebagai penyembuh.
Keenam, kita harus yakin bahwa ruqyah tidak berpengaruh dengan kekuatan sendiri, tetapi hanya dengan izin Allah. [Lihat Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan Do’a dan Wirid: Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut al-Qur-an dan as-Sunnah, keduanya karya al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas]-penj
[4]. Syarat-syarat taubat adalah sebagaimana yang dinukil dari perkataan Imam an-Nawawi dalam kitabnya, Riyaadhush Shalihin bab at-Taubat hal. 33 (cet. Muassasah ar-Risalah th. 1418):
1. أَنْ يُقْلِعَ عَنِ الْمَعْصِيَةِ (Harus benar-benar melepaskan diri dari kemaksiatan).
2. أَنْ يَنْدَمَ عَلىَ فِعْلِهَا (Menyesali segala perbuatan dosa yang telah dilakukannya).
3. أَنْ يَعْزِمَ اَنْ لاَ يَعُوْدَ إِلَيْهاَ أَبَداً (Berkeinginan keras untuk tidak mengulangi perbuatan itu untuk selamanya).

HIKMAH SAKIT : 
Rasulullah bersabda : “Apabila seorang hamba mukmin sakit, maka Allah mengutus 4 malaikat untuk datang padanya.”
Allah memerintahkan :
1. Malaikat pertama untuk mengambil kekuatannya sehingga menjadi lemah.
2. Malaikat kedua untuk mengambil rasa lezatnya makanan dari mulutnya.
3. Malaikat ketiga untuk mengambil cahaya terang di wajahnya sehingga berubahlah wajah si sakit menjadi pucat pasi.
4. Malaikat keempat untuk mengambil semua dosanya , maka berubahlah si sakit menjadi suci dari dosa.
Tatkala Allah akan menyembuhkan hamba mukmin itu, Allah memerintahkan kepada malaikat 1, 2 dan 3 untuk mengembalikan kekuatannya, rasa lezat, dan cahaya di wajah sang hamba.Namun untuk malaikat ke 4, Allah tidak memerintahkan untuk mengembalikan dosa-dosanya kepada hamba mukmin.
Maka bersujudlah para malaikat itu kepada Allah seraya berkata : “Ya Allah mengapa dosa-dosa ini tidak Engkau kembalikan?”
Allah menjawab: “Tidak baik bagi kemuliaan-Ku jika Aku mengembalikan dosa-dosanya setelah Aku menyulitkan keadaan dirinya ketika sakit. Pergilah dan buanglah dosa-dosa tersebut ke dalam laut.”
 
Dengan ini, maka kelak si sakit itu berangkat ke alam akhirat dan keluar dari dunia dalam keadaan suci dari dosa sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Sakit panas dalam sehari semalam, dapat menghilangkan dosa selama setahun.”
“Tiada seorang mu’min yang ditimpa oleh lelah atau penyakit, atau risau fikiran atau sedih hati, sampaipun jika terkena duri, melainkan semua penderitaan itu akan dijadikan penebus dosanya oleh Allah” (HR Bukhari-Muslim)
Sakit, sebagaimana juga setiap ujian, bukan menguji ketangguhan dan kemampuan. Sebab sakit Allah beri sudah sesuai dengan takaran dan daya tahannya.
Ia sejatinya menguji kemauan untuk memberi makna. Maka bagi dia yang mampu memberi makna terbaik bagi sakit, insya Allah kemuliaannya diangkat dan membuat malaikat yang selalu sehat takjub.
Sakit adalah jalan kenabian Ayub yang menyejarah. Kesabarannya yang lebih dari batas (disebut dalam sebuah hadits 18 tahun menderita penyakit aneh) diabadikan jadi teladan semesta. Dan atas kenyataan sejarah tersebut, hari ini cobalah bercermin kepadanya.
Hari ini pula kita bisa bercermin kepada sosok-sosok mulia yang pernah juga sakit. Sakit, yang di ujung penggal kehidupan mereka yang ditemukan adalah kemuliaan serta terus bertambah derajat kemuliaanya di mata Allah SWT.
Imam As-Syafi’i wasir sebab banyak duduk menelaah ilmu; Imam Malik lumpuh tangannya dizhalimi penguasa; Nabi tercinta kita pun pernah sakit oleh racun paha kambing di Khaibar yang menyelusup melalui celah gigi yang patah di perang Uhud. Bukankah setelah akhirnya sakit, semuanya semakin mulia di mata Allah bahkan juga di mata sejarah manusia.
Sakit itu zikrullah. Mereka yang menderitanya akan lebih sering dan syahdu menyebut Asma Allah dibanding ketika dalam sehatnya.
Sakit itu istighfar. Dosa-dosa akan mudah teringat, jika datang sakit. Sehingga lisan terbimbing untuk mohon ampun. Sakit itu tauhid. Bukankah saat sedang hebat rasa sakit, kalimat thoyyibat yang akan terus digetar?
Sakit itu muhasabah. Dia yang sakit akan punya lebih banyak waktu untuk merenungi diri dalam sepi, menghitung-hitung bekal kembali. Sakit itu jihad. Dia yang sakit tak boleh menyerah kalah; diwajibkan terus berikhtiar, berjuang demi kesembuhannya.
Bahkan sakit itu ilmu. Bukankah ketika sakit, dia akan memeriksa, berkonsultasi dan pada akhirnya merawat diri untuk berikutnya ada ilmu untuk tidak mudah kena sakit.
Sakit itu nasihat. Yang sakit mengingatkan si sehat untuk jaga diri. Yang sehat hibur si sakit agar mau bersabar. Allah cinta dan sayang keduanya.
Sakit itu silaturrahim. Saat jenguk, bukankah keluarga yang jarang datang akhirnya datang membesuk, penuh senyum dan rindu mesra? Karena itu pula sakit adalah perekat ukhuwah.
Sakit itu gugur dosa. Barang haram tercelup di tubuh dilarutkan di dunia, anggota badan yang sakit dinyerikan dan dicuci-Nya. Sakit itu mustajab doa. Imam As-Suyuthi keliling kota mencari orang sakit lalu minta didoaka oleh mereka.
Sakit itu salah satu keadaan yang menyulitkan syaitan; diajak maksiat tak mampu-tak mau; dosa lalu malah disesali kemudian diampuni.
Sakit itu membuat sedikit tertawa dan banyak menangis; satu sikap keinsyafan yang disukai Nabi dan para makhluk langit.
Sakit meningkatkan kualitas ibadah; rukuk-sujud lebh khusyuk, tasbih-istighfar lebih sering, tahiyyat-doa jadi lebih lama.
Sakit itu memperbaiki akhlak; kesombongan terkikis, sifat tamak dipaksa tunduk, pribadi dibiasakan santun, lembut dan tawadhu.
Dan pada akhirnya sakit membawa kita untuk selalu ingat mati. Mengingat mati dan bersiap amal untuk menyambutnya, adalah pendongkrak derajat ketaqwaan. Karena itu mulailah belajar untuk tetap tersenyum dengan sakit. Wallahu A’lam.
Sumber : Ustadz Arifin Ilham

MENGHADAPI ORANG YANG SEDANG SAKARATUL MAUT :

Kematian adalah suatu hal yang pasti akan di alami oleh setiap mahluk yang bernyawa termasuk manusaia.Tak akan ada manusia yang dapat menghindar dari yang namanya kematian. mau berlari sejauh apapun ataupun bersembunyi di manapun.. atau bahkan berlindung di balik benteng yang sangat kuat sekalipun... kematian akan tetap datang menghampiri kita.

apakah kematian itu..? kematian adalah keluarnya Ruh dari jasad atau badan.Menurut riwayat proses keluarnya ruh dari jasad rasanya sangat sakit sekali
seperi di tusuk 100 pedang. ada juga riwayat yang mengatakan rasanya seperti Domba yang di kuliti hidup - hidup.
begitu sakit dan menderitanya orang yang sedang mengalami sakaratul maut... .oleh karena itu sebagai muslim kita di ajarkan beberapa hal yang di lakukan dalam 
menghadapi kerabat,saudara,bapak atau ibu kita atau siapa saja yang sakaratul maut, di antaranya :

1.Membisik kan atau menalkin dengan kalimat tauhid ( la ilaha illallah )

kenapa kita perlu membisikkan atau menuntun orang yang mengalami sakaratul maut dengan kalimat tauhid? supaya yang bersangkutan dapat meniru mengucapkan dan menjadikan kalimat tauhid sebagai kalimat terahirnya.
dan mendapat kematian yang khusnul khotimah.,sesuai hadits nabi " Man akhiruhu Lailaha illallah Dakholal jannah "yang artinya " barang siapa yang kalimat terahir yang dia ucapkan la ilaha illah maka masuk surga"

seperti kita ketahui kematian itu ada 2 macam :

> Khusnul khotimah : 
yaitu kematian yang bagus atau baik,yang di ridha i oleh Allah SWT dan insya Allah akan di masukkan surganya Allah Subhanahu wataala.
  Lalu apakah Tanda - tanda dari kematian khusnul khatimah itu..? yaitu kematian yang datang saat seseorang melakukan kebaikan contoh : sedang sholat, sedang mengaji, sedang berjuang di jalan Allah dll

> suul khatimah : 
yaitu kematian yang buruk, yaitu kematian yang datang saat seseorang melakukan keburukan, kejahatan atau dosa, contoh: sedang minum minuman keras, zina, merampok dll


2.Membacakan Surat YASIN.

kenapa perlu di bacakan surah yasin..?  saudaraku .. di atas sudah saya jelaskan betapa sakit dan menderitanya orang yang sedang menghadapi kematian.ada yang proses nya lama sekali seperti Ruh itu di tarik di masukkan lagi ( di tarik ulur)sampai berhari -hari sampai2 kita yang melihatnya tidak tega ,dan ada yang prosesnya cepat.
fungsi Surat yasin adalah supaya di berikan kemudahan dan meringankan Rasa sakit yang di alami oleh orang yang sedang sakaratul maut.sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW " irhamu mautakum bi tilawatil Qur'an " yang artinya" Kasihanilah Orang yang sedang sakaratul maut dengan bacaan Al qur'an ".

3.Menutup matanya jika sudah meninggal dalam ke adaan mata terbuka.

Saudaraku.. Marilah kita senantiasa berdoa semoga kita di mudahkan dalam proses sakaratul maut.. di hindarkan dari fitnah dunia,, dan dosa yang dapat menyeret kita jatuh ke dalam murka dan siksa Allah SWT..  seperti doa yang sering di anjurkan oleh Rasulullah 
" Allahumma hawwin alaina fi sakaratil maut,.. wanajata minannar.. "

MENGHADAPI SETELAH SESAAT ORANG MENINGGAL :

1. Disunnahkan untuk menutup kedua matanya.
 Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menutup kedua mata Abu Salamah Radhiyallahu 'anhu ketika dia meninggal dunia. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


إِنَّ الرُّوحَ إِذَا قُبِضَ تَبِعَهُ الْبَصَرُ فَلاَ تَقُوْلُوْا إِلاَّ خَيْرًا فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ

Sesungguhnya ruh apabila telah dicabut, akan diikuti oleh pandangan mata, maka janganlah kalian berkata kecuali dengan perkataan yang baik, karena malaikat akan mengamini dari apa yang kalian ucapkan. 
[HR Muslim].

2. Disunnahkan untuk menutup seluruh tubuhnya, setelah dilepaskan dari pakaiannya yang semula. Hal ini supaya tidak terbuka auratnya. Dari Aisyah Radhiyallahu a'nha, beliau berkata:


أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ تُوُفِّيَ سُجِّيَ بِبُرْدٍ حِبَرَةٍ
Dahulu ketika Rasulullah meninggal dunia ditutup tubuhnya dengan burdah habirah (pakaian selimut yang bergaris). 
[Muttafaqun 'alaih].

Kecuali bagi orang yang mati dalam keadaan ihram,maka tidak ditutup kepala dan wajahnya.

3. Bersegera untuk mengurus jenazahnya.
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


لَا يَنْبَغِي لِجِيفَةِ مُسْلِمٍ أَنْ تُحْبَسَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ أَهْلِهِ
Tidak pantas bagi mayat seorang muslim untuk ditahan di antara keluarganya. 
[HR Abu Dawud].

Karena hal ini akan mencegah mayat tersebut dari adanya perubahan di dalam tubuhnya. Imam Ahmadrahimahullah berkata: "Kehormatan seorang muslim adalah untuk disegerakan jenazahnya." Dan tidak mengapa untuk menunggu diantara kerabatnya yang dekat apabila tidak dikhawatirkan akan terjadi perubahan dari tubuh mayit.

Hal ini dikecualikan apabila seseorang mati mendadak, maka diharuskan menunggu terlebih dahulu, karena ada kemungkinan dia hanya pingsan (mati suri). Terlebih pada zaman dahulu, ketika ilmu kedokteran belum maju seperti sekarang. Pengecualian ini, sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama. [Lihat Asy Syarhul Mumti' (5/330), Al Mughni (3/367)].

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: "Jika ada orang yang bertanya, bagaimana kita menjawab dari apa yang dikerjakan oleh para sahabat, mereka mengubur Nabi pada hari Rabu, padahal Beliau meninggal pada hari Senin? Maka jawabnya sebagai berikut: Hal ini disebabkan untuk menunjuk Khalifah setelah Beliau. Karena Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai pemimpin yang pertama telah meninggal dunia, maka kita tidak mengubur Beliau hingga ada Khalifah sesudahnya. Hal ini yang mendorong mereka untuk menentukan Khalifah. Dan ketika Abu Bakar dibai’at, mereka bersegera mengurus dan mengubur jenazah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu, jika seorang Khalifah (Pemimpin) meninggal dunia dan belum ditunjuk orang yang menggantikannya, maka tidak mengapa untuk diakhirkan pengurusan jenazahnya hingga ada Khalifah sesudahnya.” [Asy Syarhul Mumti' 5/333].

4. Diperbolehkan untuk menyampaikan kepada orang lain tentang berita kematiannya.
Dengan tujuan untuk bersegera mengurusnya, menghadiri janazahnya dan untuk menyalatkan serta mendo’akannya. Akan tetapi, apabila diumumkan untuk menghitung dan menyebut-nyebut kebaikannya, maka ini termasuk na'yu (pemberitaan) yang dilarang.

5. Disunnahkan untuk segera menunaikan wasiatnya, karena untuk menyegerakan pahala bagi mayit.
Wasiat lebih didahulukan daripada hutang, karena Allah mendahulukannya di dalam Al Qur'an.

6. Diwajibkan untuk segera dilunasi hutang-hutangnya, baik hutang kepada Allah berupa zakat, haji, nadzar, kaffarah dan lainnya. 
Atau hutang kepada makhluk, seperti mengembalikan amanah, pinjaman atau yang lainnya. RasulullahShallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
Jiwa seorang mukmin terikat dengan hutangnya hingga dilunasi. 
[HR Ahmad, At Tirmidzi, dan beliau menghasankannya].

Adapun orang yang tidak meninggalkan harta yang cukup untuk melunasi hutangnya, sedangkan dia mati dalam keadaan bertekad untuk melunasi hutang tersebut, maka Allah yang akan melunasinya.

7. Diperbolehkan untuk membuka dan mencium wajah mayit. Aisyah Radhiyallahu 'anha berkata:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ عُثْمَانَ بْنَ مَظْعُونٍ وَهُوَ مَيِّتٌ حَتَّى رَأَيْتُ الدُّمُوعَ تَسِيلُ

Aku melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mencium Utsman bin Madh'un Radhiyallahu 'anhu , saat dia telah meninggal, hingga aku melihat Beliau mengalirkan air mata. 
[HR Abu Dawud dan At Tirmidzi].

Demikian pula Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu 'anhu, beliau mencium Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau meninggal dunia.
walohu a'lam bishoab

Belum ada Komentar untuk "MATERI AQIDAH AKHLAK KELAS 10 : AYO JENGUK SAUDARA KITA YANG SAKIT"

Posting Komentar

Tinggalkan komentar terbaik Anda...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel