AQIDAH AKHLAK KELAS 10 : MENJADI HAMBA YANG BERAKHLAK
Kamis, November 02, 2017
Tambah Komentar
MENJADI HAMBA ALLAH YANG BERAKHLAK
1. Pengertian akhlak
Secara bahasa kata akhlak berasal dari bahasa Arab al-akhlak, yang merupakan bentuk jamak dari kata khuluqatau al-khaliqyang berarti a) tabiat,budi pekerti,b) kebiasaan atau adat,c) keperwiraan, kesatriaan, kejantananSedangkan pengertian secara istilah, akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang melahirkan perbuatan-perbuatan yang mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian. Jika keadaan (hal) tersebut melahirkan perbuatan yang baik dan terpuji menurut pandangan akal dan hukum Islam, disebut akhlak yang baik. Jika perbuatan-perbuatan yang timbul itu tidak baik, dinamakan akhlak yang buruk.
2. Macam-Macam Akhlak
a. Akhlak Wad’iyyah
Akhlak Wad'iyyah adalah norma yang mengajarkan kepada manusia dengan berpedoman kepada olah pikir dan pengalaman manusia. manusia dengan menggunakan akhlaknya berpikir dan bertindak kearah yang baik dan benar dengan menjadikan akal sebagai rujukan dalam perbuatan kehidupan sehari-hari.Dengan demikian, akhlak, ini hanya mempunyai satu macam sanksi, yaitu sanksi yang datang dari masyarakat (sesama manusia) semata-mata.
b. Akhlak Islam
Norma keagamaan adalah akhlak yang mengajarkan akhlak kepada manusia dengan mengambil tuntunan yang telah diberikan Allah Swt. dan Rasulullah saw. dalam Al-Qur’an dan hadisDengan demikian akhlak ini mempunyai dua macam sanksi apabila dilanggar. Yang pertama adalah sanksi dari Tuhan (bersifat gaib) dan yang kedua adalah sanksi yang datang dari masyarakat (sesama manusia).
Adapun ciri-ciri akhlak Islam adalah:
· Kebaikannya bersifat mutlak (al-khairiyah al-mutlaqah), yaitu kebaikan yang terkandung dalam akhlak Islam merupakan kebaikan yang murni, baik untuk individu maupun untuk masyarakat, di dalam lingkungan, keadaan, waktu dan tempat apapun;
· Kebaikannya bersifat menyeluruh (al-salahiyyah al-ammah), yaitu kebaikan yang terkandung di dalamnya merupakan kebaikan untuk seluruh umat manusia di segala zaman dan di semua tempat;
· Tetap dan kontekstual, yaitu kebaikan yang terkandung di dalamnya bersifat tetap, tidak berubah oleh perubahan waktu dan tempat atau perubahan kehidupan masyarakat;
c. Persamaan antara akhlak, etika, moral dan budi pekerti
Etika berasal dari bahasa Yunani ethicos, atau ethosartinya karakter, kebiasaan, kebiasaan, watak, sifat. Sedang secara istilah etika ialah ilmu pengetahuan yang menetapkan ukuran-ukuran atau kaidahkaidah yang mendasari pemberian tanggapan atau penilaia terhadap perbuatan-perbuatan. Sedangkan moral berasal dari bahasa Latin moresartinya mengenai kesusilaan. Secara istilah moral adalah ajaran tentang baik dan buruk yang diterima secara umum. Sedangkan budi pekerti berarti tabiat, akhlak dan watak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antara akhlak, etika, moral dan budi pekerti memiliki persamaan, yaitu berbentuk perilaku yang sifatnya netral. Misalnya ada orang yang berbuat buruk, maka tidak tepat jika dikatakan bahwa orang tersebut tidak mempunyai akhlak. Sebab akhlak itu sendiri adalah perilaku. Orang itu sudah berperilaku, namun berperilaku yang buruk. Akan lebih tepat kalau dikatakan bahwa orang tersebut berakhlak tercela. Oleh karena itu, semuanya tergantung kepada setiap orang/individu. Jika watak, karakter, kebiasaan dan tabiat itu mengarah dan diarahkan kepada hal-hal yang baik, maka ia akan menjadi akhlak terpuji. Sebaliknya, jika semua itu diarahkan kepada hal-hal yang jelek, maka ia akan menjadi akhlak tercela. Karena itu, pembinaan akhlak itu sama dengan pembinaan perilaku.
d. Cara Meningkatan Kualitas Akhlak
Peningkatan kualitas akhlak penting dilakukan untuk mencapai kemuliaan hidup. Kualitas akhlak (kemuliaan) sudah menjadi tujuan dari diutusnya Nabi Muhammad Saw, sesuai dengan sabdanya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”Rasulullah Saw sendiri merupakan ¿gur ideal dan contoh kepribadian utama yang bisa dijadikan teladan.
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Q.S.Al-Ahzab : 21)
Jika kita melihat kondisi seperti sekarang ini, masyarakat sedang mengalami dekadensi moral. Lingkungan yang buruk, pengaruh negatif perkembangan tekhnologi dan pergaulan yang cenderung bebas, semakin menguatkan pandangan bahwa pembinaan kualitas akhlak dan peningkatan kualitas pendidikan Islam itu penting dilakukan agar terbentuk akhlak mulia dan terpuji.
Berdasarkan uraian di atas maka diperlukan cara atau metode yang tepat dalam usaha meningkatkan kualitas akhlak masyarakat. Metode-metode antara lain sebagai berikut:
1) Melalui perumpamaan (tamtsil)
Kualitas akhlak bisa ditingkatkan melalui metode perumpamaan. Perumpamaan ini bisa diambil dari kandungan ayat-ayat al-Qur’an. Tujuannya adalah agar menjadikan perumpamaan itu sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan. Allah Swt. berfirman dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 26: yang artinya ‘’Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, Maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?." dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik’’
Usaha peningkatan kualitas akhlak bisa dilakukan dengan mempelajari perumpamaan di dalam al-Qur’an, selanjutnya menjadikan perumpamaan itu sebagai sarana mendidik akhlak pribadi dan masyarakat. Selain itu, bisa menguatkan kesan dan pesan yang berkaitan dengan makna yang tersirat dalam perupamaan tersebut yang menghadirkan perasaan religius.
2) Melalui keteladanan (uswatun hasanah)
Kebutuhan keteladanan sudah menjadi fitrah setiap orang. Karena itu, setiap pribadi hendaknya bisa menjadi teladan bagi yang lain dalam usaha meningkatkan kualitas akhlak. Rasulullah Saw adalah sosok teladan dalam kehidupan suami-istri, dalam kesabaran menghadapi keluarganya, dan dalam mengarahkan istriistrinya dengan baik. Beliau bersabda:“Sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang paling baik di antara kalian bagi keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian bagi keluargaku.” (HR. Ibnu Hibban).
3) Melalui Latihan dan Pengamalan
Sebagaimana diketahui, Islam adalah agama yang menuntut umatnya agar mengerjakan amal saleh yang diridhai Allah, menuntut kita supaya mengarahkan tingkah laku, naluri, dan kehidupan ini sehingga dapat mewujudkan perilaku dan akhlak yang baik. Agar perbuatan itu bisa berujung kepada amal saleh, maka dibutuhkan latihan dan pengalaman. Islam menegaskan bahwa ibadah hanya akan diterima jika dilaksanakan melalui ucapan dan perbuatan, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw kepada kita dan diikuti oleh para sahabat, para tabi’in, imam yang empat, dan para ulama hingga masa sekarang ini. Kedua perkara itu disatukan secara ringkas di dalam firman Allah Swt. di bawah ini:
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (QS. al-Kahfi : 110)
Harus diketahui, akhlak tidak akan tumbuh tanpa diajarkan dan dibiasakan. Oleh karena itu, pengetahuan tentang akhlak selain sebagai ilmu, secara bertahap juga harus diikuti secara terus menerus bentuk pengamalannya, baik di rumah, di sekolah maupun di masyarakat.
4) Melalui Ibrah dan Mau’idah
Ibrah artinya kondisi yang memungkinkan orang bisa sampai dari pengetahuan yang kongkrit kepada pengetahuan yang abstrak. Maksudnya adalah perenungan dan tafakur. Ibrah dan i’tibar ialah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia untuk mengetahui intisari sesuatu perkara yang disaksikan, diperhatikan, dan diputuskan oleh manusia secara nalar, sehingga kesimpulannya dapat mempengaruhi hati menjadi tunduk kepada-Nya kemudian mendorong untuk berperilaku yang baik.Di dalam al-Qur’an sendiri banyak ayat-ayat yang bisa dijadikan ibrah. Di antaranya adalah melalui kisah-kisah seperti tertulis dalam firman Allah Swt. berikut ini:
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS. Yusuf : 111).
Ayat di atas menegaskan bahwa kisah tentang Nabi Yusuf bisa dijadikan pelajaran Nabi Yusuf yang sempat dianiaya oleh saudaranya, lalu menjadi hamba sahaya, beliau lebih memilih penjara daripada fitnah tuannya. Hingga Allah karuniakan keberhasilan menjadi raja dengan perhiasan akhlaknya yang mulia.Peran orang tua atau pendidik yang lain dalam hal ini adalah berusaha melatih anak-anak untuk merenungkan keajaiban yang diciptakan Allah, terutama yang ada di sekitar kita. Dengan begitu diharapkan membawa kepribadian anak-anak ke arah yang baik dengan semakin mengakui kebesaran dan kekuasaan Allah Swt. Peningkatan kualitas akhlak melalui mau’idhah maksudnya adalah pemberian nasehat dan pengingatan akan kebaikan dan kebenaran dengan cara-cara yang baik dan menyentuh Allah Swt berfirman:
....Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian... (QS. al-Baqarah : 232)
Jiwa ikhlas orang yang memberi nasehat sangat penting bagi keberhasilan apa yang dinasihatkan. Sebab inilah yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw, dan para Rasul yang lain dalam menyampaikan risalahnya. Selain jiwa ikhlas, hendaknya nasihat itu dilakukan secara berulang kali untuk menggerakkan orang lain melakukan perbuatan baik dan berperilaku yang baik. Saling menasihati juga diperintahkan oleh Allah dalam hidup ini. Berangkat dari sini dapat dipahami bahwa penanaman al-haq (kebenaran) itu memang bukan tugas yang ringan. Termasuk penanaman keimanan, sekaligus yang memungkinkan munculnya akhlak yang baik, itu adalah tugas yang berat. Karena itu pelakupelaku yang memberi nasihat harus sabar dan tidak bosan-bosan untuk terus saling menasehati di antara sesama.
e. Penerapan Peningkatan Kualitas Akhlak
Setelah mempelajari berbagai metode peningkatan kualitas akhlak di atas, hal terpenting yang dilakukan selanjutnya adalah bagaimana menerapkan metode-metode tersebut dalam usaha meningkatkan kualitas akhlak dalam kehidupan. Sebab sebaik apapun metode yang ada, tanpa ada usaha untuk mempraktikkan metode itu dalam kehidupan, maka metode tersebut akan menjadi sia-sia.
Dalam perspektif Islam, anak adalah karunia sekaligus amanah yang diberikan kepada orang tua. Sebagai karunia, kelahiran anak harus disyukuri sebagai nikmat Allah yang dianugerahkan kepada manusia. Sedangkan sebagai amanah, orang tua mempunyai tanggungjawab memelihara amanah itu. Singkatnya, kelahiran anak sebagai karunia dan amanah meniscayakan perlunya pendidikan. Perlunya pendidikan melahirkan lembaga-lembaga yang berfungsi melaksanakan pendidikan, baik secara informal (keluarga), formal (pemerintah) dan nonformal (masyarakat). Ketiga lembaga atau lingkungan pendidikan tersebut merupakan tempat yang tepat dalam menerapkan metode-metode peningkatan kualitas akhlak.
1) Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Seorang anak akan bisa tumbuh dan berkembang menjadi dewasa jika berada di dalam lingkungan keluarga yang dibangun berdasarkan takwa kepada Allah. Karena itu, penerapan metode peningkatan kualitas akhlak sangat penting dalam keluarga. Orang tua dalam hal ini memegang peran utama dalam menjaga anak-anaknya dari kejahatan, perilaku tercela dan dari api neraka. Peningkatan kualitas akhlak bisa dilakukan orang tua antara lain dengan cara membiasakan anak-anaknya mengingat kebesaran dan nikmat Allah, merenungi semua ciptaan-Nya agar bisa berkembang dengan baik dan senantiasa terjaga ketauhidannya. Namun hal lain yang tidak boleh dilupakan adalah keteladanan orang tua dalam beribadah dan berakhlak mulia.
2) Lingkungan Pendidikan Formal
Lingkungan sekolah atau madrasah atau tempat belajar yang lain merupakan lingkungan kedua setelah keluarga. Tempat ini sangat penting dalam usaha meningkatkan kualitas akhlak. Banyak kegiatan yang bisa dilakukan, mulai aktivitas belajar dan bermain sangat berpengaruh dalam ikut membentuk kepribadian anak didik. Tanggung jawab guru sangat besar dalam menerapkan berbagai metode yang tepat agar anak bisa terbimbing akhlaknya dan tetap terjaga keimanannya.Melihat begitu pentingnya peran guru, maka seorang guru haruslah melakukan hal-hal berikut; membimbing anak didiknya agar menyembah Allah, ikhlas, sabar dalam menjalankan tugas, jujur dalam menyampaikan apa yang diserukannya, membekali diri dengan ilmu, memahami kejiwaan dan perkembangan anak didiknya, serta mampu bersikap adil kepada anak didiknya.
3) Lingkungan Masyarakat
Masyarakat Islam memiliki tanggungjawab moral dalam membina akhlak. Allah menyuruh masyarakat Islam agar berbuat yang ma’ruf dan mencegah yang munkar. kewajiban manusia dewasa atau para tokoh masyarakat untuk menanamkan keimanan dan sekaligus membiasakan perilaku terpuji dalam kehidupan masyarakat. Tokoh masyarakat mempunyai peranan penting dalam usaha penyemaian akhlak yang baik. Kegiatankegiatan kemasyarakatan yang positif dan penggunaan masjid misalnya sebagai pusat kegiatan akan membantu tumbuh dan berkembangnya kualitas akhlak.
Belum ada Komentar untuk "AQIDAH AKHLAK KELAS 10 : MENJADI HAMBA YANG BERAKHLAK"
Posting Komentar
Tinggalkan komentar terbaik Anda...