MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM KELAS 12 : SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA
Minggu, September 24, 2017
Tambah Komentar
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah bangsa yang penuh dengan sejarah. Banyak sejarah - sejarah yang terukir oleh nenek moyang kita, salah satunya adalah sejarah masuknya Islam ke Indonesia. Banyak teori masuknya islam ke indonesia. Ada yang mengatakan abad ke 7 dan ada yang mengatakan pada abad ke 13 M. Untuk itu saya meringkas teori – teori itu kedalam sebuah makalah.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana teori masuknya islam ke Indonesia ?
2. Bagaimana Proses masuknya Islam ke nusantara ?
3. Apa saja arsitektur islam yang dibawa ke indonesia ?
4. Bagaimana pendidikan islami yang berkembang di indonesia ?
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui teori masuknya islam ke indonesia.
2. Untuk mengetahui proses masuknya islam ke nusantara.
3. Mengetahui arsitek arab yang dibawa ke Indonesia.
4. Mengetahui perkembangan pendidikan islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Teori masuknya islam ke Indonesia
Berbagai teori perihal masuknya Islam ke Indonesia terus muncul sampai saat ini. Fokus diskusi mengenai kedatangan Islam di Indonesia sejauh ini berkisar pada tiga tema utama, yakni tempat asal kedatangannya, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Seperti banyak diketahui jika daerah penghasil batu kapur yaitu Kota Barus (Sibolga-Sumatera Utara) sudah digunakan oleh para firaun di mesir untuk proses pemakaman mumi firaun. Berdasarkan hal tersebut membuktikan jika jauh sebelum islam datang, masyarakat Nusantara sudah berhubungan dengan dunia luar. Ada kemungkinan Islam sudah masuk di Nusantara terjadi pada masa Kenabian atau masa hidupnya Nabi Muhammad S.A.W. [1] Mengenai tempat asal kedatangan Islam yang menyentuh Indonesia, di kalangan para sejarawan terdapat beberapa pendapat. Ahmad Mansur Suryanegaramengikhtisarkannya menjadi tiga teori besar. Yaitu :
1.1 Pertama, teori Gujarat. Menurut Suryanegara (1996: 75) bahwa peletak dasar teori ini kemungkinan adalah Snouck Hurgronje dalam bukunya “L’ Arabie et les Indes Neerlandaises, atau Revue de I’Histoire des Religious.” Snouck Hurgronje lebih menitikberatkan pandangannya ke Gujarat berdasarkan: Pertama, kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran agama Islam ke Nusantara. Kedua, hubungan dagang Indonesia-India telah lama terjalin. Ketiga, inskripsi tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatra memberikan gambaran hubungan antara Sumatra dengan Gujarat.
Suryanegara (1996: 75-76) mengutip pendapat W.F. Stutterheim dalam bukunya “De Islam en Zijn Komst In de Archipel” yang menyatakan bahwa masuknya Islam ke Nusantara pada abad ke 13. Pendapatnya juga di dasarkan pada bukti batu nisan Sultan pertama dari Kerajaan Samudera Pasai, yakni Malik As-Saleh yang wafat pada 1297. Selanjutnya ditambahkan tentang asal negara yang mempengaruhi masuknya agama Islam ke Nusantara adalah Gujarat. Dengan alasan bahwa agama Islam disebarkan melalui jalan dagang antara Indonesia-Cambay (Gujarat)- Timur Tengah-Eropa. Sama halnya dengan pendapat W.F. Stutterheim, Snouck Hurgronje berpendapat pula bahwa awal masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke 13 M dari Gujarat.
1.2 Kedua, teori Makkah. Menurut Hamka sebagaimana dikutip oleh Sunanto (2012: 8-9) dalam bukunya bahwa Islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah (kurang lebih abad ke-7 sampai 8 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional sudah dimulia jauh sebelum abad ke-13 (yaitu sudah ada sejak abad ke-7 M) melalui selat Malaka yang menghubungkan Dinasi Tang di Cina (Asia Timur), Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat. Senada dengan Suryanegara dalam Api Sejarah (2012: 99) sebagaimana mengutip pendapat Hamka bahwa masuknya Islam ke Nusantara Indonesia terjadi pada abad ke-7 M. Dalam berita Cina Dinasti Tang menuturkan ditemuinya daerah hunian wirausahawan Arab Islam di pantai Barat Sumatera maka dapat disimpulkan Islam masuk dari daerah asalnya Arab. Dibawa oleh wiraniagawan Arab. Sedangkan kesultanan Samudera Pasai yang didirikan pada 1275 M atau abad ke-13 M, bukan awal masuknya agama Islam, melainkan perkembangan agama Islam.
Menurut Matta (2014: 34) dalam bukunya “gelombang ketiga Indonesia” mengatakan bahwa para ahli sejarah mencatat ada dua gelombang masuknya Islam di Nusantara, yaitu abad ke-7 dan abad ke-13. Agama ini di bawah oleh pedagang dari Arab yang menetap di kota-kota pelabuhan Nusantara. Pada abad ke-8 telah berdiri perkampungan muslim di pesisir Sumatera. Pada awalnya, Sumatera (dan Nusantara pada umumnya) hanyalah persinggahan para pedagang Arab menuju Tiongkok dan Jawa. Pada abad ke-13, Samudera Pasai menjadi kerajaan Islam pertama di Nusantara, disusul berdirinya kerajaan Demak pada abad ke-15. Awalnya, Raden Fatah adalah wakil kerajaan Majapahit di daerah itu yang kemudian dia memutuskan masuk Islam dan mendirikan kerajaan sendiri.
J.C. Van Leur dalam bukunya “Indonesia: Trade and Society” menyatakan bahwa pada 674 M di pantai Barat Sumatera telah terdapat perkampungan (Koloni) Arab Islam. Dengan pertimbangan bangsa Arab telah mendirikan perkampungan perdagangannya di Kanton pada abad ke-4. Perkampungan perdagangan ini mulai dibicarakan lagi pada 618 M dan 626 M. Tahun-tahun berikutnya perkembangan perkampungan perdagangan ini mulai mempraktikan ajaran agama Islam. Hal ini mempengaruhi pula perkampungan Arab yang terdapat di sepanjang jalan perdagangan Asia Tenggara. Dari keterangan J.C. Van Leur ini masuknya Islam ke Nusantara tidaklah terjadi pada abad ke-13, melainkan telah terjadi sejak abad ke-7. Sedangkan abad ke-13 merupakan saat perkembangan Islam (Suryanegara, 1996: 76).
Sejumlah ahli Indonesia dan beberapa ahli Malaysia mendukung “teori Arab” dan mazhab tersebut. Dalam seminar-seminar tentang kedatangan Islam ke Indonesia yang diadakan pada 1963 dan 1978, disimpulkan bahwa Islam yang datang ke Indonesia langsung dari Arab, bukan dari India. Islam datang pertama kali datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi, bukan abad ke-12 atau ke-13 M. (Huda, 2007: 36).
1.3 Ketiga, Teori Persia. Menurut Suryanegara (1996: 90) bahwa pembangunan teori Persia ini di Indonesia adalah P.A. Hoesein Djajadiningrat. Fokus pandangan teori ini tentang masuknya agama Islam ke Nusantara berbeda dengan teori Gujarat dan Makkah, sekalipun mempunyai kesamaan masalah Gujaratnya, serta Mazhab Syafi’inya. Teori Persia lebih menitikberatkan tinjauannya kepada kebudayaan yang hidup di kalangan masyarakat Islam Indonesia yang dirasakan mempunyai persamaan dengan Persia.
2. Proses Masuknya Islam ke Nusantara
Masuknya islam di Indonesia berlangsung secara damai dan menyesuaikan dengan adat serta istiadat penduduk lokal. Ajaran islam yang tidak mengenal perbedaan kasta membuat ajaran ini sangat diterima penduduk lokal. Proses masuknya islam dilakukan melalui cara berikut ini.
2.1 Perdagangan
Letak Indonesia yang sangat strategis di jalur perdagangan di masa itu membuat Indonesia banyak disinggahi para pedagang dunia termasuk pedagang muslim. Banyak dari mereka yang akhirnya tinggal dan membangun perkampungan muslim, tak jarang mereka juga sering mendatangkan para ulama dari negeri asal mereka untuk berdakwah. Hal inilah yang diduga memiliki peran penting dalam penyebaran ajaran Islam di nusantara.
2.2 Perkawinan
Penduduk lokal beranggapan bahwa para pedagang muslim ini adalah kalangan yang terpandang, sehingga banyak penguasa pribumi yang menikahkan anak mereka dengan para pedagang muslim. Sebagai sayarat sang gadis harus memeluk islam terlebih dahilu, hal inilah yang diduga memperlancar penyebaran ajaran islam.
2.3 Pendidikan
Setelah perkampungan islam terbentuk, mereka mulai mendirikan fasilitas pendidikan berupa pondok pesantren yang dipimpin langsung oleh guru agama dan para ulama. Para lulusan pesantren akan pulang ke kampung halaman dan menyebarkan ajaran islam di daerah masing-masing.
2.4 Kesenian
Wayang merupakan warisan budaya yang masih terjagan hingga saat ini, dalam penyebaran ajaran islam wayang memiliki perang yang sangat konkrit. Contohnya sunan kalijaga yang merupakan salah satu tokoh islam menggunakan pementasan wayang untuk berdakwah.
3. Arsitektur Islam
Arsitektur Islam berkembang sangat luas baik itu di bangunan sekular maupun di bangunan keagamaan yang keduanya terus berkembang sampai saat ini. Arsitektur juga telah turut membantu membentuk peradaban Islam yang kaya. Bangunan-bangunan yang sangat berpengaruh dalam perkembangan arsitektur Islam adalah mesjid, kuburan, istana dan benteng yang kesemuanya memiliki pengaruh yang sangat luas ke bangunan lainnya, yang kurang signifikan, seperti misalnya bak pemandian umum, air mancur dan bangunan domestik lainnya.
3.1 Definisi dan kaidah
Arsitektur Islam adalah sebuah karya seni bangunan yang terpancar dari aspek fisik dan metafisik bangunan melalui konsep pemikiran islam yang bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah Nabi, Keluarga Nabi, Sahabat, para Ulama maupun cendikiawan muslim. Aspek Fisikadalah sesuatu yang nampak secara jelas oleh panca indera. Dalam hal ini sebuah bangunan dengan fasade yang memiliki bentuk dan langgam budaya islam dan dapat dilihat secara jelas melalui beberapa budaya, seperti budaya arab, cordoba, persia sampai peninggalan wali songo. Bentuk fisik yang biasa diterapkan dalam sebuah bangunan sepetri penggunaan kubah, ornamen kaligrafi, dan sebagainya. Aspek Metafisik adalah sesuatu yang tidak tampak panca indera tapi dapat dirasakan hasilnya. Hal ini lebih kepada efek atau dampak dari hasil desain arsitektur islam tersebut, seperti bagaimana membuat penghuni/ pengguna bangunan lebih nyaman dan aman ketika berada di dalam bangunan sehingga menjadikan penghuni merasa bersyukur. Contoh lain hasil desain ruang2 dalam sebuah rumah, bisa menjadikan komunikasi orangtua dan anak lebih dekat, sehingga membuat mereka rajin beribadah.
Kaidah Arsitektur Islam 1) Di dalam dan luar bangunan tidak terdapat gambar/ornamen yang makhluk hidup yang utuh 2) Di dalam dan luar bangunan terdapat ornamen yang mengingatkan kepada yang Maha Indah...Allah SWT. 3) Hasil Desain bangunan tidak ditujukan untuk pamer dan kesombongan. 4) Pengaturan ruang-ruang ditujukan untuk mendukung menjaga ahlak dan prilaku. 5) Posisi toilet tidak dibolehkan menghadap atau membelakangi kiblat. 6) Keberadaan bangunan tidak merugikan tetangga disekitar 7) Pembangunan sampai berdirinya bangunan seminimal mungkin tidak merusak alam. 8) Menggunakan warna yang mendekatkan kepada Allah, seperti warna-warna alam.
3.2 Sejarah awal arsitek islam
Ada beberapa bangunan di jaman Nabi Muhammad yang menjadi penanda munculnya arsitektur Islam, salah satu contohnya adalah masjid Juatha di Arab Saudi. Khilafah Rashidun (632–661) adalah pemimpin Islam pertama yang mulai mempopulerkan arsitektur Islam.
Khalifah Umayyah (661–750) mengkombinasikan beberapa elemen dari arsitektur Byzantium dan arsitektur Sassanid. Arsitektur Umayyahmemperkenalkan bentuk baru yang mengkombinasikan gaya barat dan timur.[1] Model pelengkung yang berbentuk sepatu kuda mulai muncul pertama kali pada masa dinasti Umayyah, lalu kemudian berkembang pesat di Andalusia.[2] Arsitektur Umayyah memunculkan penggunaan berbagai jenis dekorasi, termasuk diantaranya adapalah penggunaan berbagai macam mosaik, cat dinding, patung dan relief dengan motif Islam.[3] Pada masa Umayyah, diperkenalkan sebuah ruang transept yang membagi ruang solat berdasarkan axis terpendek.[4] mereka juga menambahkan mihrab ke dalam desain masjid.[4] Masjid di Madinah dibangun oleh al-Walid I menjadi masjid pertama yang memiliki mihrab, sebuah ruang tambahan menghadap kiblat yang menjadi tempat imam memimpin shalat atau khatib memberikan ceramah. Mihrab kini seolah menjadi standar dari desain sebuah masjid di seluruh dunia.[4]
Arsitektur Abbasiah dimasa Khalifah Abbasiah (750–1513) sangat kuat dipengaruhi oleh arsitektur Sassanid, dan arsitektur dari Asia tengah. masjid Abbasiah memiliki sebuah courtyard. Awal mula arsitektur Abbasiah dapat ditemui di masjid al-Mansur yang dibangun di Baghdad. Masjid Agung Samarra dibangun oleh al-Mutawakkil berukuran 256 by 139 metres (840 × 456 ft). Masjid ini memiliki atap datar dari kayu yang disangga oleh tiang-tiang. Masjid ini memiliki dekorasi marmer dan mosaik kaca.[5] Masjid Samarra memiliki menara spiral, satu-satunya yang ada di Iraq.[5] Sebuah masjid di Balkh atau sekarang terdapat di wilayah Afghanistan berukuran 20 by 20 metres (66 × 66 ft), yang memiliki sembilan kubah.[6]
langit-langit bergaya Moorish di Alhambra
Konstruksi Masjid Agung Córdoba (sekarang menjadi sebuah katedral bernama Mezquita) dimulai pada tahun 785 sekaligus sebagai penanda berdirinya era arsitektur Moorish di Iberian peninsula dan Afrika utara. Masjid ini memiliki bentuk pelengkung yang menjulang. Arsitektur Moorish mencapai masa jayanya pada saat konstruksi Alhambra, sebuah istana dan benteng yang megah di Granada, Ruang interiornya terbuka sehingga memungkinkan angin bergerak masuk dan didominasi warna merah, biru dan emas. Dindingnya diberi hiasan bermotif dedaunan yang saat itu sedang menjadi tren, Kaligrafi Arab, dan pola arabesque, Dindingnya dilapisi keramik. Bangunan lainnya yang bertahan hingga kini antara lain bangunan Bab Mardum di Toledo, atau gerbang lengkung Medina Azahara. Arsitektur Moorish berakar dari kebudayaan Arab dan berkembang pada masa kekhalifahan Umayyah di Levant tahun 660 dengan ibukotanya Damascus yang memiliki banyak arsitektur Islam Arabyang bercirikan pola-pola geometris.
4. Penndidikan Islam di Indonesia
4.1 Pesantren di Indonesia
terkait kemunculan dan masuknya Islam di Indonesia, sampai saat ini masih menjadi kontroversi di kalangan para ilmuwan dan sejarawan. Namun demikian, mayoritas dari mereka menduga bahwa Islam telah diperkenalkan di Indonesia sekitar abad ke-7 M oleh para musafir dan pedagang muslim, melalui jalur perdagangan dari Teluk Parsi dan Tiongkok. Kemudian pada abad ke-11M sudah dapat dipastikan bahwa Islam telah masuk di kepulauan Nusantara melalui kota-kota pantai di Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Maluku. Dan, pada abad itu pula muncul pusat-pusat kekuasaan serta pendalaman studi ke-Islaman. Dari pusat-pusat inilah kemudian akhirnya Islam dapat berkembang dan tersebar ke seluruh pelosok Nusantara. Perkembangan dan perluasan Islam itu tidak lain melalui para pedagang muslim, wali, muballigh dan ulama’ dengan cara pendirian masjid, pesantren atau dayah atau surau.
Pada dasarnya, pendidikan Islam di Indonesia sudah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia. Pada tahap awal, pendidikan Islam dimulai dari kontak-kontak pribadi maupun kolektif antara muballigh (pendidik) dengan peserta didiknya. Setelah komunitas muslim daerah terbentuk di suatu daerah tersebut, mereka membangun tempat peribadatan dalam hal ini masjid. Masjid merupakan lembaga pendidikan Islam yang pertama muncul, di samping rumah tempat kediaman ulama’ atau muballigh.
Setelah penggunaan masjid sudah cukup optimal, maka kemudian dirasa perlu untuk memiliki sebuah tempat yang benar-benar menjadi pusat pendidikan dan pembelajaran Islam. Untuk itu, muncullah lembaga pendidikan lainnya seperti pesantren, dayah ataupun surau. Nama–nama tersebut walaupun berbeda, tetapi hakikatnya sama yakni sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan keagamaan.
Pesantren sebagai akar pendidikan Islam, yang menjadi pusat pembelajaran Islam setelah keberadaan masjid, senyatanya memiliki dinamika yang terus berkembang hingga sekarang. Menurut Prof. Mastuhu, pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.
Pesantren sejatinya telah berkiprah di Indonesia sebagai pranata kependidikan Islam di tengah-tengah masyarakat sejak abad ke-13 M, kemudian berlanjut dengan pasang surutnya hingga sekarang. Untuk itulah, tidak aneh jika pesantren telah menjadi akar pendidikan Islam di negeri ini. Karena senyatanya, dalam pesantren telah terjadi proses pembelajaran sekaligus proses pendidikan; yang tidak hanya memberikan seperangkat pengetahuan, melainkan juga nilai-nilai (value). Dalam pesantren, terjadi sebuah proses pembentukan tata nilai yang lengkap, yang merupakan proses pemberian ilmu secara aplikatif.
4.2 Lembaga – lembaga pendidikan islam
Eksistensi pesantren senyatanya mendorong lahirnya lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya, antara lain:
a. Madrasah
Madrasah merupakan lembaga pendidikan Islam yang lebih modern dibanding pesantren, baik ditinjau dari sisi metodologi maupun kurikulum pengajarannya. Kendati demikian, kemunculan madrasah ini tidak lain diawali oleh keberadaan pesantren. Sebagian lulusan pesantren melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ke beberapa pusat kajian Islam di beberapa negara Timur Tengah, khususnya Arab Saudi dan Mesir. Lulusan-lulusan Islam Timur Tengah itulah yang kemudian akhirnya menjadi pemrakarsa pendirian madrasah-madrasah di Indonesia.
Dalam madrasah, sistem pembelajaran tidak lagi menggunakan sorogan ataupun bandongan, melainkan lebih modern lagi. Madrasah telah mengaplikasikan sistem kelas dalam proses pembelajarannya. Elemen yang ada dalam madrasah juga bukan lagi Kyai dan santri, tetapi murid dan guru (ustad/ustadzah). Dan metode yang digunakan juga beragam, bisa ceramah, atau drill dan lain-lain, tergantung pada ustad/ustadzah atau guru.
b. Sekolah-sekolah Islam
Di samping madrasah, lembaga pendidikan Islam yang berkembang hingga sekarang adalah sekolah-sekolah Islam. Pada dasarnya, kata sekolah merupakan terjemah dari madrasah, hanya saja madrasah adalah kosa kata bahasa Arab, sedangkan sekolah adalah bahasa Indonesia. Namun demikian, pada aplikasinya terdapat perbedaan antara madrasah dan sekolah Islam. Madrasah berada dalam naungan Kementrian Agama (Kemenag), sedangkan sekolah Islam pada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Selain itu,dari segi bobot muatan materi keagamaannya, madrasah lebih banyak materi agama dibanding sekolah Islam.
c. Pendidikan Tinggi Islam
Pendidikan Tinggi Islam juga merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang modern. Dalam sejarah, pendidikan tinggi Islam yang tertua adalah Sekolah Tinggi Islam (STI), yang menjadi cikal bakal pendidikan tinggi Islam selanjutnya. STI didirikan pada 8 Juli 1945 di Jakarta, kemudian dipindahkan ke Yogyakarta, dan pada tahun 1948 resmi berganti nama menjadi Universitas Islam Indonesia (UII). Selanjutnya, UII merupakan bibit utama dari perguruan-perguruan tinggi swasta yang kemudian berkembang menjadi beberapa Universitas Islam yang populer di Indonesia, seperti misalnya Universitas Ibn Kholdun di Bogor, Universitas Muhammadiyah di Surakarta, Universitas Islam Sultan Agung di Semarang, Universitas Islam Malang (UNISMA) di Malang, Universitas Islam Sunan Giri (UNSURI) di Surabaya, Universitas Darul ‘Ulum (UNDAR) di Jombang dan lain-lain.
Menurut Tolhah Hasan, perkembangan dan kemajuan perguruan tinggi Islam di Indonesia banyak ditentukan oleh beberapa faktor di antaranya: kredibilitas kepemimpinan, kreativitas manajerial kelembagaan, pengembangan program akademik yang jelas dan kualitas dosen yang memiliki tradisi akademik.
5.
BAB
KESIMPULAN
Dari semua uraian diatas intinya kita sebagai orang yang cinta tanah air Indonesia, harus mengerti dan paham akan petingnya sejarah di Indonesia. Tanpa adanya nenek moyang kita yang berjuang, kita tidak akan merasakan indahnya kemerdekaan itu.
BAB
PENUTUP
Alhamdulillah, akhirnya penulisan makalah ” SEJARAH MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA “ ini sudah selesai. Saya mengucapkan terimakasih kepada pihak – pihak yang telah membantu khususnya bapak Septia Lutfi, M.Kom. Kami juga meminta maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan laporan. Kritik, saran dan masukan sangat diharapkan untuk ke depan supaya lebih baik. Demikian makalah ini saya buat, atas perhatian dan kerjasamanya disampaikan terimakasih.
Wassalamualaikum wr.wb
Semarang, 17 Oktober 2015
DAFTAR PUSTAKA
Belum ada Komentar untuk "MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM KELAS 12 : SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA"
Posting Komentar
Tinggalkan komentar terbaik Anda...