MAKALAH PERILAKU DAN BUDAYA ORGANISASI ”Persepsi, Sikap dan Nilai”


MAKALAH
PERILAKU DAN BUDAYA ORGANISASI
”Persepsi, Sikap dan Nilai”

 



  

Oleh Kelompok 3 :

Ainul Yaqin                           (18170017)
Amelia Balqis                        (18170025)
Nurusshofiyatul Ula              (18170027)
Ariny Tamamul M.               (18170037)
M. Dimas Khaidar                (18170045)
Zulfa Nailatul H.                   (18170047)
Nur Arifah D.                        (18170055)

Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. H. Baharuddin, M.Pd.I




JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
 Banyak cara atau gaya dalam pengambilan keputusan. Ada orang yang cenderung menghindari masalah, ada juga yang berusaha memecahkan/ menyelesaikan masalah, bahkan ada yang mencari-cari masalah. Pada prinsipnya, cara pengambilan keputusan mengacu pada bagaimana seseorang mengolah informasi, pakah lebih dominan menunakan pikirannya, ataukan dengan perasaannya. Setelah semua informasi diperoleh melalui fungsi persepsi, maka seseorang harus melakukan sesuatu dengan informasi tersebut. Informasi tersebut harus diolah untuk memperoleh suatu keimpulan guna mengambil suatu keputusan ataupun membentuk suatu opini. Ada gambaran preferensi mengenai dua cara yang berbeda tentang bagaimana seseorang mengambil keputusan ataupun memberikan penilaian, yaitu dengan berfikir menggunakan akal pikiran dan menggunakan perasaan atau dengan persepsi.
Salah satu cara untuk mengambil keputusan adalah dengan mempergunakan perasaan dan persepsi. Perasaan disini bukan berarati emosi, melainkan dengan mempertimbangkan dampak dari suatu putusan terhadap diri sendiri dan atau orang lain. Apakah manfaatnya bagi diri sendiri dan atau orang lain (tanpa mempersyaratkan terlebih dahulu bahwa hal tersebut haruslah logis). Pengambilan keputusan atas dasar perasaan ini berlandasar pada nilai-nilai pribadi atau norma-norma, dan bukan mengacu pada tindakan yang dapat disebut emosional. Apabila kita mengambil keputusan berdasarkan perasaan, terlebih dengan penuh sikap dan nilai. Kita akan mempertanyakan seberapa jauh kita pribadi akan memlibatkan diri secara langsung, seberapa jauh kita merasa turut bertanggung jawab terhadap orang lain. Mereka akan mempunyai preferensi mengunakan perasaan dalam mengambil keputusan, cenderung bersikap simpatik, bijaksana dan sangat menghargai sesama.

2.      Rumusan Masalah
a)    Apa Pengertian Persepsi, Sikap dan Nilai ?
b)   Apa Jenis-jenis Persepsi, Sikap dan Nilai ?
c)    Apa Faktor yang mempengaruhi Persepsi ?
d)   Apa Fungsi Sikap dalam Kinerja Organisasi ?
e)    Bagaimana Transformasi Nilai dalam Organisasi ?
f)    Apa Nilai Pengembangan Organisasi ?
g)   Apa Nilai Pengembangan Model Hubungan Kemanusiaan dalam Organisasi ?
h)   Apa Nilai dalam model pilihan Publik ?

3.      Tujuan
a)    Mengetahui tentang Persepsi, Sikap dan Nilai.
b)    Mengetahui Jenis-jenis Persepsi, Sikap dan Nilai
c)    Mengetahui Faktor yang mempengaruhi Perepsi.
d)   Mengetahui Fungsi Sikap dalam Kinerja Organisasi.
e)    Mengetahui Proses Transformasi Nilai dalam Organisasi.
f)    Mengetahui Nilai Pengembangan Organisasi.
g)   Mengetahui Nilai Pengembangan Model Hubungan Kemanusiaan dalam Organisasi.
h)   Mengetahui Nilai dalam model pilihan Publik.










B.     Pembahasan
1.      Pengertian Persepsi, Sikap dan Nilai
a.    Persepsi
Persepsi (perception) adalah proses dimana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Namun, apa yang diterima seseorang pada dasarnya bisa berbeda dari realitas objektif. Walaupun seharusnya tidak perlu ada, perbedaan tersebut sering timbul. Sebagai contoh, sesuatu yang mungkin bila semua karyawan dalam sebuah perusahaan menganggapnya sebagai tempat kerja yang baik, kondisi kerja yang menyenangkan, penugasan pekerjaan yang menarik, bayaran yang bagus, tunjangan yang sangat bagus, manajemen yang pengertian dan bertanggung jawab, tetapi seperti yang diketahui oleh sebagian besar dari kita, adalah sangat luar biasa untuk menemukan kecocokan yang seperti itu.[1]
Mengapa persepsi itu penting dalam studi PO? Hanya karena perilaku individu didasarkan pada persepsi mereka tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri. Dunia yang dipersepsikan individu merupakan dunia yang mementingkan perilaku.
Berikut ini beberapa pengertian persepsi menurut para ahli yaitu:
a) Brian Fellows, Persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis informasi
b) Kenneth A. Sereno dan Edward M. Bodaken, Persepsi adalah sarana yang memungkinkan kita memperoleh kesadaran akan sekeliling dan lingkungan kita.
c) Philip Goodaracre dan Jennifer Follers, Persepsi adalah proses mental yang digunakan untuk mengenali rangsangan.
d) Joseph A. Devito, Persepsi adalah proses dengan makna kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indera kita.

b.    Sikap
Menurut G.W. Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999:218) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak. La Pierre (dalam Aswar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tenensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi-sosial, atau secara sederhana, Sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sedangkan menurut soetarno (1994), sikap aalah pandangan atau perasaaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu.sikap senantiasa diarahkan kepada  sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa objek. Sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Ebuah sikap adalah perasaan positif atau negati atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, objek atau peristiwa.
Sikap (attitude) adalah pernyataan evaulatif--baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan—terhadap objek, individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu. Ketika saya berkata, “Saya menyukai pekerjaan saya”, saya sedang mengungkapkan pemikiran saya tentang pekerjaan.[2]
Sikap tersebut sangat rumit. Apabila Anda bertanya kepada orang lain mengenai pemikiran mereka tentang agama, George W. Bush, atau organisasi tempat mereka bekerja, Anda mungkin mendapatkan respons sederhana, tetapi alasan-alasan yang mendasari respons tersebut mungkin sangat rumit. Untuk benar-benar memahami sikap, kita harus mempertimbangkan karakteristik fundamental mereka.

c.    Nilai
Menurut Gibson (1985) Nilai adalah kumpulan perasaan senang dan tidak senang, pandangan, keharusan, kecenderungan dalam diri orang, pendapat rasional dan tidak rasional, prasangka dan pola asosiasi yang menentukan pandangan seseorang tentang dunia. Nilai dapat digunakan sebagai suatu cara mengorganisasi sejumlah sikap. Nilai-nilai juga penting untuk memahami perilaku manajer yang eektif. Nilai sangat penting untuk membantu mempelajari perilaku organisasi, karena nilai memberikan dasar untuk memahami sikap dan motivasi serta dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Individu saat memasuki sebuah organisasi memiliki gagasan yang dikonsepkan sebelumnya mengenai apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan, tentu saja hal ini dipengaruhi karena adanya nilai-nilai yang dianut individu tersebut.[3]
Nilai (value) menunjukkan alasan dasar bahwa “cara pelaksanaan atau keadaan akhir tertentu lebih disukai secara pribadi atau sosial dibandingkan cara pelaksanaan atau keadaan akhir yang berlawanan.” Nilai memuat elemen pertimbangan yang membawa ide-ide seorang individu mengenai hal-hal yang benar, baik, atau diinginkan. Nilai memiliki sifat isi dan intensitas. Sifat isi menyampaikan bahwa cara pelaksanaan atau keadaan akhir dari kehidupan adalah penting. Sifat intensitas menjelaskan betapa pentingnya hal tersebut. Ketika menggolongkan nilai seorang individu menurut intensitasnya, kita mendapatkan sistem nilai (value system) orang tersebut. Setiap dari kita memiliki hierarki nilai yang membentuk sistem nilai kita. Sistem ini diidentifikasikan oleh kepentingan relatif yang kita tentukan untuk nilai seperti kebebasan, kesenangan, harga diri, kejujuran, kepatuhan, dan persamaan.[4]

2.      Jenis-jenis Persepsi, Sikap dan Nilai
a.    Jenis jenis Persepsi
                                                     i.     Persepsi..visual
Persepsi visual didapatkan dari penglihatan. Penglihatan adalah kemampuan untuk mengenali cahaya dan menafsirkannya, salah satu dari indra. Alat tubuh yang digunakan untuk melihat adalah mata. Banyak binatang yang indra penglihatannya tidak terlalu tajam dan menggunakan indra lain untuk mengenali lingkungannya, misalnya pendengaran untuk kelelawar. Manusia yang daya penglihatannya menurun dapat menggunakan alat bantu atau menjalani operasi lasik untuk memperbaiki penglihatannya.
Persepsi ini adalah persepsi yang paling awal berkembang pada bayi, dan mempengaruhi bayi dan balita untuk memahami dunianya. Persepsi visual merupakan topik utama dari bahasan persepsi secara umum, sekaligus persepsi yang biasanya paling sering dibicarakan dalam konteks sehari-hari.
                                                  ii.     Persepsi..auditori
Persepsi auditori didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga. Pendengaran adalah kemampuan untuk mengenali suara. Dalam manusia dan binatang bertulang belakang, hal ini dilakukan terutama oleh sistem pendengaran yang terdiri dari telinga, syaraf-syaraf, dan otak. Tidak semua suara dapat dikenali oleh semua binatang. Beberapa spesies dapat mengenali amplitudo dan frekuensi tertentu. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz sampai 20.000 Hz. Bila dipaksa mendengar frekuensi yang terlalu tinggi terus menerus, sistem pendengaran dapat menjadi rusak.
                                                iii.     Persepsi..perabaan
Persepsi perabaan didapatkan dari indera taktil yaitu kulit. Kulit dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian epidermis, dermis, dan subkutis. Kulit berfungsi sebagai alat pelindung bagian dalam, misalnya otot dan tulang; sebagai alat peraba dengan dilengkapi bermacam reseptor yang peka terhadap berbagai rangsangan; sebagai alat ekskresi; serta pengatur suhu tubuh. Sehubungan dengan fungsinya sebagai alat peraba, kulit dilengkapi dengan reseptor reseptor khusus. Reseptor untuk rasa sakit ujungnya menjorok masuk ke daerah epidermis. Reseptor untuk tekanan, ujungnya berada di dermis yang jauh dari epidermis. Reseptor untuk rangsang sentuhan dan panas, ujung reseptornya terletak di dekat epidermis.
                                                 iv.     Persepsi..penciuman
Persepsi penciuman atau olfaktori didapatkan dari indera penciuman yaitu hidung. Penciuman, penghiduan, atau olfaksi, adalah penangkapan atau perasaan bau. Perasaan ini dimediasi oleh sel sensor tespesialisasi pada rongga hidung vertebrata, dan dengan analogi, sel sensor pada antena invertebrata. Untuk hewan penghirup udara, sistem olfaktori mendeteksi zat kimia asiri atau, pada kasus sistem olfaktori aksesori, fase cair.Pada organisme yang hidup di air, seperti ikan atau krustasea, zat kimia terkandung pada medium air di sekitarnya. Penciuman, seperti halnya pengecapan, adalah suatu bentuk kemosensor.
                                                   v.     Persepsi..pengecapan
Persepsi pengecapan atau rasa didapatkan dari indera pengecapan yaitu lidah. Pengecapan atau gustasi adalah suatu bentuk kemoreseptor langsung dan merupakan satu dari lima indra tradisional. Indra ini merujuk pada kemampuan mendeteksi rasa suatu zat seperti makanan atau racun. Pada manusia dan banyak hewan vertebrata lain, indra pengecapan terkait dengan indra penciuman pada persepsi otak terhadap rasa.
Sensasi pengecapan klasik mencakup manis, asin, masam, dan pahit. Belakangan, ahli-ahli psikofisik dan neurosains mengusulkan untuk menambahkan kategori lain, terutama rasa gurih (umami) dan asam lemak.Pengecapan adalah fungsi sensoris sistem saraf pusat. Sel reseptor pengecapan pada manusia ditemukan pada permukaan lidah, langit-langit lunak, serta epitelium faring dan epiglotis.[5]

b.    Jenis jenis Sikap
Jenis jenis sikap dalam Perilaku Organisasi diantaranya:
                                                i.          Kepuasan Kerja
Sikap umum seseorang terhadap pekerjanya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi menunjukan sikap yang positif terhadap pekerjaan dan sebaliknya. Jadi sikap karyawan lebih sering mereka maksudkan dengan kepuasan kerja.[6]
                                              ii.          Keterlibatan Dalam Kerja
Derajat seeorang memihak pada pekerjaannya, berpartisipasi aktif dalamnya, dan menganggap kinerjanya pentin bagi harga diri.





                                            iii.          Komitmen Terhadap Organisasi
Derajat seseorang memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuannya dan berniat memelihara keangotaan dalam organisasi itu.[7]

c.    Jenis jenis Nillai
                                                i.          Nilai-nilai..Pribadi
Hasrat untuk melindungi atau memenuhi kesejahteraan atau kebutuhan fisik atau kebutuhan finansial’ reputasi diri, atau posisi historis kemungkinan juga digunakan- oleh para pembuat keputusan sebagai kriteria dalam pengambilan keputusan.

                                              ii.          Nilai-nilai..politik.
Pembuat keputusan mungkin melakukan penilaian atas altematif kebijaksanaan yang dipilihnya dari sudut pentingnya altematif-altematif itu bagi partai politiknya atau bagi kelompok-kelompok klien dari badan atau organisasi yang dipimpinnya.


                                            iii.          Nilai-nilai..organisasi.
Para pembuat keputusan, khususnya birokrat (sipil atau militer), mungkin dalam mengambil keputusan dipengaruhi oleh nilai-nilai organisasi di mana ia terlibat di dalamnya’ Organisasi, semisal badan-badan administrasi, menggunakan berbagai bentuk ganjaran dan sanksi dalam usahanya untuk memaksa para anggotanya menerima, dan bertindak sejalan dengan nilai-nilai yang telah digariskan oleh organisasi.


                                            iv.          Nilai-nilai..kebijaksanaan.
Dari perbincangan di atas, satu hal hendaklah dicamkan, yakni janganlah kita mempunyai anggapan yang sinis dan kemudian
menarik kesimpulan bahwa para pengambil keputusan politik ini semata-mata hanyalah dipengaruhi oleh pertimbangan-penimbangan demi keuntungan politik, organisasi atau pribadi.

3.      Faktor yang mempengaruhi Persepsi
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
a.       Pengamat (orang yang memiliki persepsi). Penginterpretasian dari apa yang seseorang lihat bergantung pada karakteristik pribadi orang tersebut, antara lain:

b.      Sikap. Sikap atau attitude seseorang sangat mempengaruhi persepsi yang dibentuknya akan hal-hal di sekitarnya. Ketika tangah mewawancarai para kandidat yang akan mengisi satu posisi penting yang membutuhkan keahlian dalam bernegosiasi dengan supplier dalam perusahaan, Mr. X mungkin berpendapat bahwa pria merupakan pilihan yang tepat dibandingkan dengan wanita, karena wanita di sini dinilai tidak akan mampu melakukan pekerjaan ini dengan baik, terutama bila negosiasi berjalan dengan alot dan pelik. Sikap yang disertai dengan asumsi seperti ini akan mempengaruhi persepsi Mr. X terhadap para kandidat perempuan yang dia wawancarai.

c.       Motif atau alasan di balik tindakan yang dilakukan seseorang yang mampu menstimulasi dan memberikan pengaruh kuat terhadap pembentukan persepsi mereka akan segala sesuatu. Seseorang yang ambisius dan berkeinginan untuk meraih kekuasaan akan melihat orang-orang di sekelilingnya sebagai kompetitor yang harus ia kalahkan guna tercapainya tujuan.

d.      Ketertarikan atau interest. Fokus perhatian kita terhadap hal-hal yang tengah dihadapi turut dipengaruhi oleh ketertarikan kita akan sesuatu, yang menjelaskan mengapa pemahaman orang terhadap satu hal dapat berbeda dari apa yang dipersepsikan oleh orang lain. Sebagai contoh, seorang supervisor yang baru diberi peringatan oleh atasannya atas keterlambatannya akan lebih memperhatikan dan dan menyadari keterlambatan para kolega dan rekan kerjanya dibanding sebelumnya.

e.       Pengalaman. Pengetahuan atau kejadian yang telah didapatkan dan dialami seseorang. Contohnya, ketika secara tidak sengaja pernah menyaksikan suatu tragedi pembunuhan, seseorang menjadi tidak bisa melihat warna merah karena orang tersebut mengasosiasikan warna merah sebagai warna yang buruk.

f.        Harapan atau Ekspektasi, yakni gambaran atau ilustrasi yang membentuk sebuah pencitraan terhadap sebuah keadaan. Contohnya seseorang  yang memiliki latar belakang pendidikan yang baik dan penampilan yang meyakinkan akan dinilai sebagai orang yang kompeten dan reliabledi bidangnya.

g.      Situasi/ Keadaan. Situasi di mana interaksi antara sang pengamat dan target terjadi memiliki pengaruh pada kesan si pengamat terhadap targetnya. Berbagai faktor situasional dapat berperan seperti faktor tempat, panas, maupun cahaya. Persepsi orang tentang teknologi terkini yang dianggap canggih mungkin akan berubah di waktu-waktu mendatang ketika teknologi baru yang lebih canggih muncul dan menggantikan predesessornya.

h.      Target (Objek yang Dipersepsikan). Karakteristik dari target yang diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Bahkan, orang-orang, benda maupun kejadian-kejadian yang mempunyai kemiripan satu sama lain juga memiliki kecenderungan untuk dikategorikan ke dalam suatu kelompok tertentu. Contohnya, apabila beberapa orang mahsiswi sering terlihat bersama-sama dan kesemuanya memiliki potongan rambut yang sama, kebanyakan orang akan mempersepsikan mereka sebagai sebuah kelompok yang tidak hanya memiliki kesamaan ciri-ciri fisik, tapi juga sifat-sifatnya.[8]
Dikutip dari beberapa pendapat para ahli antara lain: David Krench dan Richard S. Crutchfield (1977) membagikan faktor-faktor yang menentukan persepsi menjadi dua, yaitu:
a.       Faktor Fungsional, adalah faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Faktor personal yang menentukan persepsi adalah objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.
b.      Faktor Struktural, adalah faktor yang berasal semata-mata dari sifat. Stimulus fisik efek-efek saraf yang ditimbulkan pada system saraf individu. Faktor struktural yang menentukan persepsi menurut teori Gestalt bila kita ingin mempersepsi sesuatu, kita mempersepsikannya sebagai suatu keseluruhan. Bila kita ingin memahami suatu peristiwa kita tidak dapat meneliti faktor-faktor yang terpisah, kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan (Rakhmad, 1989: 52).[9]

4.      Fungsi Sikap dalam Kinerja Organisasi
Menurut Rita L. Atkinson dan kawan-kawan, menyebut ada 5 fungsi sikap, yaitu
a. Fungsi Instrumental
Dikatakan memiliki fungsi instrumental apabila sikap yang kita pegang karena alasan praktis atau manfaat. Sikap ini semata-mata mengekspresikan keadaan spesifik keinginan umum kita untuk mendapatkan manfaat atau hadiah dan menghindari hukuman.
b. Fungsi Pengetahuan
Merupakan fungsi sikap yang membantu kita memahami dunia, yang membawa keteraturan bagi berbagai informasi yang harus kita asimiliasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sikap tersebut adalah skema penting yang memungkinkan kita mengorganisasikan dan mengolah berbagai informasi secara efisien tanpa harus memperhatikan detailnya.
c. Fungsi Nilai-Ekspresif
Yaitu fungsi sikap yang mengekspresikan nilai-nilai kita atau yang mencerminkan konsep diri kita. Karena sikap nilai-ekspresif berasal dari nilai atau konsep dasar seseorang, mereka cenderung konsisten satu sama lain.
d. Fungsi Pertahanan Ego
Sikap yang melindungi kita dari kecemasan atau ancaman bagi harga diri kita. Salah satu pertahanan ego yang dijelaskan oleh Freud adalah proyeksi: individu merepresi impuls yang tidak dapat diterima kemudian mengekspresikan sikap bermusuhan kepada orang lain yang dirasakan memiliki impuls yang sama.
e. Fungsi Penyesuaian Sosial
Sikap yang membantu kita merasa menjadi bagian dari komunitas. Sampai tingkat memiliki fungsi penyesuaian sosial, sikap dapat berubah jika norma sosial berubah.[10]

5.      Transformasi Nilai dalam Organisasi
Setiap perubahan selalu mendapat nilai-nilai baru. Nilai-nilai yang baru itu dapat dibawa oleh generasi baru yang masuk belakangan dalam sebuah organisasi, namun dapat juga dibentuk oleh keadaan yang berasal dari luar organisasi terhadap karyawan yang sudah lebih dulu dalam organisasi. Nilai-nilai yang dianut oleh organisasi sering mengalami apa yang disebut dengan evolusi. Misalnya saja evolusi yang terjadi pada dunia pendidikan yang bermula dari awal kesederhanaa, terpusat pada guru dan subsidi pemerintah. Suatu ketika dunia pendidikan berubah menjadi kegiatan usaha komersial, non subsidi, berpusat pada pelayanan/custumer, dan cenderung mengedepankan persaingan.
Manajemen perubahan, suka atau tidak suka, harus menyentuh transformasi nilai-nilai. Tampa menyentuh dan melakukan transformasi nilai-nilai, manusia-manusia dalam suatu institusi akan tetap melakukan hal-hal yang sama dengan cara-cara sama seperti yang dilakukan masa lalu. Dalam bab ini akan dibahas berbagai hal yang perlu diperhatikan oleh para pemimpin dalam melakukan transformasi nilai-nilai institusi. Selama masa transisi sangat mungkin budaya suatu institusi terkontaminasi oleh nilai-nilai yang datang, baik secara alamiah sebagai dari proses transformasi itu sendiri, maupun datang secara liar dan random dari luar institusi. Deal & Kennedy (1998) mencatat, setidaknya ada 7 budaya negatif yang mempengaruhi organisasi dalam masa transisi, antara lain:

                                                       i.             Budaya Ketakutan (cultureoffear)
Perubahan menimbulkan rasa tidak pasti dan kurang nyaman bagi mereka yang tidak memegang kendali. Misalnya, pengurangan jumlah karyawan dan posisi dalam organisasi menimbulkan kecemasan-kecemasan, baik dikalangan yang akan mendapat giliran PHK maupun yang tidak. Dalam setiap perubahan selalu saja ada orang-orang atau kelompok yang dianggap sebagai pemenang karena memperoleh keuntungan, dan yang dianggap sebagai pihak yang kalah akan merasa takut akan perubahan itu. Berikut ini tips-tips untuk mengurangi rasa takut dan cemas dalam melakukan transformasi nilai-nilai:
·           Berikan transformasi melalui keterlibatan mereka dalam merumuskan transformasi bukan dengan mengkomunikasikan perubahan satu arah. Partisipasi dalam kelompok sasaran perubahan dapat dilakukan dengan cara mengajak mereka mendiskusikan.
·           Biarkan anggota organisasi mengontrol issue secara terbuka dan menumbuhkan suasana saling percaya.
·           Ciptakan suasana terbuaka dan komunikasikan dengan jelas setiap langkah yang di ambil.
·           Berikan kompensasi yang adil pada pihak-pihak yang kalah.
·           Ciptakan kemenangan-kemenangan jangka pendek dan berikan penghargaan.
·           Berikan fasilitas-fasilitas untuk megatasi ketakutan.

                                                     ii.            Budaya Menyangkal (cultureofdenial)
Terhadap sesuatu yang berubah, manusia tidak dengan serta merta cepat menerimanya. Mereka mulannya justru menyakal. Ketika suatu yang biasanya ditemui hilang atau berubah, manusia punya kecenderungan menyangkal.

                                                   iii.             Budaya Kepentingan Pribadi
Dalam situasi yang nerubah akan ada banyak pihak yang lebih mengedepankan kepentingan-kepentingan pribadinya. Masing-masing orang akan berupaya mengamankan kepentingan-kepentingan yang melekat pada dirinya.

                                                   iv.             Budaya Mencela
Ketika orang-orang mulai mengedepankan kepentingan pribadinya maka tidak akan ada lagi respek dari para pengikut. Orang-orang akan saling mencela dan sinis terhadap perilaku dan tindakan atasan dan kolega mereka yang terlalu mengedepankan urusan-urusannya sendiri.

                                                      v.            Budaya Tidak Percaya
Kepercayaan adalah perekat bagi suatu organisas. Ketika respek sudah tidak ada lagi dan orang-orang saling mengedepankan kepentingan pribadinyaa, yang ada hanya rasa saling tidak percaya. Tampa kepercayaan, otoritas tidak lagi memberikan makna.

                                                   vi.             Budaya Anomi
Transisi biasanya diikuti dengan peristiwa-peristiwa penggabungan dan pemisahan bagian-bagian, unit-unit usaha, dan sebagainya. Kalau pemimpin tak cukup kuat dan pengelolaan transisi tidak sempurna, semua ini bisa menimbulkan efek anomi, yaitu kehilangan jati diri atau identitas diri. Orang-orang yang kehilangan jati diri dapat digambarkan bagai orang yang berpakaian tidak apda tempatnya. Buntut dari kehilangan identitas kultural adalah perasaan ketergantungan dan merasa salah terus.

                                                 vii.            Budaya Mengedepankan Kepentingan Kelompok
Tidak semua perasaan tidak senang terhadap situasi abru dapat dinyatakan secara terbuka oleh manusia. Perasaan-perasaan tidak senang ini dapat diungkapkan dalam bentuk nostalgia. Biasanya nostalgia akan bergerak dalam lingkungan yang homogen, yaitu subkultur seperti kelompok profesi, angkatan saat masuk, kelompok etnis, kelompok agama, dan seterusnya. Munculnya kelompok seperti ini kalau terus menerus dan disertai tekanana akan mengancam kesatuan institusi.

Ada banyak sebab nilai-nilai laten tersebut tumbuh pada masa transisi, pertama, perubahan biasanya menjadi tuntutan yang merata di banyak lembaga, akibatnya keresahan bukan hanya menjadi milik karyawan di satu lembaga saja, keresahan terjadi dimana-mana. Akibatnya perasaan kecewa, takut, marah, dsb mudah ditemui. Kedua, kita tengah berada di sebuah hempasan gelombang besar yang memutuskan rantai ekonomi lama denga sebuah mata rantai ekonomi baru yang benar-benar berbeda. Ketiga, hubungan yang merekatkan individu-individu bergeser ke satu titik, yaitu pemeganag saham. Pergeseran ini diakibatkan oleh semakin mendominasinya peranan pasar modal dan lembaga perbankan dalam perekonomian. Akibatnya hubungan saling percaya yang bersifat saling memberi antara pekerja dengan pemberi kerja.
Hubungan sosiologi antara karyawan dengan pemberi kerja merupakan faktor penting dalam membangun budaya organisasi yang positif. Manusia memerlukan kepercayaan dalam bekerja. Kepercayaan menimbulkan keyakinan, harapan, dan simbol kesatuan yang mendorong mereka terus bekerja, membangun spirit kebersamaan, dan memberikan arti bagi kehidupan. Jadi tempat kerja bukan sekedar terminal istirahat, melainkan memberikan arti simbolis tertentu.[11]


6.      Nilai Pengembangan Organisasi
Jadi secara singkat selalu terdapat dua macam nilai yang tergantung dalam pengembangan organisasi. Pelaksanaan program pengembangan organisasi akan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang terkandung dalam proses tersebut dan bentuk organisasi yang bagaimana yang akan dihasilkan dari progam tersebut.
Dihubungkan dengan sistem nilai mengenai manusia dan pekerjaan yang ada di dalam suatu organisasi, Margulies dan Raia mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
1.    Memberikan kesempatan kepada anggota yang ada di dalam organisasi untuk berfungsi sebagaimana manusia bukan semata-mata sebagai salah satu unsur produksi
2.    Memberikan kesempatan kepada setiap anggota organisasi secara keseluruhan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya
3.    Berusaha untuk meningkatkan efektifitas organisasi secara keseluruhan dalam arti tercapainya semua tujuan organisasi
4.    Memberikan kesempatan kepada anggota yang ada didalam organisasi tersebut untuk turut menentukan kaitan/hubungan mereka dengan pekerjaan mereka dan lingkungannya
5.    Berusaha menciptakan timbulnya perasaan bahwa pekerjaan mereka adalah pekerjaan yang menarik dan menantang kemampuan mereka
6.    Memperlakukan setiap manusia sebagai seseorang yang mempunyai berbagai macam kebutuhan dan semua kebutuhan tersebut adalah penting bagi pekerjaan dan kehidupan mereka
Semua metode-metode tersebut memegang peranan sangat penting dalam penentuan metode dan teknologi pengembangan organisasi yang akan digunakan. Dalam banyak hal, nilai-nilai tersebut yang merupakan esensi dari proses pengembangan organisasi, merupakan pedoman dalam penggunaan pendekatan pengembangan organisasi dan malah merupakan esensi dari pengembangan organisasi itu sendiri. Nilai-nilai tersebut akan menentukan metode apa yang akan digunakan dan sasaran apa saja yang akan dicapai.
`Banyak sumber-sumber yang dapat kita gunakan dalam mempelajari nilai yang digunakan dalam pengembangan organisasi, baik yang berasal dari pendapat para teoritis maupun para praktisi. Davis dan Tannenbaum menunjukan bahwa suatu kecenderungan akan makin berkembangnya pandangan yang lebih humanistik, pandangan mengenai organisasi sebagai suatu yang organik dan sejenis.[12]

7.      Nilai Pengembangan Model Hubungan Kemanusiaan dalam Organisasi
Pengembangan organisasi adalah teknik manajerial untuk mengimplementasikan perubahan penting pada organisasi karena dalam praktik di maksudkan membawa perubahan. Pengembangan organisasi melibatkan ilmu pengetahuan perilaku yang kuat oleh agen pembaharu untuk mengarah pada peningkatan prestasi.[13]
Manusia hidup di lahirkan dalam organisasi ,di didik oleh organisasi,dan hampir semua manusia mempergunakan waktu hidupnya bekerja untuk organisasi,waktu senggangnya pun di pergunakan di dalam organisasi. Dari ungkapan ini jelaslah bahwa manusia dan organisasi sudah menyatu dan bila dua komponen pendukung perilaku organisasi berinteraksi akan melahirkan suatu kancah perdiskusian yang semarak,yakni perilaku organisasi sebagai suatu titik perhatian ilmu tersendiri.Apabila beberapa orang bekerja, mungkin karena mereka bertujuan untuk mencapai suatu sasaran kalau orang orang tersebut setuju untuk melekukan sesuatu,maka mereka akan memerlukan organisasi.Untuk mencapai tujuan,diperlukan suatu tata cara untuk bekerja.Mengatur aktivitas pun memerlukan organisasi yang di berangkatkan pada kepentingan bersama. Hasil-hasilnya adalah seumpama: mengorganisasikan partai politik,membentuk rumah sakit,menentukan tata cara menjadi dasar suatu perkumpulan olahraga,dan seterusnya.Anggota-anggota menjadi suatu organisasi dan mereka mengharapkan untuk menaati hak kewajibannya.Kalau suatu organisasi sudah terbentuk,maka ia di asumsikan merupakan suatu identitas tersendiri yang khusus.[14]

8.      Nilai dalam model pilihan Publik
Model adalah reprentasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan tertentu. Model kebijakan adalah representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan-tujuan tertentu. Model kebijakan merupakan penyederhanaan sistem masalah dengan membantu mngurangi kompleksitas dan menjadikannya dapat dikelola oleh para analis kebijakan. Model menjadi pedoman untuk menemukan dan mengusulkan hubungan antara konsep-konsep yang digunakan untuk mengamati gejala sosial. Model merupakan representasi sebuah realitas. Model sangat bermanfaat dalam mengkaji kebijakan publik, karena :
                                                I.          Kebijakan publik merupakan proses yang kompleks, dengan sifat model yang menyederhanakan realitas akan sangat membantu dalam memahami realitas yang kompleks tersebut.
                                             II.          Sifat alamiah manusia yang tidak mampu memahami realitas yang kompleks tanpa menyederhanakan terlebih dahulu, maka peran model dalam memperjelas kebijakan publik akan semakin berguna.
Secara garis besar bahwa model dalam kebijakan publik itu memiliki karakteristik, sifat dan ciri tersendiri. Karakteristik model kebijakan publik :
a.    Sederhana dan jelas
b.    Ketepatan identifikasi aspek penting problem kebijakan
c.    Menolong untuk pengkomunikasian
d.    Usaha langsung untuk memahami kebijakan publik secara lebih baik
e.    Memberikan penjelasan dan memprediksi konsekuensi



Model kebijakan menurut Thomas R. Dye
                                                         I.          Model kelembagaan
Model kelembagaan pada dasarnya merupakan sebuah model analisis yang dikembangkan oleh para pakar ilmu politik yang memandang kebijakan publik sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah.
                                                      II.          Model elit
Model elit adalah model analisis yang dikembangkan dengan mengacu pada teori elit. Teori elit pada umumnya menentang keras terhadap pandangan yang mengatakan bahwa kekuasaan dalam masyarakat itu terdistribusi secara merata.
                                                    III.          Model kelompok
Model kelompok merupakan abstraksi dari proses pembuatan kebijakan. Dimana beberapa kelompok kepentingan berusaha untuk mempengaruhi isi dan bentuk kebijakan secara interaktif. Model kelompok pada dasarnya berangkat dari suatu anggapan bahwa interaksi antar kelompok dalam masyarakat itulah yang mejadi pusat perhatian politik.
                                                   IV.          Model rasional
Model rasional adalah model yang mana di dalam pengambil keputusan melalui prosedurnya akan mengajak pada pilihan alternatif yang paling efisien dari pencapaian tujuan kebijakan, yang ditekankan pada penerapan rasionalisme dan posotifisme.
                                                      V.          Model inkremantal
Model ini adalah pembuatan kebijakan yang melalui proses politisi dimana didalamnya ada tawar menawar dan kompromi untuk kepentungan para pembuat keputusan sendiri. Model ini lebih bersifat deskritif dalam penegrtian, model ini menggambarkan secara aktual cara-cara yang dipakai para penjabat dalam membuat keputusan.
                                                   VI.          Model teori permainan
Model ini mengacu pada gagasan, yakni :
1. Formulasi kebijakan dalam situasi kompetisi yang intensif
2. Para aktor berada dalam situasi pilihan yang tidak independen melainkan             situasi pilihan yang sama-sama bebas.
Oleh sebab itu, konsep penting teori pemainan adalah strategi defensif, yaitu kebijakan yang paling aman bukan yang paling optimum.
                                                 VII.          Model pilihan pblik
Model pilihan publik dalam membuat formulasi kebijkan berakar dari teori ekonomi pilihan publik yang berasumsi manusia adalah homo economius yang memiliki kepentinganyang harus dipuaskan.
                                              VIII.          Model sistem
Model sistem pada awalnya adalah sebuah model yang dikembangkan oleh para ahli biologi. Model ini kemudian diterapkanpada studi politik atau studi kebijakan publik oleh ilmuan politik Amerika David Easton.


C.    Kesimpulan
Persepsi (perception) adalah proses dimana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Sikap (attitude) adalah pernyataan evaulatif--baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan—terhadap objek, individu, atau peristiwa. Nilai (value) menunjukkan alasan dasar bahwa “cara pelaksanaan atau keadaan akhir tertentu lebih disukai secara pribadi atau sosial dibandingkan cara pelaksanaan atau keadaan akhir yang berlawanan.”
Jenis jenis Persepsi; Persepsi Visual, Persepsi Auditori, Persepsi Perabaan, Persepsi Penciuman, Perepsi Pengecapan. Jenis jenis Sikap; Kepuasan Kerja, Keterlibatan Dalam Kerja, Komitmen terhadap Organisai. Jenis jenis Nilai; Nilai Pribadi, Nilai Politik, Nilai Organisasi, Nilai Kebijaksanaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi diantaranya; Pengamat, Sikap, Motif, Ketertarikan, Pengalaman, Harapan, Situasi dan Target.
5 Fungsi Sikap dalam Kinerja Organisasi Fungsi Instrumental, Fungsi Pengetahuan, Fungsi Nilai Ekspresif, Nilai Pertahanan Ego dan Nilai Penyesuaian Diri.
7 Budaya negatif yang mempengaruhi organisasi dalam masa transisi, antara lain: Budaya Ketakutan, Budaya Menyangkal, Budaya Kepentingan, Budaya Mencela, Budaya Tidak Percaya, Budaya Anomi, Budaya Megedepankan Kepentingan Kelompok.
Nilai Pengembangan Organisasi diungkapkan diantara lain: Memberikan kesempatan bagi anggota, berusaha untuk meningkatkat efektifitas, berusaha menjadikan pekerjaan lebih menarik dan memperlakukan setiap manusia sebagai seseorang yang mempunyai berbagai macam kebutuhan.
Pengembangan Organisasi adalah teknik manajerial untuk mengimplementasikan perubahan penting pada organisasi karena dalam praktik di maksudkan membawa perubahan. Pengembangan organisasi melibatkan ilmu pengetahuan perilaku yang kuat oleh agen pembaharu untuk mengarah pada peningkatan prestasi
Model kebijakan merupakan penyederhanaan sistem masalah dengan membantu mngurangi kompleksitas dan menjadikannya dapat dikelola oleh para analis kebijakan. Ciri-ciri diantaranya adalah ; sederhana dan jelas, ketepatan identifikasi, menolong           , usaha langsung dan memberikan penjelasan serta prediksi. Model-model menurut Thomas R.Dye : Model Kelembagaan, Elit, Kelompok, Rasional, Inkremental, Teori Permainan, Pilihan Publik dan Sistem.





















Daftar Pustaka

Aziz Wahab Abdul, Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan, Bandung, Alfabeta,2011.
Gibson James L, Ivancevich John M., Donnelly H. James, Organisasi, Jakarta, Erlangga, 1985.
Indrawidajaja Adam I., MPA, Perubahan dan Pengembangan Organisasi, Bandung, Penerbit Sinar Baru, 1985,
Ivancecich John M., Konopaske Robert, Matteson T. Michael, Perilaku dan Manajemen Organisasi, Jakarta, Erlangga, 2006.
Robbin Stephen P., Perilaku Organisasi, Jakarta, Prentice Hall, 1996.















Daftar Rujukan
Gusti Komang WR., Fungsi Sikap, Teori Kepribadian dan Kepribadian yang diperlukan, diakses pada http://gekmang97.blogspot.com/2015/06/fungsi-sikap.html?m=1. pada tanggal 25 September 2018.
Mehalapie. Persepsi, Sikap, dan Nilai. Diakses dari https://mahalapie.wordpress.com/2012/04/06/persepsi-sikap-dan-nilai/ pada tanggal 25 September 2018.
Raniestani, Menerapkan Perubahan Menjadi Budaya Organisasi, diakses pada :https://ranietania.wordpress.com/2009/12/29/menerapkanperubahan-menjadibudaya-org/amp/, pada tangal 25 September 2018
Septian Cahyo, Perilaku Organisasi, diakses pada https://www.google.co.id/amp/s/septiancahyosusilo.wordpress.com/2012/11/06/manajemen-korporasi-2/amp/, pada tanggal 25 September 2018
Yue, Tiwi’s Note, Faktor Apa Saja yang mempengaruhi Persepsi, diakses dari  https://yueisme.wordpress.com/2012/04/24/faktor-apa-saja-yang-mempengaruhi-persepsi/amp/ pada tanggal 25 September 2018.



[1] John M. Ivancevich, Perilaku dan Manajemen Organisasi, Jakarta, Erlangga, 2006. hlm 116
[2] Gibson dkk, Organisasi, Jakarta, Erlangga, 1985. hlm 63
[3] Septian Cahyo, Perilaku Organisasi, diakses pada https://www.google.co.id/amp/s/septiancahyosusilo.wordpress.com/2012/11/06/manajemen-korporasi-2/amp/, pada tanggal 25 September 2018
[4] Stephen P. Robbin, Perilaku Organisasi, Jakarta, Prentice Hall, 1996. Hlm 164
[5] Mehalapie. Persepsi, Sikap, dan Nilai. Diakses dari https://mahalapie.wordpress.com/2012/04/06/persepsi-sikap-dan-nilai/ pada tanggal 25 September 2018.
[6] Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi, Jakarta, Erlangga, 2002. Hlm 36
[7]Septian Cahyo, Perilaku Organisasi, diakses pada https://www.google.co.id/amp/s/septiancahyosusilo.wordpress.com/2012/11/06/manajemen-korporasi-2/amp/, pada tanggal 25 September 2018
[8] Yue, Tiwi’s Note, Faktor Apa Saja yang mempengaruhi Persepsi, diakses dari  https://yueisme.wordpress.com/2012/04/24/faktor-apa-saja-yang-mempengaruhi-persepsi/amp/ pada tanggal 25 September 2018.
[9] Ibid.
[10] Gusti Komang WR., Fungsi Sikap, Teori Kepribadian dan Kepribadian yang diperlukan, diakses pada http://gekmang97.blogspot.com/2015/06/fungsi-sikap.html?m=1. pada tanggal 25 September 2018.
[11] Raniestani, Menerapkan Perubahan Menjadi Budaya Organisasi, diakses pada :https://ranietania.wordpress.com/2009/12/29/menerapkanperubahan-menjadibudaya-org/amp/, pada tangal 25 September 2018
[12] Adam I. Indrawidjaja, MPA, Perubahan dan Pengembangan Organisasi, Penerbit Sinar Baru Bandung, 1985, hal 85-87)
[13]Abdul aziz wahab, Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan, Bandung, Alfabeta,2011.Hal 317
[14]Ibid,. Hal 175-176

Belum ada Komentar untuk "MAKALAH PERILAKU DAN BUDAYA ORGANISASI ”Persepsi, Sikap dan Nilai”"

Posting Komentar

Tinggalkan komentar terbaik Anda...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel