MAKALAH PERILAKU DAN BUDAYA ORGANISASI ”Persepsi, Sikap dan Nilai”
Sabtu, Oktober 13, 2018
Tambah Komentar
MAKALAH
PERILAKU DAN BUDAYA ORGANISASI
”Persepsi, Sikap dan Nilai”
Oleh
Kelompok 3 :
Ainul Yaqin (18170017)
Amelia Balqis (18170025)
Nurusshofiyatul Ula (18170027)
Ariny Tamamul M. (18170037)
M. Dimas
Khaidar (18170045)
Zulfa Nailatul H. (18170047)
Nur Arifah D. (18170055)
Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. H. Baharuddin, M.Pd.I
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA
MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
A.
Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Banyak cara atau gaya dalam pengambilan keputusan. Ada orang yang
cenderung menghindari masalah, ada juga yang berusaha memecahkan/ menyelesaikan
masalah, bahkan ada yang mencari-cari masalah. Pada prinsipnya, cara
pengambilan keputusan mengacu pada bagaimana seseorang mengolah informasi,
pakah lebih dominan menunakan pikirannya, ataukan dengan perasaannya. Setelah
semua informasi diperoleh melalui fungsi persepsi, maka seseorang harus
melakukan sesuatu dengan informasi tersebut. Informasi tersebut harus diolah
untuk memperoleh suatu keimpulan guna mengambil suatu keputusan ataupun
membentuk suatu opini. Ada gambaran preferensi mengenai dua cara yang berbeda
tentang bagaimana seseorang mengambil keputusan ataupun memberikan penilaian,
yaitu dengan berfikir menggunakan akal pikiran dan menggunakan perasaan atau
dengan persepsi.
Salah satu
cara untuk mengambil keputusan adalah dengan mempergunakan perasaan dan
persepsi. Perasaan disini bukan berarati emosi, melainkan dengan
mempertimbangkan dampak dari suatu putusan terhadap diri sendiri dan atau orang
lain. Apakah manfaatnya bagi diri sendiri dan atau orang lain (tanpa
mempersyaratkan terlebih dahulu bahwa hal tersebut haruslah logis). Pengambilan
keputusan atas dasar perasaan ini berlandasar pada nilai-nilai pribadi atau
norma-norma, dan bukan mengacu pada tindakan yang dapat disebut emosional.
Apabila kita mengambil keputusan berdasarkan perasaan, terlebih dengan penuh
sikap dan nilai. Kita akan mempertanyakan seberapa jauh kita pribadi akan
memlibatkan diri secara langsung, seberapa jauh kita merasa turut bertanggung
jawab terhadap orang lain. Mereka akan mempunyai preferensi mengunakan perasaan
dalam mengambil keputusan, cenderung bersikap simpatik, bijaksana dan sangat
menghargai sesama.
2.
Rumusan Masalah
a) Apa Pengertian Persepsi, Sikap dan Nilai
?
b) Apa Jenis-jenis Persepsi, Sikap dan Nilai
?
c) Apa Faktor yang mempengaruhi Persepsi ?
d) Apa Fungsi Sikap dalam Kinerja Organisasi
?
e) Bagaimana Transformasi Nilai dalam
Organisasi ?
f) Apa Nilai Pengembangan Organisasi ?
g) Apa Nilai Pengembangan Model Hubungan
Kemanusiaan dalam Organisasi ?
h) Apa Nilai dalam model pilihan Publik ?
3.
Tujuan
a) Mengetahui tentang Persepsi, Sikap dan
Nilai.
b) Mengetahui
Jenis-jenis Persepsi, Sikap dan Nilai
c) Mengetahui Faktor yang mempengaruhi
Perepsi.
d) Mengetahui Fungsi Sikap dalam Kinerja
Organisasi.
e) Mengetahui Proses Transformasi Nilai
dalam Organisasi.
f) Mengetahui Nilai Pengembangan Organisasi.
g) Mengetahui Nilai Pengembangan Model
Hubungan Kemanusiaan dalam Organisasi.
h) Mengetahui Nilai dalam model pilihan
Publik.
B.
Pembahasan
1.
Pengertian Persepsi, Sikap dan Nilai
a. Persepsi
Persepsi (perception) adalah proses dimana individu mengatur
dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi
lingkungan mereka. Namun, apa yang diterima seseorang pada dasarnya bisa
berbeda dari realitas objektif. Walaupun seharusnya tidak perlu ada, perbedaan
tersebut sering timbul. Sebagai contoh, sesuatu yang mungkin bila semua
karyawan dalam sebuah perusahaan menganggapnya sebagai tempat kerja yang baik,
kondisi kerja yang menyenangkan, penugasan pekerjaan yang menarik, bayaran yang
bagus, tunjangan yang sangat bagus, manajemen yang pengertian dan bertanggung
jawab, tetapi seperti yang diketahui oleh sebagian besar dari kita, adalah
sangat luar biasa untuk menemukan kecocokan yang seperti itu.[1]
Mengapa persepsi itu penting dalam studi PO? Hanya karena perilaku
individu didasarkan pada persepsi mereka tentang kenyataan, bukan pada
kenyataan itu sendiri. Dunia yang
dipersepsikan individu merupakan dunia yang mementingkan perilaku.
Berikut ini beberapa pengertian persepsi
menurut para ahli yaitu:
a) Brian Fellows, Persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis informasi
b) Kenneth A. Sereno dan Edward M. Bodaken, Persepsi adalah sarana yang memungkinkan kita memperoleh kesadaran akan sekeliling dan lingkungan kita.
c) Philip Goodaracre dan Jennifer Follers, Persepsi adalah proses mental yang digunakan untuk mengenali rangsangan.
d) Joseph A. Devito, Persepsi adalah proses dengan makna kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indera kita.
a) Brian Fellows, Persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis informasi
b) Kenneth A. Sereno dan Edward M. Bodaken, Persepsi adalah sarana yang memungkinkan kita memperoleh kesadaran akan sekeliling dan lingkungan kita.
c) Philip Goodaracre dan Jennifer Follers, Persepsi adalah proses mental yang digunakan untuk mengenali rangsangan.
d) Joseph A. Devito, Persepsi adalah proses dengan makna kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indera kita.
b. Sikap
Menurut G.W. Alport dalam (Tri Rusmi
Widayatun, 1999:218) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak. La Pierre
(dalam Aswar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tenensi
atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam
situasi-sosial, atau secara sederhana, Sikap adalah respon terhadap stimuli
sosial yang telah terkondisikan. Sedangkan menurut soetarno (1994), sikap aalah
pandangan atau perasaaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap
obyek tertentu.sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa objek.
Sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Ebuah sikap adalah
perasaan positif atau negati atau keadaan mental yang selalu disiapkan,
dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada
respon seseorang terhadap orang, objek atau peristiwa.
Sikap (attitude) adalah
pernyataan evaulatif--baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan—terhadap
objek, individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan
seseorang tentang sesuatu. Ketika saya berkata, “Saya menyukai pekerjaan saya”,
saya sedang mengungkapkan pemikiran saya tentang pekerjaan.[2]
Sikap tersebut sangat rumit. Apabila
Anda bertanya kepada orang lain mengenai pemikiran mereka tentang agama, George
W. Bush, atau organisasi tempat mereka bekerja, Anda mungkin mendapatkan
respons sederhana, tetapi alasan-alasan yang mendasari respons tersebut mungkin
sangat rumit. Untuk benar-benar memahami sikap, kita harus mempertimbangkan
karakteristik fundamental mereka.
c. Nilai
Menurut Gibson (1985) Nilai adalah
kumpulan perasaan senang dan tidak senang, pandangan, keharusan, kecenderungan
dalam diri orang, pendapat rasional dan tidak rasional, prasangka dan pola
asosiasi yang menentukan pandangan seseorang tentang dunia. Nilai dapat
digunakan sebagai suatu cara mengorganisasi sejumlah sikap. Nilai-nilai juga
penting untuk memahami perilaku manajer yang eektif. Nilai sangat penting untuk
membantu mempelajari perilaku organisasi, karena nilai memberikan dasar untuk
memahami sikap dan motivasi serta dapat mempengaruhi persepsi seseorang.
Individu saat memasuki sebuah organisasi memiliki gagasan yang dikonsepkan
sebelumnya mengenai apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan, tentu
saja hal ini dipengaruhi karena adanya nilai-nilai yang dianut individu
tersebut.[3]
Nilai (value) menunjukkan
alasan dasar bahwa “cara pelaksanaan atau keadaan akhir tertentu lebih disukai
secara pribadi atau sosial dibandingkan cara pelaksanaan atau keadaan akhir
yang berlawanan.” Nilai memuat elemen pertimbangan yang membawa ide-ide seorang
individu mengenai hal-hal yang benar, baik, atau diinginkan. Nilai memiliki
sifat isi dan intensitas. Sifat isi menyampaikan bahwa cara pelaksanaan atau
keadaan akhir dari kehidupan adalah penting. Sifat intensitas
menjelaskan betapa pentingnya hal tersebut. Ketika menggolongkan nilai
seorang individu menurut intensitasnya, kita mendapatkan sistem nilai (value
system) orang tersebut. Setiap dari kita memiliki hierarki nilai yang
membentuk sistem nilai kita. Sistem ini diidentifikasikan oleh kepentingan
relatif yang kita tentukan untuk nilai seperti kebebasan, kesenangan, harga
diri, kejujuran, kepatuhan, dan persamaan.[4]
2.
Jenis-jenis Persepsi, Sikap dan Nilai
a. Jenis jenis Persepsi
i. Persepsi..visual
Persepsi visual didapatkan dari penglihatan. Penglihatan adalah kemampuan untuk mengenali cahaya dan menafsirkannya, salah satu dari indra. Alat tubuh yang digunakan untuk melihat adalah mata. Banyak binatang yang indra penglihatannya tidak terlalu tajam dan menggunakan indra lain untuk mengenali lingkungannya, misalnya pendengaran untuk kelelawar. Manusia yang daya penglihatannya menurun dapat menggunakan alat bantu atau menjalani operasi lasik untuk memperbaiki penglihatannya.
Persepsi ini adalah persepsi yang paling awal berkembang pada bayi, dan mempengaruhi bayi dan balita untuk memahami dunianya. Persepsi visual merupakan topik utama dari bahasan persepsi secara umum, sekaligus persepsi yang biasanya paling sering dibicarakan dalam konteks sehari-hari.
Persepsi visual didapatkan dari penglihatan. Penglihatan adalah kemampuan untuk mengenali cahaya dan menafsirkannya, salah satu dari indra. Alat tubuh yang digunakan untuk melihat adalah mata. Banyak binatang yang indra penglihatannya tidak terlalu tajam dan menggunakan indra lain untuk mengenali lingkungannya, misalnya pendengaran untuk kelelawar. Manusia yang daya penglihatannya menurun dapat menggunakan alat bantu atau menjalani operasi lasik untuk memperbaiki penglihatannya.
Persepsi ini adalah persepsi yang paling awal berkembang pada bayi, dan mempengaruhi bayi dan balita untuk memahami dunianya. Persepsi visual merupakan topik utama dari bahasan persepsi secara umum, sekaligus persepsi yang biasanya paling sering dibicarakan dalam konteks sehari-hari.
ii. Persepsi..auditori
Persepsi auditori didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga. Pendengaran adalah kemampuan untuk mengenali suara. Dalam manusia dan binatang bertulang belakang, hal ini dilakukan terutama oleh sistem pendengaran yang terdiri dari telinga, syaraf-syaraf, dan otak. Tidak semua suara dapat dikenali oleh semua binatang. Beberapa spesies dapat mengenali amplitudo dan frekuensi tertentu. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz sampai 20.000 Hz. Bila dipaksa mendengar frekuensi yang terlalu tinggi terus menerus, sistem pendengaran dapat menjadi rusak.
Persepsi auditori didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga. Pendengaran adalah kemampuan untuk mengenali suara. Dalam manusia dan binatang bertulang belakang, hal ini dilakukan terutama oleh sistem pendengaran yang terdiri dari telinga, syaraf-syaraf, dan otak. Tidak semua suara dapat dikenali oleh semua binatang. Beberapa spesies dapat mengenali amplitudo dan frekuensi tertentu. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz sampai 20.000 Hz. Bila dipaksa mendengar frekuensi yang terlalu tinggi terus menerus, sistem pendengaran dapat menjadi rusak.
iii. Persepsi..perabaan
Persepsi perabaan didapatkan dari indera taktil yaitu kulit. Kulit dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian epidermis, dermis, dan subkutis. Kulit berfungsi sebagai alat pelindung bagian dalam, misalnya otot dan tulang; sebagai alat peraba dengan dilengkapi bermacam reseptor yang peka terhadap berbagai rangsangan; sebagai alat ekskresi; serta pengatur suhu tubuh. Sehubungan dengan fungsinya sebagai alat peraba, kulit dilengkapi dengan reseptor reseptor khusus. Reseptor untuk rasa sakit ujungnya menjorok masuk ke daerah epidermis. Reseptor untuk tekanan, ujungnya berada di dermis yang jauh dari epidermis. Reseptor untuk rangsang sentuhan dan panas, ujung reseptornya terletak di dekat epidermis.
Persepsi perabaan didapatkan dari indera taktil yaitu kulit. Kulit dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian epidermis, dermis, dan subkutis. Kulit berfungsi sebagai alat pelindung bagian dalam, misalnya otot dan tulang; sebagai alat peraba dengan dilengkapi bermacam reseptor yang peka terhadap berbagai rangsangan; sebagai alat ekskresi; serta pengatur suhu tubuh. Sehubungan dengan fungsinya sebagai alat peraba, kulit dilengkapi dengan reseptor reseptor khusus. Reseptor untuk rasa sakit ujungnya menjorok masuk ke daerah epidermis. Reseptor untuk tekanan, ujungnya berada di dermis yang jauh dari epidermis. Reseptor untuk rangsang sentuhan dan panas, ujung reseptornya terletak di dekat epidermis.
iv. Persepsi..penciuman
Persepsi penciuman atau olfaktori didapatkan dari indera penciuman yaitu hidung. Penciuman, penghiduan, atau olfaksi, adalah penangkapan atau perasaan bau. Perasaan ini dimediasi oleh sel sensor tespesialisasi pada rongga hidung vertebrata, dan dengan analogi, sel sensor pada antena invertebrata. Untuk hewan penghirup udara, sistem olfaktori mendeteksi zat kimia asiri atau, pada kasus sistem olfaktori aksesori, fase cair.Pada organisme yang hidup di air, seperti ikan atau krustasea, zat kimia terkandung pada medium air di sekitarnya. Penciuman, seperti halnya pengecapan, adalah suatu bentuk kemosensor.
Persepsi penciuman atau olfaktori didapatkan dari indera penciuman yaitu hidung. Penciuman, penghiduan, atau olfaksi, adalah penangkapan atau perasaan bau. Perasaan ini dimediasi oleh sel sensor tespesialisasi pada rongga hidung vertebrata, dan dengan analogi, sel sensor pada antena invertebrata. Untuk hewan penghirup udara, sistem olfaktori mendeteksi zat kimia asiri atau, pada kasus sistem olfaktori aksesori, fase cair.Pada organisme yang hidup di air, seperti ikan atau krustasea, zat kimia terkandung pada medium air di sekitarnya. Penciuman, seperti halnya pengecapan, adalah suatu bentuk kemosensor.
v. Persepsi..pengecapan
Persepsi pengecapan atau rasa didapatkan dari indera pengecapan yaitu lidah. Pengecapan atau gustasi adalah suatu bentuk kemoreseptor langsung dan merupakan satu dari lima indra tradisional. Indra ini merujuk pada kemampuan mendeteksi rasa suatu zat seperti makanan atau racun. Pada manusia dan banyak hewan vertebrata lain, indra pengecapan terkait dengan indra penciuman pada persepsi otak terhadap rasa.
Sensasi pengecapan klasik mencakup manis, asin, masam, dan pahit. Belakangan, ahli-ahli psikofisik dan neurosains mengusulkan untuk menambahkan kategori lain, terutama rasa gurih (umami) dan asam lemak.Pengecapan adalah fungsi sensoris sistem saraf pusat. Sel reseptor pengecapan pada manusia ditemukan pada permukaan lidah, langit-langit lunak, serta epitelium faring dan epiglotis.[5]
Persepsi pengecapan atau rasa didapatkan dari indera pengecapan yaitu lidah. Pengecapan atau gustasi adalah suatu bentuk kemoreseptor langsung dan merupakan satu dari lima indra tradisional. Indra ini merujuk pada kemampuan mendeteksi rasa suatu zat seperti makanan atau racun. Pada manusia dan banyak hewan vertebrata lain, indra pengecapan terkait dengan indra penciuman pada persepsi otak terhadap rasa.
Sensasi pengecapan klasik mencakup manis, asin, masam, dan pahit. Belakangan, ahli-ahli psikofisik dan neurosains mengusulkan untuk menambahkan kategori lain, terutama rasa gurih (umami) dan asam lemak.Pengecapan adalah fungsi sensoris sistem saraf pusat. Sel reseptor pengecapan pada manusia ditemukan pada permukaan lidah, langit-langit lunak, serta epitelium faring dan epiglotis.[5]
b. Jenis jenis Sikap
Jenis jenis sikap dalam Perilaku
Organisasi diantaranya:
i.
Kepuasan Kerja
Sikap umum seseorang terhadap pekerjanya.
Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi menunjukan sikap yang
positif terhadap pekerjaan dan sebaliknya. Jadi sikap karyawan lebih sering
mereka maksudkan dengan kepuasan kerja.[6]
ii.
Keterlibatan Dalam Kerja
Derajat seeorang memihak pada
pekerjaannya, berpartisipasi aktif dalamnya, dan menganggap kinerjanya pentin
bagi harga diri.
iii.
Komitmen Terhadap Organisasi
Derajat seseorang memihak pada suatu
organisasi tertentu dan tujuannya dan berniat memelihara keangotaan dalam
organisasi itu.[7]
c. Jenis jenis Nillai
i.
Nilai-nilai..Pribadi
Hasrat untuk melindungi atau memenuhi kesejahteraan atau kebutuhan fisik atau kebutuhan finansial’ reputasi diri, atau posisi historis kemungkinan juga digunakan- oleh para pembuat keputusan sebagai kriteria dalam pengambilan keputusan.
Hasrat untuk melindungi atau memenuhi kesejahteraan atau kebutuhan fisik atau kebutuhan finansial’ reputasi diri, atau posisi historis kemungkinan juga digunakan- oleh para pembuat keputusan sebagai kriteria dalam pengambilan keputusan.
ii.
Nilai-nilai..politik.
Pembuat keputusan mungkin melakukan penilaian atas altematif kebijaksanaan yang dipilihnya dari sudut pentingnya altematif-altematif itu bagi partai politiknya atau bagi kelompok-kelompok klien dari badan atau organisasi yang dipimpinnya.
Pembuat keputusan mungkin melakukan penilaian atas altematif kebijaksanaan yang dipilihnya dari sudut pentingnya altematif-altematif itu bagi partai politiknya atau bagi kelompok-kelompok klien dari badan atau organisasi yang dipimpinnya.
iii.
Nilai-nilai..organisasi.
Para pembuat keputusan, khususnya birokrat (sipil atau militer), mungkin dalam mengambil keputusan dipengaruhi oleh nilai-nilai organisasi di mana ia terlibat di dalamnya’ Organisasi, semisal badan-badan administrasi, menggunakan berbagai bentuk ganjaran dan sanksi dalam usahanya untuk memaksa para anggotanya menerima, dan bertindak sejalan dengan nilai-nilai yang telah digariskan oleh organisasi.
Para pembuat keputusan, khususnya birokrat (sipil atau militer), mungkin dalam mengambil keputusan dipengaruhi oleh nilai-nilai organisasi di mana ia terlibat di dalamnya’ Organisasi, semisal badan-badan administrasi, menggunakan berbagai bentuk ganjaran dan sanksi dalam usahanya untuk memaksa para anggotanya menerima, dan bertindak sejalan dengan nilai-nilai yang telah digariskan oleh organisasi.
iv.
Nilai-nilai..kebijaksanaan.
Dari perbincangan di atas, satu hal hendaklah dicamkan, yakni janganlah kita mempunyai anggapan yang sinis dan kemudian menarik kesimpulan bahwa para pengambil keputusan politik ini semata-mata hanyalah dipengaruhi oleh pertimbangan-penimbangan demi keuntungan politik, organisasi atau pribadi.
Dari perbincangan di atas, satu hal hendaklah dicamkan, yakni janganlah kita mempunyai anggapan yang sinis dan kemudian menarik kesimpulan bahwa para pengambil keputusan politik ini semata-mata hanyalah dipengaruhi oleh pertimbangan-penimbangan demi keuntungan politik, organisasi atau pribadi.
3.
Faktor yang mempengaruhi Persepsi
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Persepsi
a.
Pengamat
(orang yang memiliki persepsi). Penginterpretasian dari apa yang seseorang
lihat bergantung pada karakteristik pribadi orang tersebut, antara lain:
b.
Sikap. Sikap atau attitude seseorang
sangat mempengaruhi persepsi yang dibentuknya akan hal-hal di sekitarnya.
Ketika tangah mewawancarai para kandidat yang akan mengisi satu posisi penting
yang membutuhkan keahlian dalam bernegosiasi dengan supplier dalam
perusahaan, Mr. X mungkin berpendapat bahwa pria merupakan pilihan yang tepat
dibandingkan dengan wanita, karena wanita di sini dinilai tidak akan mampu
melakukan pekerjaan ini dengan baik, terutama bila negosiasi berjalan dengan
alot dan pelik. Sikap yang disertai dengan asumsi seperti ini akan mempengaruhi
persepsi Mr. X terhadap para kandidat perempuan yang dia wawancarai.
c. Motif atau alasan di
balik tindakan yang dilakukan seseorang yang mampu menstimulasi dan memberikan
pengaruh kuat terhadap pembentukan persepsi mereka akan segala sesuatu.
Seseorang yang ambisius dan berkeinginan untuk meraih kekuasaan akan melihat
orang-orang di sekelilingnya sebagai kompetitor yang harus ia kalahkan guna
tercapainya tujuan.
d. Ketertarikan
atau interest. Fokus perhatian kita terhadap hal-hal yang tengah
dihadapi turut dipengaruhi oleh ketertarikan kita akan sesuatu, yang
menjelaskan mengapa pemahaman orang terhadap satu hal dapat berbeda dari apa
yang dipersepsikan oleh orang lain. Sebagai contoh, seorang supervisor yang
baru diberi peringatan oleh atasannya atas keterlambatannya akan lebih
memperhatikan dan dan menyadari keterlambatan para kolega dan rekan kerjanya
dibanding sebelumnya.
e. Pengalaman.
Pengetahuan atau kejadian yang telah didapatkan dan dialami seseorang.
Contohnya, ketika secara tidak sengaja pernah menyaksikan suatu tragedi
pembunuhan, seseorang menjadi tidak bisa melihat warna merah karena orang
tersebut mengasosiasikan warna merah sebagai warna yang buruk.
f.
Harapan atau Ekspektasi, yakni gambaran atau
ilustrasi yang membentuk sebuah pencitraan terhadap sebuah keadaan. Contohnya
seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan yang baik dan
penampilan yang meyakinkan akan dinilai sebagai orang yang kompeten dan reliabledi
bidangnya.
g. Situasi/ Keadaan.
Situasi di mana interaksi antara sang pengamat dan target terjadi memiliki
pengaruh pada kesan si pengamat terhadap targetnya. Berbagai faktor situasional
dapat berperan seperti faktor tempat, panas, maupun cahaya. Persepsi orang
tentang teknologi terkini yang dianggap canggih mungkin akan berubah di
waktu-waktu mendatang ketika teknologi baru yang lebih canggih muncul dan
menggantikan predesessornya.
h. Target (Objek yang
Dipersepsikan). Karakteristik dari target yang diamati dapat mempengaruhi apa
yang dipersepsikan. Bahkan, orang-orang, benda maupun kejadian-kejadian yang
mempunyai kemiripan satu sama lain juga memiliki kecenderungan untuk
dikategorikan ke dalam suatu kelompok tertentu. Contohnya, apabila beberapa
orang mahsiswi sering terlihat bersama-sama dan kesemuanya memiliki potongan
rambut yang sama, kebanyakan orang akan mempersepsikan mereka sebagai sebuah
kelompok yang tidak hanya memiliki kesamaan ciri-ciri fisik, tapi juga
sifat-sifatnya.[8]
Dikutip dari beberapa pendapat
para ahli antara lain: David Krench dan Richard S. Crutchfield (1977)
membagikan faktor-faktor yang menentukan persepsi menjadi dua, yaitu:
a.
Faktor Fungsional, adalah faktor yang berasal
dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal yang termasuk apa yang kita
sebut sebagai faktor-faktor personal. Faktor personal yang menentukan persepsi
adalah objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.
b.
Faktor Struktural, adalah faktor yang berasal
semata-mata dari sifat. Stimulus fisik efek-efek saraf yang ditimbulkan pada
system saraf individu. Faktor struktural yang menentukan persepsi menurut teori
Gestalt bila kita ingin mempersepsi sesuatu, kita mempersepsikannya sebagai
suatu keseluruhan. Bila kita ingin memahami suatu peristiwa kita tidak dapat
meneliti faktor-faktor yang terpisah, kita harus memandangnya dalam hubungan
keseluruhan (Rakhmad, 1989: 52).[9]
4.
Fungsi Sikap dalam Kinerja Organisasi
Menurut Rita L.
Atkinson dan kawan-kawan, menyebut ada 5 fungsi sikap, yaitu
a. Fungsi Instrumental
Dikatakan
memiliki fungsi instrumental apabila sikap yang kita pegang karena alasan
praktis atau manfaat. Sikap ini semata-mata mengekspresikan keadaan spesifik
keinginan umum kita untuk mendapatkan manfaat atau hadiah dan menghindari
hukuman.
b. Fungsi
Pengetahuan
Merupakan
fungsi sikap yang membantu kita memahami dunia, yang membawa keteraturan bagi
berbagai informasi yang harus kita asimiliasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sikap tersebut adalah skema penting yang memungkinkan kita mengorganisasikan
dan mengolah berbagai informasi secara efisien tanpa harus memperhatikan
detailnya.
c. Fungsi
Nilai-Ekspresif
Yaitu fungsi
sikap yang mengekspresikan nilai-nilai kita atau yang mencerminkan konsep diri
kita. Karena sikap nilai-ekspresif berasal dari nilai atau konsep dasar
seseorang, mereka cenderung konsisten satu sama lain.
d. Fungsi
Pertahanan Ego
Sikap yang
melindungi kita dari kecemasan atau ancaman bagi harga diri kita. Salah satu
pertahanan ego yang dijelaskan oleh Freud adalah proyeksi: individu merepresi
impuls yang tidak dapat diterima kemudian mengekspresikan sikap bermusuhan
kepada orang lain yang dirasakan memiliki impuls yang sama.
e. Fungsi
Penyesuaian Sosial
Sikap yang
membantu kita merasa menjadi bagian dari komunitas. Sampai tingkat memiliki
fungsi penyesuaian sosial, sikap dapat berubah jika norma sosial berubah.[10]
5.
Transformasi Nilai dalam Organisasi
Setiap perubahan selalu mendapat
nilai-nilai baru. Nilai-nilai yang baru itu dapat dibawa oleh generasi baru
yang masuk belakangan dalam sebuah organisasi, namun dapat juga dibentuk oleh
keadaan yang berasal dari luar organisasi terhadap karyawan yang sudah lebih
dulu dalam organisasi. Nilai-nilai yang dianut oleh organisasi sering mengalami
apa yang disebut dengan evolusi. Misalnya saja evolusi yang terjadi pada dunia
pendidikan yang bermula dari awal kesederhanaa, terpusat pada guru dan subsidi
pemerintah. Suatu ketika dunia pendidikan berubah menjadi kegiatan usaha
komersial, non subsidi, berpusat pada pelayanan/custumer, dan cenderung
mengedepankan persaingan.
Manajemen perubahan, suka atau tidak suka, harus menyentuh
transformasi nilai-nilai. Tampa menyentuh dan melakukan transformasi
nilai-nilai, manusia-manusia dalam suatu institusi akan tetap melakukan hal-hal
yang sama dengan cara-cara sama seperti yang dilakukan masa lalu. Dalam bab ini
akan dibahas berbagai hal yang perlu diperhatikan oleh para pemimpin dalam
melakukan transformasi nilai-nilai institusi. Selama masa transisi sangat
mungkin budaya suatu institusi terkontaminasi oleh nilai-nilai yang datang,
baik secara alamiah sebagai dari proses transformasi itu sendiri, maupun datang
secara liar dan random dari luar institusi. Deal & Kennedy (1998) mencatat,
setidaknya ada 7 budaya negatif yang mempengaruhi organisasi dalam masa
transisi, antara lain:
i.
Budaya Ketakutan (cultureoffear)
Perubahan menimbulkan rasa tidak
pasti dan kurang nyaman bagi mereka yang tidak memegang kendali. Misalnya,
pengurangan jumlah karyawan dan posisi dalam organisasi menimbulkan
kecemasan-kecemasan, baik dikalangan yang akan mendapat giliran PHK maupun yang
tidak. Dalam setiap perubahan selalu saja ada orang-orang atau kelompok yang
dianggap sebagai pemenang karena memperoleh keuntungan, dan yang dianggap
sebagai pihak yang kalah akan merasa takut akan perubahan itu. Berikut ini
tips-tips untuk mengurangi rasa takut dan cemas dalam melakukan transformasi
nilai-nilai:
·
Berikan transformasi melalui keterlibatan mereka dalam
merumuskan transformasi bukan dengan mengkomunikasikan perubahan satu arah.
Partisipasi dalam kelompok sasaran perubahan dapat dilakukan dengan cara
mengajak mereka mendiskusikan.
·
Biarkan anggota organisasi mengontrol issue secara terbuka
dan menumbuhkan suasana saling percaya.
·
Ciptakan suasana terbuaka dan komunikasikan dengan jelas
setiap langkah yang di ambil.
·
Berikan kompensasi yang adil pada pihak-pihak yang kalah.
·
Ciptakan kemenangan-kemenangan jangka pendek dan berikan
penghargaan.
·
Berikan fasilitas-fasilitas untuk megatasi ketakutan.
ii.
Budaya Menyangkal (cultureofdenial)
Terhadap sesuatu yang berubah, manusia tidak dengan serta
merta cepat menerimanya. Mereka mulannya justru menyakal. Ketika suatu yang biasanya
ditemui hilang atau berubah, manusia punya kecenderungan menyangkal.
iii.
Budaya Kepentingan Pribadi
Dalam situasi yang nerubah akan ada banyak pihak yang lebih
mengedepankan kepentingan-kepentingan pribadinya. Masing-masing orang akan
berupaya mengamankan kepentingan-kepentingan yang melekat pada dirinya.
iv.
Budaya Mencela
Ketika orang-orang mulai mengedepankan kepentingan
pribadinya maka tidak akan ada lagi respek dari para pengikut. Orang-orang akan
saling mencela dan sinis terhadap perilaku dan tindakan atasan dan kolega
mereka yang terlalu mengedepankan urusan-urusannya sendiri.
v.
Budaya Tidak Percaya
Kepercayaan adalah perekat bagi suatu organisas. Ketika
respek sudah tidak ada lagi dan orang-orang saling mengedepankan kepentingan
pribadinyaa, yang ada hanya rasa saling tidak percaya. Tampa kepercayaan,
otoritas tidak lagi memberikan makna.
vi.
Budaya Anomi
Transisi biasanya diikuti dengan peristiwa-peristiwa
penggabungan dan pemisahan bagian-bagian, unit-unit usaha, dan sebagainya.
Kalau pemimpin tak cukup kuat dan pengelolaan transisi tidak sempurna, semua
ini bisa menimbulkan efek anomi, yaitu kehilangan jati diri atau identitas
diri. Orang-orang yang kehilangan jati diri dapat digambarkan bagai orang yang
berpakaian tidak apda tempatnya. Buntut dari kehilangan identitas kultural
adalah perasaan ketergantungan dan merasa salah terus.
vii.
Budaya Mengedepankan Kepentingan Kelompok
Tidak semua perasaan tidak senang terhadap situasi abru
dapat dinyatakan secara terbuka oleh manusia. Perasaan-perasaan tidak senang
ini dapat diungkapkan dalam bentuk nostalgia. Biasanya nostalgia akan bergerak
dalam lingkungan yang homogen, yaitu subkultur seperti kelompok profesi,
angkatan saat masuk, kelompok etnis, kelompok agama, dan seterusnya. Munculnya
kelompok seperti ini kalau terus menerus dan disertai tekanana akan mengancam
kesatuan institusi.
Ada banyak sebab nilai-nilai laten tersebut tumbuh pada masa
transisi, pertama, perubahan biasanya menjadi tuntutan yang merata di banyak
lembaga, akibatnya keresahan bukan hanya menjadi milik karyawan di satu lembaga
saja, keresahan terjadi dimana-mana. Akibatnya perasaan kecewa, takut, marah,
dsb mudah ditemui. Kedua, kita tengah berada di sebuah hempasan gelombang besar
yang memutuskan rantai ekonomi lama denga sebuah mata rantai ekonomi baru yang
benar-benar berbeda. Ketiga, hubungan yang merekatkan individu-individu
bergeser ke satu titik, yaitu pemeganag saham. Pergeseran ini diakibatkan oleh
semakin mendominasinya peranan pasar modal dan lembaga perbankan dalam perekonomian.
Akibatnya hubungan saling percaya yang bersifat saling memberi antara pekerja
dengan pemberi kerja.
Hubungan sosiologi antara karyawan dengan pemberi kerja
merupakan faktor penting dalam membangun budaya organisasi yang positif.
Manusia memerlukan kepercayaan dalam bekerja. Kepercayaan menimbulkan
keyakinan, harapan, dan simbol kesatuan yang mendorong mereka terus bekerja,
membangun spirit kebersamaan, dan memberikan arti bagi kehidupan. Jadi tempat
kerja bukan sekedar terminal istirahat, melainkan memberikan arti simbolis
tertentu.[11]
6.
Nilai Pengembangan Organisasi
Jadi secara
singkat selalu terdapat dua macam nilai yang tergantung dalam pengembangan
organisasi. Pelaksanaan program pengembangan organisasi akan dipengaruhi oleh
nilai-nilai yang terkandung dalam proses tersebut dan bentuk organisasi yang
bagaimana yang akan dihasilkan dari progam tersebut.
Dihubungkan dengan
sistem nilai mengenai manusia dan pekerjaan yang ada di dalam suatu organisasi,
Margulies dan Raia mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Memberikan
kesempatan kepada anggota yang ada di dalam organisasi untuk berfungsi
sebagaimana manusia bukan semata-mata sebagai salah satu unsur produksi
2. Memberikan
kesempatan kepada setiap anggota organisasi secara keseluruhan untuk mengembangkan
potensi yang dimilikinya
3. Berusaha
untuk meningkatkan efektifitas organisasi secara keseluruhan dalam arti
tercapainya semua tujuan organisasi
4. Memberikan
kesempatan kepada anggota yang ada didalam organisasi tersebut untuk turut
menentukan kaitan/hubungan mereka dengan pekerjaan mereka dan lingkungannya
5. Berusaha
menciptakan timbulnya perasaan bahwa pekerjaan mereka adalah pekerjaan yang
menarik dan menantang kemampuan mereka
6.
Memperlakukan
setiap manusia sebagai seseorang yang mempunyai berbagai macam kebutuhan dan
semua kebutuhan tersebut adalah penting bagi pekerjaan dan kehidupan mereka
Semua
metode-metode tersebut memegang peranan sangat penting dalam penentuan metode
dan teknologi pengembangan organisasi yang akan digunakan. Dalam banyak hal,
nilai-nilai tersebut yang merupakan esensi dari proses pengembangan organisasi,
merupakan pedoman dalam penggunaan pendekatan pengembangan organisasi dan malah
merupakan esensi dari pengembangan organisasi itu sendiri. Nilai-nilai tersebut
akan menentukan metode apa yang akan digunakan dan sasaran apa saja yang akan
dicapai.
`Banyak
sumber-sumber yang dapat kita gunakan dalam mempelajari nilai yang digunakan
dalam pengembangan organisasi, baik yang berasal dari pendapat para teoritis
maupun para praktisi. Davis dan Tannenbaum menunjukan bahwa suatu kecenderungan
akan makin berkembangnya pandangan yang lebih humanistik, pandangan mengenai
organisasi sebagai suatu yang organik dan sejenis.[12]
7.
Nilai Pengembangan Model Hubungan Kemanusiaan dalam Organisasi
Pengembangan organisasi adalah
teknik manajerial untuk mengimplementasikan perubahan penting pada organisasi
karena dalam praktik di maksudkan membawa perubahan. Pengembangan organisasi
melibatkan ilmu pengetahuan perilaku yang kuat oleh agen pembaharu untuk mengarah
pada peningkatan prestasi.[13]
Manusia hidup di lahirkan dalam
organisasi ,di didik oleh organisasi,dan hampir semua manusia mempergunakan
waktu hidupnya bekerja untuk organisasi,waktu senggangnya pun di pergunakan di
dalam organisasi. Dari ungkapan ini jelaslah bahwa manusia dan organisasi sudah
menyatu dan bila dua komponen pendukung perilaku organisasi berinteraksi akan
melahirkan suatu kancah perdiskusian yang semarak,yakni perilaku organisasi
sebagai suatu titik perhatian ilmu tersendiri.Apabila beberapa orang bekerja,
mungkin karena mereka bertujuan untuk mencapai suatu sasaran kalau orang orang
tersebut setuju untuk melekukan sesuatu,maka mereka akan memerlukan
organisasi.Untuk mencapai tujuan,diperlukan suatu tata cara untuk
bekerja.Mengatur aktivitas pun memerlukan organisasi yang di berangkatkan pada
kepentingan bersama. Hasil-hasilnya adalah seumpama: mengorganisasikan partai
politik,membentuk rumah sakit,menentukan tata cara menjadi dasar suatu
perkumpulan olahraga,dan seterusnya.Anggota-anggota menjadi suatu organisasi
dan mereka mengharapkan untuk menaati hak kewajibannya.Kalau suatu organisasi
sudah terbentuk,maka ia di asumsikan merupakan suatu identitas tersendiri yang
khusus.[14]
8.
Nilai dalam model pilihan Publik
Model adalah
reprentasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi
masalah yang disusun untuk tujuan tertentu. Model kebijakan adalah representasi
sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang
disusun untuk tujuan-tujuan tertentu. Model kebijakan merupakan penyederhanaan
sistem masalah dengan membantu mngurangi kompleksitas dan menjadikannya dapat
dikelola oleh para analis kebijakan. Model menjadi pedoman untuk menemukan dan
mengusulkan hubungan antara konsep-konsep yang digunakan untuk mengamati gejala
sosial. Model merupakan representasi sebuah realitas. Model sangat bermanfaat
dalam mengkaji kebijakan publik, karena :
I.
Kebijakan publik
merupakan proses yang kompleks, dengan sifat model yang menyederhanakan
realitas akan sangat membantu dalam memahami realitas yang kompleks tersebut.
II.
Sifat alamiah
manusia yang tidak mampu memahami realitas yang kompleks tanpa menyederhanakan
terlebih dahulu, maka peran model dalam memperjelas kebijakan publik akan
semakin berguna.
Secara garis besar
bahwa model dalam kebijakan publik itu memiliki karakteristik, sifat dan ciri
tersendiri. Karakteristik model kebijakan publik :
a. Sederhana
dan jelas
b. Ketepatan
identifikasi aspek penting problem kebijakan
c. Menolong
untuk pengkomunikasian
d. Usaha
langsung untuk memahami kebijakan publik secara lebih baik
e. Memberikan
penjelasan dan memprediksi konsekuensi
Model kebijakan menurut Thomas R. Dye
I.
Model kelembagaan
Model kelembagaan pada dasarnya
merupakan sebuah model analisis yang dikembangkan oleh para pakar ilmu politik
yang memandang kebijakan publik sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga pemerintah.
II.
Model elit
Model elit adalah model analisis yang
dikembangkan dengan mengacu pada teori elit. Teori elit pada umumnya menentang
keras terhadap pandangan yang mengatakan bahwa kekuasaan dalam masyarakat itu
terdistribusi secara merata.
III.
Model kelompok
Model kelompok merupakan abstraksi
dari proses pembuatan kebijakan. Dimana beberapa kelompok kepentingan berusaha
untuk mempengaruhi isi dan bentuk kebijakan secara interaktif. Model kelompok
pada dasarnya berangkat dari suatu anggapan bahwa interaksi antar kelompok dalam
masyarakat itulah yang mejadi pusat perhatian politik.
IV.
Model rasional
Model rasional adalah model yang mana
di dalam pengambil keputusan melalui prosedurnya akan mengajak pada pilihan
alternatif yang paling efisien dari pencapaian tujuan kebijakan, yang ditekankan
pada penerapan rasionalisme dan posotifisme.
V.
Model inkremantal
Model ini adalah pembuatan kebijakan
yang melalui proses politisi dimana didalamnya ada tawar menawar dan kompromi
untuk kepentungan para pembuat keputusan sendiri. Model ini lebih bersifat
deskritif dalam penegrtian, model ini menggambarkan secara aktual cara-cara
yang dipakai para penjabat dalam membuat keputusan.
VI.
Model teori
permainan
Model ini mengacu pada gagasan, yakni
:
1. Formulasi
kebijakan dalam situasi kompetisi yang intensif
2. Para
aktor berada dalam situasi pilihan yang tidak independen melainkan situasi pilihan yang sama-sama bebas.
Oleh sebab itu, konsep penting teori
pemainan adalah strategi defensif, yaitu kebijakan
yang paling aman bukan yang paling optimum.
VII.
Model pilihan
pblik
Model pilihan publik dalam membuat
formulasi kebijkan berakar dari teori ekonomi pilihan publik yang berasumsi
manusia adalah homo economius yang memiliki kepentinganyang harus dipuaskan.
VIII.
Model sistem
Model sistem pada awalnya adalah
sebuah model yang dikembangkan oleh para ahli biologi. Model ini kemudian
diterapkanpada studi politik atau studi kebijakan publik oleh ilmuan politik
Amerika David Easton.
C.
Kesimpulan
Persepsi
(perception) adalah proses dimana individu mengatur dan menginterpretasikan
kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Sikap
(attitude) adalah pernyataan evaulatif--baik yang menyenangkan maupun
tidak menyenangkan—terhadap objek, individu, atau peristiwa. Nilai (value)
menunjukkan alasan dasar bahwa “cara pelaksanaan atau keadaan akhir tertentu
lebih disukai secara pribadi atau sosial dibandingkan cara pelaksanaan atau
keadaan akhir yang berlawanan.”
Jenis jenis Persepsi; Persepsi Visual, Persepsi
Auditori, Persepsi Perabaan, Persepsi Penciuman, Perepsi Pengecapan. Jenis
jenis Sikap; Kepuasan Kerja, Keterlibatan Dalam Kerja, Komitmen terhadap
Organisai. Jenis jenis Nilai; Nilai Pribadi, Nilai Politik, Nilai Organisasi,
Nilai Kebijaksanaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi diantaranya;
Pengamat, Sikap, Motif, Ketertarikan, Pengalaman, Harapan, Situasi dan Target.
5 Fungsi Sikap dalam Kinerja Organisasi Fungsi
Instrumental, Fungsi Pengetahuan, Fungsi Nilai Ekspresif, Nilai Pertahanan Ego
dan Nilai Penyesuaian Diri.
7 Budaya negatif yang mempengaruhi organisasi dalam
masa transisi, antara lain: Budaya Ketakutan, Budaya Menyangkal, Budaya
Kepentingan, Budaya Mencela, Budaya Tidak Percaya, Budaya Anomi, Budaya
Megedepankan Kepentingan Kelompok.
Nilai Pengembangan Organisasi diungkapkan diantara
lain: Memberikan kesempatan bagi anggota, berusaha untuk meningkatkat
efektifitas, berusaha menjadikan pekerjaan lebih menarik dan memperlakukan
setiap manusia sebagai seseorang yang mempunyai berbagai macam kebutuhan.
Pengembangan
Organisasi adalah teknik manajerial untuk mengimplementasikan perubahan penting
pada organisasi karena dalam praktik di maksudkan membawa perubahan.
Pengembangan organisasi melibatkan ilmu pengetahuan perilaku yang kuat oleh
agen pembaharu untuk mengarah pada peningkatan prestasi
Model kebijakan
merupakan penyederhanaan sistem masalah dengan membantu mngurangi kompleksitas
dan menjadikannya dapat dikelola oleh para analis kebijakan. Ciri-ciri
diantaranya adalah ; sederhana dan jelas, ketepatan identifikasi, menolong , usaha langsung dan memberikan
penjelasan serta prediksi. Model-model menurut Thomas R.Dye : Model
Kelembagaan, Elit, Kelompok, Rasional, Inkremental, Teori Permainan, Pilihan
Publik dan Sistem.
Daftar Pustaka
Aziz Wahab Abdul, Anatomi
Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan, Bandung, Alfabeta,2011.
Gibson
James L, Ivancevich John M., Donnelly H. James, Organisasi, Jakarta, Erlangga, 1985.
Indrawidajaja Adam I., MPA, Perubahan dan Pengembangan Organisasi, Bandung,
Penerbit Sinar Baru, 1985,
Ivancecich John M., Konopaske Robert,
Matteson T. Michael, Perilaku dan
Manajemen Organisasi, Jakarta, Erlangga, 2006.
Robbin
Stephen P., Perilaku Organisasi, Jakarta,
Prentice Hall, 1996.
Daftar Rujukan
Gusti
Komang WR., Fungsi Sikap, Teori
Kepribadian dan Kepribadian yang diperlukan, diakses pada http://gekmang97.blogspot.com/2015/06/fungsi-sikap.html?m=1.
pada tanggal 25 September 2018.
Mehalapie. Persepsi,
Sikap, dan Nilai. Diakses dari https://mahalapie.wordpress.com/2012/04/06/persepsi-sikap-dan-nilai/
pada tanggal 25 September 2018.
Raniestani,
Menerapkan Perubahan Menjadi Budaya
Organisasi, diakses pada :https://ranietania.wordpress.com/2009/12/29/menerapkanperubahan-menjadibudaya-org/amp/,
pada tangal 25 September 2018
Septian Cahyo, Perilaku
Organisasi, diakses pada https://www.google.co.id/amp/s/septiancahyosusilo.wordpress.com/2012/11/06/manajemen-korporasi-2/amp/,
pada tanggal 25 September 2018
Yue, Tiwi’s Note, Faktor
Apa Saja yang mempengaruhi Persepsi, diakses dari https://yueisme.wordpress.com/2012/04/24/faktor-apa-saja-yang-mempengaruhi-persepsi/amp/
pada tanggal 25 September 2018.
[1]
John M. Ivancevich, Perilaku dan
Manajemen Organisasi, Jakarta, Erlangga, 2006. hlm 116
[2]
Gibson dkk, Organisasi, Jakarta,
Erlangga, 1985. hlm 63
[3]
Septian Cahyo, Perilaku Organisasi,
diakses pada https://www.google.co.id/amp/s/septiancahyosusilo.wordpress.com/2012/11/06/manajemen-korporasi-2/amp/,
pada tanggal 25 September 2018
[4]
Stephen P. Robbin, Perilaku Organisasi, Jakarta,
Prentice Hall, 1996. Hlm 164
[5] Mehalapie. Persepsi,
Sikap, dan Nilai. Diakses dari https://mahalapie.wordpress.com/2012/04/06/persepsi-sikap-dan-nilai/
pada tanggal 25 September 2018.
[6]
Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi,
Jakarta, Erlangga, 2002. Hlm 36
[7]Septian
Cahyo, Perilaku Organisasi, diakses
pada https://www.google.co.id/amp/s/septiancahyosusilo.wordpress.com/2012/11/06/manajemen-korporasi-2/amp/,
pada tanggal 25 September 2018
[8] Yue, Tiwi’s Note, Faktor Apa Saja yang mempengaruhi Persepsi,
diakses dari https://yueisme.wordpress.com/2012/04/24/faktor-apa-saja-yang-mempengaruhi-persepsi/amp/
pada tanggal 25 September 2018.
[9] Ibid.
[10] Gusti Komang
WR., Fungsi Sikap, Teori Kepribadian dan
Kepribadian yang diperlukan, diakses pada http://gekmang97.blogspot.com/2015/06/fungsi-sikap.html?m=1.
pada tanggal 25 September 2018.
[11] Raniestani, Menerapkan
Perubahan Menjadi Budaya Organisasi, diakses pada :https://ranietania.wordpress.com/2009/12/29/menerapkanperubahan-menjadibudaya-org/amp/,
pada tangal 25 September 2018
[12] Adam I. Indrawidjaja, MPA, Perubahan dan Pengembangan
Organisasi, Penerbit Sinar Baru Bandung, 1985, hal 85-87)
[13]Abdul
aziz wahab, Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan, Bandung,
Alfabeta,2011.Hal 317
[14]Ibid,.
Hal 175-176
Belum ada Komentar untuk "MAKALAH PERILAKU DAN BUDAYA ORGANISASI ”Persepsi, Sikap dan Nilai”"
Posting Komentar
Tinggalkan komentar terbaik Anda...