MAKALAH Perilaku dan Budaya Organisasi TEMA “Dinamika Kelompok”


MAKALAH
Perilaku dan Budaya Organisasi
TEMA
Dinamika Kelompok


Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Baharuddin, M.Pd.I











Kelompok 4

Khofifah Evaralda A               18170007
Diah Mahardika                      18170009
Aninda Husna Mufida            18170011
Erna Wati                                18170041
Nadhifatul Islamiyah              18170043
Bella Selvia Febrianti             18170053
 Lafidatun Nasuha Aprilia      18170067


JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN AKADEMIK 2018/2019


BAB I
PEDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain, merupakan suatu konsesus mutlak dan tertanam dalam benak setiap insan manusia sehingga ini bisa dikatakan bahwa manusia tidak mampu bertahan hidup sendiri. Sejak dilahirkan ke dunia sampai meninggal dunia, manusia selalu terlibat dalam  interaksi. Oleh karena itu manusia cenderung melakukan interaksi dan kerjasama satu dengan yang lainnya untuk mempermudah mencapai tujuan.
Kumpulan manusia yang memiliki tujuan bersama, harapan bersama, kegiatan bersama, norma yang disepakati bersama secara umum disebut dengan kelompok. Kelompok adalah sekumpulan orang atau individu yang terorganisir, dengan kesamaan kegiatan dan tujuan yang sama sehingga tujuan dari kelompok ditentukan bersama-sama. Sedangkan dinamika kelompok merupakan suatu metode dan proses yang bertujuan untuk meningkatkan nilai kerjasama kelompok untuk menumbuhkan dan membangun kelompok semula terdiri dari kumpulan individu yang belum saling mengenal satu sama lain menjadi satu kesatuan kelompok dengan tujuan, satu norma, dan cara penyampaian yang disepakati bersama.

B.     Rumusan Masalah
1. Apa saja Teori-teori terbentuknya kelompok ?
2. Bagaimana Ciri-ciri kelompok ?
3. Apa saja Jenis-jenis kelompok ?
4. Bagaimana syarat terbentuknya kelompok ?
5. Apa saja Dasar-dasar daya tarik interpersonal ?
6. Bagaimana Tahap-tahap perkembangan kelompok ?
7. Apakah yang dimaksud dengan Budaya organisasi versus Budaya dinamika ?


C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui Teori-teori terbentuknya kelompok
2.      Untuk mengetahui Ciri-ciri kelompok
3.      Untuk mengetahui Jenis-jenis kelompok
4.      Untuk mengetahui Syarat terbentuknya kelompok
5.      Untuk mengetahui Dasar-dasar daya tari interpersonal
6.      Untuk mengetahui Tahap-tahap perkembangan kelompok
7.      Untuk mengetahui pengertian Budaya organisasi versus Budaya dinamika


BAB II
ISI

2.1. Teori-teori Pembentukan Kelompok

1. Teori Kedekatan (Propinquity)
     Teori kedekatan menjelaskan tentang adanya aliansi diantara orang-orang tertentu. Seseorang berhubungan dengan orang lain disebabkan karena adanya kedekatan ruang dan daerahnya (spatial and geographical proximite).
2. Teori Interaksi (George Homans)
    Teori interaksi berdasarkan pada aktivitas, interaksi dan sentiment (perasaan atau emosi) yang berhubungan secara langsung. Ketiganya dapat dijelakan sebagai berikut:
a. Semakin banyak aktivitas seseorang dengan orang lain, semakin beraneka interaksinya dan semakin kuat tumbuhnya sentiment mereka.
b. Semakin banyak interaksi diantara orang-orang, maka semakin banyak kemungkinan aktivitas dan sentiment yang ditularkan pada orang lain.
c. Semakin banyak aktivitas dan sentimen yang ditularkan pada orang lain, dan semakin banyak sentiment orang dipahami oleh orang lain, maka semakin banyak kemungkinan ditularkannya aktivitas dan interaksi-interaksi.
3. Teori Keseimbangan (Theodore Newcomb)
    Teori keseimbangan menyatakan bahwa seseorang tertarik kepada yang lain adalah didasarkan atas kesamaan sikap (seperti: agama, politik, gaya hidup, perkawinan, pekerjaan, otoritas) di dalam menanggapi suatu tujuan.[1]

2.2. Ciri-ciri Kelompok

Ciri – Ciri Kelompok
Terdapat banyak sekali definisi “kelompok”. Kelompok dapat di definisikan dala hal persepsi, motivasi, organisasi, kesalingtergantungan, dan interaksi. Kelompok (group) sebagai dua orang atau lebih yang berinteraksi satu sama lain sehingga masing – masing orang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh satu sama lain. Ciri – ciri kelompok social adalah sebagai berikut :
1)      Satuan yang nyata dan dapat dibedakan dari kesatuan manusia yang lain.
Suatu kelompok akan dapat dibedakan dengan kelompok sosial yang lain, misalnya kelompok formal dengan informal.
2)      Memiliki struktu social, yang setiap anggotanya memiliki peran tertentu.
Setiap anggota dalam kelompok memiliki peran masing masing baik secara tertulis maupun tidak tertulils.
3)      Memiliki norma – norma yang mengatur di antara hubungan para anggotanya.
Dalam hubungan antar anggota dalam suatu kelompok terdapat norma – norma, hukum, peraturan, maupun kode etik sesuai dengan jenis kelompok sosialnya.
4)      Memiliki kepentingan bersama
Dalam kelompok sosial terdapat tujuan yang melatar belakangi, yaitu adanya kesamaan kepentingan. Sehingga diharapkan dengan adanya kepentingan yang sama tersebut dapat di usahakan bersama – sama.
5)      Adanya interaksi dan komunikasi
Kelompok sosial dapat lahir, tumbuh, dan berkembang tidak terlepas dengan adanya komunikasi sosial dan interaksi sosial. Dengan adanya interaksi tersebut, masing – masing individu dapat menyamakan ide/ gagasannya demi mencapai tujuan bersama dalam kelompok sosial tersebut.[2]   


Sedangkan menurut Ducncan menyebutkan empat ciri utama kelompok, yaitu :
1)      Anggota suatu kelompok paling tidak mempunyai tujuan bersama.
2)      Hubugan dalam suatu kelompok harus memberikan pengaruh kepada setiap anggotanya.
3)      Dalam kelompok selalu ada perbedaan tingkat/status.
4)      Adanya pola tingkah laku dan sistem nilai bersama.

2.3. Jenis-jenis Kelompok
        Pengertian Kelompok Sosial

Manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari hubungan dengan manusia lain. Sebagai akibat dari hubungan yang terjadi di antara individu-individu (manusia) kemudian lahirlah kelompok-kelompok sosial  (social group) yang dilandasi oleh kesamaan-kesamaan kepentingan bersama.
Jenis  Kelompok Sosial:
1. Kelompok dalam (In-Group) dan Kelompok luar (Out-Group)
Summer membedakan antara in group dan out group. In group merupakan kelompok sosial yang dijadikan tempat oleh individu-individunya untuk mengidentifikasikan dirinya. Out group merupakan kelompok sosial yang oleh individunya diartikan sebagai lawan in group jelasnya kelompok sosial di luar anggotanya disebut out group. Contohnya, istilah kita atau kami menunjukkan adanya artikulasi in group, sedangkan mereka berartikulasi out group. Perasaan in group atau out group didasari dengan suatu sikap yang dinamakan etnosentris, yaitu adanya anggapan bahwa kebiasaan dalam kelompoknya merupakan yang terbaik dibandingkan dengan kelompok lainnya. Sikap in group dan out group dapat dilihat dari kelainan berwujud antagonisme atau antipati. Sikap in group dan out group merupakan dasar sikap etnosentrisme yang merupakan sikap bahwa setiap sesuatu yang merupakan produk kelompoknya dianggap paling baik dan benar. (JBAF Mayor Polak, Buku Pengantar Ringkas, Balai Buku Ikhtiar Jkt, 1966).



2 . Kelompok Primer (Primary Group) dan Kelompok Sekunder   (Secondary Grup)

Charles Horton Cooley mengemukakan tentang kelompok primer (primary group) atau face to face group merupakan kelompok sosial yang paling sederhana, di mana para anggota-anggotanya saling mengenal, di mana ada kerja sama yang erat. Contohnya, keluarga, kelompok bermain, dan lain-lain. (Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada 1982), hal 111)
Kelompok sekunder (secondary group) ialah kelompok yang terdiri dari banyak orang, bersama siapa hubungannya tidak perlu berdasarkan pengenalan secara pribadi dan sifatnya tidak begitu langgeng, contohnya, hubungan kontrak jual beli. (Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada 1982), hal 114-115)

3. Paguyuban (Gemeinschaft) dan Patembayan (Gesellschaft)

Tonnies dan Loomis menyatakan bahwa paguyuban (gemeinschaft) ialah bentuk kehidupan bersama, di mana para anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta kekal, dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa persatuan batin yang memang telah dikodratkan. Hubungan seperti ini dapat dijumpai dalam keluarga, kelompok kekeluargaan, rukun tetangga, dan lainlain.
Patembayan (gesellschaft) yaitu berupa ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek, bersifat imajiner dan strukturnya bersifat mekanis sebagaimana terdapat dalam mesin. Ia bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka. Contohnya, ikatan antar pedagang, organisasi dalam suatu pabrik, dan lain-lain. (Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada 1982), hal 116-117)

4. Formal Group dan Informal Group

J.A.A. Van Doorn membedakan kelompok formal dan informal. Formal group ialah kelompok yang mempunyai peraturan tegas dan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antara sesama, contohnya, organisasi.
Informal group tidak mempunyai struktur dan organisasi tertentu atau yang pasti. Kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk karena pertemuan-pertemuan yang berulang kali, yang menjadi dasar pertemuan, kepentingan-kepentingan dan pengalaman-pengalaman yang sama, contohnya, klik (clique). (Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada 1982), hal 123)

5.  Membership Group dan Reference Group

Membership group merupakan suatu kelompok di mana setiap orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Reference group ialah kelompok-kelompok sosial yang menjadi acuan bagi seseorang (bukan anggota kelompok tersebut) untuk membentuk pribadi dan perilakunya.  
Robert K. Merton dengan menyebut beberapa hasil karya Harold H. Kelley, Shibutani, dan Ralph H.Turner mengemukakan adanya dua tipe umum reference group yakni tipe normatif, yang menentukan dasar-dasar bagi kepribadian seseorang dan tipe perbandingan, yang merupakan pegangan bagi individu di dalam menilai kepribadiannya. (Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada 1982), hal 125)

6.  Kelompok Okupasional dan Volunter

Kelompok okupasional adalah kelompok yang muncul karena semakin memudarnya fungsi kekerabatan, di mana kelompok ini timbul karena anggotanya memiliki pekerjaan yang sejenis. Contohnya, kelompok profesi, seperti asosiasi sarjana farmasi, ikatan dokter indonesia, dan lain-lain. Okupasional diambil dari kata okupasi yang berarti menempati tempat atau objek kosong yang tidak mempunyai penguasa, dalam hal ini dicontohkan kelompok tersebut adalah orang-orang yang dapat memonopoli suatu teknologi tertentu yang mempunyai patokan dan aturan tertentu seperti halnya etika profesi, sedangkan
Volonter adalah orang yang mempunyai kepentingan yang sama, namun tidak mendapat perhatian dari masyarakat. Kelompok ini dapat memenuhi kepentingankepentingan anggotanya secara individual, tanpa mengganggu kepentingan masyarakat secara umum. Terjadinya kelompok volunter karena beberapa hal antara lain:
1) kebutuhan sandang dan pangan
2) kebutuhan keselamatan jiwa dan raga
3) kebutuhan akan harga diri
4) kebutuhan untuk dapat mengembangkan potensi diri
5) kebutuhan akan kasih sayang.[3]
2.4. Syarat Terbentuknya Kelompok
A.   Adanya visi dan misi
 Pengertian visi dan misi

            Visi merupakan suatu rangkaian kata yang di dalamnya terdapat impian, cita-cita atau nilai inti dari suatu lembaga atau organisasi. Bisa dikatakan visi menjadi tujuan masa depan suatu organisasi atau lembaga. Visi berisi pikiran-pikiran yang terdapat di dalam benak para pendiri. Pikiran-pikiran itu adalah gambaran dari masa depan dari organisasi yang ingin dicapai.

            Misi adalah suatu proses atau tahapan yang seharusnya dilalui oleh suatu lembaga atau instansi atau organisasi dengan tujuan bisa mencapai visi tersebut. Di samping itu, misi juga dapat diartikan sebagai suatu deskripsi atau tujuan mengapa sebuah instansi atau organisasi berada di masyarakat.

B.    Keselarasan tujuan

                                Keselarasan tujuan adalah keselarasan antara tindakan-tindakan individu untuk meraih tujuan-tujuan pribadi guna membantu pencapaian tujuan organisasi. Istilah goal congruence (keselarasan tujuan) diterapkan pada sebuah organisasi untuk memastikan bahwa semua operasi dan kegiatan ditetapkan dalam mendukung tujuan organisasi. Ini berarti bahwa organisasi akan meninjau semua operasi dan kegiatan untuk memastikan bahwa tidak satupun dari mereka (orang-operasi dan kegiatan) bekerja dengan cara yang membatasi atau menghambat kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya, apa pun bentuknya.


Faktor – Faktor Informal yang Memengaruhi Keselarasan Tujuan
            Baik sistem formal maupun proses informal memengaruhi perilaku manusia dalam organisasi perusahaan, konsekuensinya, kedua hal tersebut akan berpengaruh pada tingkat pencapaian keselarasan tujuan. Besarnya perbedaan diantara tujuan-tujuan organisasi, kelompok, dan pribadi menentukan tingkat kesukaran tugas sistem pengendalian manajemen. Tanggung jawab utama dari sistem pengendalian manajemen adalah memastikan tindakan-tindakan yang paling baik bagi kepentingan organisasi, tetapi ia juga harus mengupayakan keselarasan tujuan sedapat mungkin. Makin erat hubungan antara tujuan-tujuan yang ada, makin baiklah sistem pengendalian manajemennya.
a.Faktor-faktor Eksternal
            Faktor-faktor eksternal adalah norma-norma mengenai perilaku yang diharapkan dalam masyarakat, di mana organisasi menjadi bagiannya. Norma-norma ini mencakup sikap, yang secara kolektif sering juga disebut etos kerja, yang diwujudkan melalui loyalitas pegawai terhadap organisasi, keuletan, semangat, dan kebanggaan yang dimiliki oleh pegawai dalam menjalankan tugas secara tepat waktu. Beberapa sikap diatas bersifat lokal yaitu spesifik untuk kota atau wilayah dimana organisasi beroperasi.
1. Loyalitas
            Dalam melaksanakan kegiatan kerja karyawan tidak akan terlepas dari loyalitas dan sikap kerja, sehingga dengan demikian karyawan tersebut akan selalu melaksanakan pekerjaan dengan baik. Karyawan merasakan adanya kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan.
            Hasibuan (2001), mengemukakan bahwa loyalitas kerja atau kesetiaan merupakan salah satu unsur yang digunakan dalam penilaian karyawan yang mencakup kesetiaan terhadap pekerjaannya, jabatannya dan organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan membela organisasi di dalam maupun di luar pekerjaan dari rongrongan orang yang tidak bertanggungjawab.
            Loyalitas para karyawan dalam suatu organisasi itu mutlak diperlukan demi kesuskesan organisasi itu sendiri. Menurut Reichheld, semakin tinggi loyalitas para karyawan di suatu organisasi, maka semakin mudah bagi organisasi itu untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pemilik organisasi (Utomo, 2002, p.9). Sedangkan untuk sebaliknya, bagi organisasi yang loyalitas para karyawannya rendah, maka semakin sulit bagi organisasi tersebut untuk mencapai tujuan-tujuan organisasinya yang telah ditetapkan sebelumnya oleh para pemilik organisasi.
2. Keuletan
            Dalam teori organisasi keuletan menggambarkan kemampuan untuk menyerap tekanan dan menjaga (atau memperbaiki) fungsinya, ditengah kesulitan. Keuletan dapat ditumbuhkan dan dibentuk dalam suatu organisasi. Organisasi dapat mengembangkan keuletan melalui beberapa kompetensi, yaitu proses memikirkan secara mendalam dan proses mengalihkan sumber daya dengan cara yang berbeda.
3. Semangat
            Berhasil tidaknya suatu organisasi ditentukan oleh unsur manusia yang melakukan pekerjaan sehingga perlu adanya balas jasa terhadap karyawan sesuai dengan sifat dan keadaannya. Begitu pentingnya peran karyawan maka perusahaan perlu memberikan semangat kerja kepada karyawan dan dapat merangsang karyawan untuk dapat bekerja dengan giat sehingga dapat meyelesaikan pekerjaan tepat waktu, hal ini akan mempengaruhi tingkat produktivitas karyawan untuk tercapainya tujuan perusahaan.
3. Kebanggaan
            Kecakapan dalam mengemban tugas yang di amanatkan oleh perusahaan kepada para pegawai adalah sesuatu yang sangat di harapkan oleh manajemen perusahaan. Dan sungguh akan menjadi suatu kebanggaan bagi para pegawai. Salah satu keberhasilan suatu pegawai dalam menjalankan tugasnya adalah keharmonisan di dalam suasana lingkungan bekerja.

b.Faktor-faktor Internal
1. Budaya
            Faktor internal yang terpenting adalah budaya di dalam organisasi itu sendiri, yang meliputi keyakinan bersama, nilai-nilai hidup yang dianut, norma-norma perilaku serta asumsi-asumsi yang implisit diterima dan secara eksplisit dimanifestasikan di seluruh jajaran organisasi. Norma-norma budaya sangatlah penting karena hal tersebut bisa menjelaskan mengapa dua perusahaan dengan sistem pengendalian manajemen formal yang sama, bervariasi dalam hal pengendalian aktual.
            Budaya sebuah perusahaan biasanya tidak pernah berubah selama bertahun-tahun. Budaya organisasional juga sangat dipengaruhi oleh personalitas dan kebijakan CEO, serta oleh personalitas dan kebijakan para manajer pada tingkat yang lebih rendah di area-area yang menjadi tanggung jawab mereka. Jika organisasi memiliki sebuah serikat pekerja, maka aturan-aturan dan norma-norma yang ditetapkan oleh serikat pekerja juga berpengaruh besar pada budaya organisasi perusahaan. Upaya-upaya untuk mengubah peraturan selalu mendapatkan perlawanan, dan semakin besar serta lamanya sebuah perusahaan, maka perlawanannya pun akan semakin besar.
2. Gaya Manajemen
                        Faktor internal yang barangkali memiliki dampak yang paling kuat terhadap pengendalian manajemen adalah gaya manajemen. Biasanya, sikap-sikap bawahan mencerminkan apa yang mereka anggap sebagai sikap atasan mereka, dan sikap para atasan itu pada akhirnya berpijak pada apa yang menjadi sikap CEO. Para manajer memiliki kualitas dan gaya yang beragam. Beberapa diantaranya memilki kharisma dan ramah, sementara yang lain ada yang bergaya agak santai. Ada manajer yang banyak melewatkan waktunya dengan melihat-lihat dan berbicara pada banyak orang manajemen dengan cara berkeliling (management by walking around), sementara ada juga manajer yang menyibukkan dirinya dengan menulis laporan.
3. Organisasi Informal
            Garis-garis dalam bagan organisasi menggambarkan hubungan-hubungan formal yaitu, pemegang otoritas resmi dan bertanggung jawab dari setiap manajer. Kenyataan-kenyataan yang ditemui selama berlangsungnya proses pengendalian  manajemen tidak bisa dipahami tanpa mengenali arti penting dari hubungan-hubungan yang menyusun di organisasi yang bersifat informal.
4. Persepsi dan Komunikasi
            Dalam upaya meraih tujuan-tujuan organisasi, para manajer operasi harus mengetahui tujuan dan tindakan-tindakan yang harus diambil untuk mencapainya. Mereka menyerap informasi ini dari berbagai jalur, baik itu jalur formal (seperti anggaran dan dokumen-dokumen resmi lainnya) ataupun jalur informal (seperti dari bahan obrolan yang tidak resmi). Meskipun jalurnya sangat beragam, namun tidak selalu jelas apa yang sesungguhnya diinginkan oleh pihak manajer senior. Sebuah organisasi adalah sebuah entitas yang kompleks dan tindakan-tindakan yang diambil oleh berbagai bagian dari organisasi untuk mencapai tujuan bersama tersebut tidak bisa dinyatakan secara jelas, bahkan dalam situasi yang terbaik sekalipun.
            Pesan-pesan yang diserap dari berbagai sumber ini bisa jadi bertentangan satu sama lain, atau bahkan memiliki interpretasi yang sangat beragam. Maka komunikasi perlu dibangun untuk menyamakan persepsi.
5. Kerjasama dan Konflik 
            Garis-garis yang menghubungkan kotak-kotak dalam bagan organisasi dicapai adalah dimana manajemen senior membuat keputusan dan mengkomunikasikan keputusan tersebut melalui hierarki organisasi ke manajer pada tingkat yang lebih rendah. Hal ini mengabaikan tujuan pribadi masing-masing individu.[4]

C.      Adanya struktur jabatan
Struktur organisasi adalah hubungan antar para anggota kelompok dan aktivitas-aktivitas mereka satu sama lain serta terhadap keseluruhan, di mana bagian-bagiannya adalah tugas-tugas, pekerjaan-pekerjaan atau fungsi-fungsi dan masing-masing anggota kelompok yang melaksanakannya.
Struktur organisasi yang akan dibentuk tentunya struktur organisasi yang baik. Struktur organisasi yang baik harus memenuhi syarat sehat dan efisien. Struktur organisasi sehat berarti tiap-tiap satuan organisasi yang ada dapat menjalankan peranannya dengan tertib. Struktur organisasi efisien berarti dalam menjalankan peranannya tersebut masing-masig satuan organisasi dapat mencapai perbandingan terbaik antara usaha dan hasil kerja.

D.    Adanya pembagian kerja
Pembagian kerja (division of labor) adalah pembagian proses produksi yang kompleks menjadi beberapa tugas sederhana, masing-masing dilakukan oleh orang berbeda yang biasanya (tapi tidak selalu) berspesialisasi dalam satu atau beberapa tugas secara lebih permanen. Keuntungan dari pembagian kerja untuk meningkatkan produktivitas manusia pertama kali dianalisis secara ekstensif oleh Adam Smith pada tahun 1776 dalam buku klasiknya “The Wealth of Nations”.
Tujuan dilakukannya pembagian kerja adalah:
1.    Untuk mengatur pekerjaan agar sesuai dengan kemampuannya.
2.    Untuk membagi tugas secara merata.
3.    Untuk menentukan kebutuhan jumlah pegawai.
4.    Untuk menemukan letak suatu hambatan kerja.
5.    Untuk mendorong minat kerja.

2.5. Dasar-dasar Daya Tarik Interpersonal
Daya Tarik Interpersonal
Ketertarikan merupakan suatu proses yang dengan mudah dialami oleh setiap individu tetapi sukar untuk diterapkan. Kecenderungan untuk menilai seseorang atau suatu kelompok secara positif, untuk mendekatinya, dan untuk berperilaku secara positif padanya Menurut Brigham (1991).
Ketertarikan interpesonal merujuk pada suatu sikap mengenai orang lain. Evaluasi interpesonal semacam itu berada pada suatu dimensi yang berkisar dari suka hingga tidak suka. Setiap orang akan disukai oleh beberapa individu dan tidak disukai oleh individu yang lain.
Dengan sebagian besar orang yang mengalami kontak dengan kita, kita tidak secara khusus suka atau tidak suka reaksi mereka adalah netral. Kebalikannya, kita menyukai beberapa orang, tidak menyukai beberapa orang, dan netral terhadap sebagian besar sisanya. Atas dasar apa kita suka, tidak suka, atau tidak peduli kepada orang lain.[5]
Menurut William C. Schultz ada tiga dimensi hubungan interpersonal, yaitu:
1.      Need of inclusion (perasaan sebagai anggota dari suatu kelompok), keinginan untuk menumbuhkan rasa    memiliki. 
·         Undersocial misalnya, minder, menarik diri, tertutup
·         Social misalnya, tahu situasi dan kondisi.
·         Oversocial  misalnya, over akting.
2.      Need of control (kebutuhan untuk mendominasi dan dominasi) 
·         Abdicrat ciri-cirinya penurut.
·         Democrat ciri-cirinya memiliki kemampuan yang kuat.
·         Autocrat ciri-cirinya mendominasi suatu kelompok.
3.      Need of affection (kasih sayang), kebutuhan untuk menyukai dan disukai. 
·           Underpersonal membuat jarak dengan orang lain, menolak bantuan orang lain.
·           Personal independent, tidak bergantung pada orang lain.[6]

Dasar-dasar yang menjadi daya tarik interpersonal yaitu:
Kesempatan berinteraksi, maksudnya adalah ketika personal dengan personal menimbulkan adanya interaksi maka akan timbul adanya daya tarik interpersonal. Interaksi juga akan menimbulkan kesetiakawanan dan menjalin hubungan baik antar personal.
Kesamaan latar belakang, ini menunjukkan bahwa latar belakang akan mempermudah interpersonal untuk berinteraksi, sehingga semakin mudah juga untuk mencapai tujuan bersama. Berbeda dengan interpersonal yang memiliki perbedaan latar belakang, mereka akan sulit berinteraksi dan akan sulit juga menimbulkan daya tarik interpersonal.
Kesamaan sikap, pada dasar daya tarik interpersonal yang satu ini harus didukung oleh latar belakang yang sama pula, dikarenakan latar belakang akan memunculkan pengalaman yang sama.[7]


2.6. Tahap-tahap Perkembangan Kelompok
Tahapan Perkembangan Kelompok
            Kelompok tidaklah statis, kelompok biasanya berkembang melalui empat tahapan proses, yaitu (1) saling penerimaan, (2) komunikasi dan pengambilan keputusan, (3) motivasi dan produktivitas, (4) kendali dan organisasi. Kita memperlakukan tahapan-tahapannya sebagai sesuatu yang terpisah dan berbeda. Namun, sulit untuk diketahui secara tepat kapan sebuah kelompok berpindah dari satu tahapan ke tahapan lain karena aktivitas dalam fase-fase cenderung saling tumpang tidih.

1. Saling Penerimaan
             Pada tahap saling penerimaan (mutual acceptance stage) dari perkembangan kelompok, kelompok terbentuk, para anggotanya saling berkenalan dengan berbagai informasi mengenai diri mereka sendiri. Mereka seringkali menguji opini satu sama lain dengan mendiskusikan subjek-subjek yang berhubungan dengan kelompok tersebut. Namun, diskusi seperti ini mungkin tidak akan sangat produktif karena para anggotanya tidak familier satu sama lain dan tidak mengetahui cara mengevaluasi komentar satu sama lain.
Seiring dengan para anggota saling mengenal satu sama lain, diskusi dapat berubah ke isu yang lebih sensitif. Pada tahapan ini, anggota mungkin sedikit berargumen dan berdebat kecil sambil mereka menjelajahi pandangan satu sama lain mengenai beragam isu dan mempelajari reaksi, pengetahuan, dan keahlian satu sama lain. Dari diskusi tersebut, anggota menjadi paham mengenai seberapa samakah keyakinan dan nilai-nilai mereka dan tingkat di mana mereka memercayai satu sama lain. Akhirnya, percakapan beralih pada bisnis dari kelompok tersebut. Ketika diskusi menjadi serius, kelompok ini akan bergerak ke tahapan perkembangan berikutnya,
2. Komunikasi dan Pengambilan Keputusan
            Kelompok tersebut mengalami kemajuan ke tahapan komunikasi dan pengambilan komunikasi (communication and decision-making stage) setelah para anggota mulai menerima satu sama lain. Dalam tahap ini, anggota mendiskusikan perasaan dan opini mereka secara lebih terbuka. Keanggotaan biasanya mulai mengembangkan norma perilaku pada tahap ini. Anggota mendiskusikan dan akhirnya sependapat pada sasaran kelompok. Kemudian, mereka diberi peran dan tugas untuk mencapai sasaran tersebut.

3. Motivasi dan Produktivitas
          Pada tahap berikutnya, motivasi dan produktivitas (motivation and productivity), penekanannya beralih dari masalah dan sudut pandang pribadi menjadi aktivitas yang akan menguntungkan kelompok tersebut. Para anggota melakukan tugas yang diberikan kepada mereka, bekerja sama satu sama lain, dan membantu yang lainnya mencapau sasaran mereka. Anggota sangat termotivasi dan dapat melakukan tugas mereka secara kreatif. Pada tahap ini, kelompok tersebut menyelesaikan pekerjaannya dan bergerak menuju tahap perkembangan terakhir.

4. Kendali dan Organisasi
         Pada tahap akhir/final, kendali dan organisasi (control and organization), kelompok bekerja dengan efektif menuju pencapaian sasarannya. Tugas diberikan berdasarkan saling persetujuan dan menurut kemampuan. Karakteristik fleksibilitas, spontanitas, dan koreksi-diri adalah sangat penting jika kelompok tersebut ingin tetap produktif dalam periode waktu yang lama.
Akan tetapi, tidak semua kelompok melalui seluruh keempat tahapan ini. Beberapa kelompok bubar sebelum mencapai tahap final. Kelompok lainnya gagal menyelesaikan suatu tahapan sebelum bergerak ke tahap selanjutnya. Produktivitas kelompok bergantung pada keberhasilan perkembangan setiap tahapan. Sebuah kelompok yang berevolusi sepenuhnya melalui keempat tahapan peekembangan tersebut biasanya menjadi kelompok dewasa yang efektif. Para anggotanya interdependen, terkoordanasi, kooperatif, kompeten dalam pekerjaan mereka, termotivasi untuk melakukannya, mengoreksi-diri, dan berada dalam komunikasi aktif antarsesamanya. Proses tersebut tidak memakan waktu yang lama jika kelompok tersebut melakukan usaha yang baik dan solid dan memerhatikan prosesnya
.[8]

2.7. Budaya Organisasi Versus Dinamika Organisasi
        1. Pengertian
a.       Pengertian Budaya Organisasi, adalah rangkaian asumsi dasar menjalin interaksi dengan lingkungan yang terintegrasi dan berkembang pada suatu kelompok sebagai acuan bertingkah laku dalam kegiatan organisasi.[9]
b.      Dinamika Kelompok menurut Robert L. Baker dalam buku The Social Work Dictionary mendefinisikan bahwa dinamika kelompok adalah arus informasi dan pertukaran-pertukaran pengaruh antara anggota kolektif sosial, yang dapat diubah oleh para pemimpin kelompok atau para ahli pertolongan dan digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya yang menguntungkan bagi anggotanya.[10]
2.      Karakteristik
a.       Karakteristik Budaya Organisasi
1.     Adanya inovasi dan pengambilan resiko, mendorong para anggota untuk bersikap selalu inovatif dalam bekerja khususnya pada penyelesaian masalah. Selain itu anggota diminta untuk berani mengambil resiko asalkan telah melalui perhitungan yang matang.
2.    Memperhatikan secara mendetail, anggota organisasi diminta fokus pada hal yang dikerjakan dan selalu teliti dan mendetail dalam menganalisis.
3.    Berorientasi pada kebermanfaatan, kegiatan organisasi dipusatkan pada keluaran khususnya pada manfaat bagi berbagai pihak.
4.    Berorientasi pada orang, keputusan yang diambil oleh organisasi harus melalui pertimbangan dampak terhadap anggota dalam organisasi.
5.    Berorientasi pada tim, program dan tindakan dalam organisasi condong pada kinerja tim dibandingkan kerja personal.
6.    Bersifat agresif, budaya organisasi membuat anggota bertindak agresif dalam bekerja.
7.    Stabilitas, budaya dalam organisasi memberi penekanan pada stabilitas status.

b.      Karakteristik Dinamika Kelompok
1.    Adanya motif yang sama, merupakan pengikat sehingga setiap anggota kelompok tidak bekerja sendiri-sendiri melainkan bekerja bersama untuk mencapai tujuan tertentu.
2.    Adanya sikap In-Group dan Out-Group
3.    Adanya solidaritas, adalah kesetiakawanan antar anggota kelompok sosial yang terbentuk dari kepercayaan setiap anggota akan kemampuan anggota lain untuk melaksanakan tugas dengan baik.
4.    Adanya struktur kelompok, adalah suatu sistem mengenai relasi antara anggota-anggota kelompok berdasarkan peranan dan status mereka serta sumbangan masing-masing dalam interaksi kelompok untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
5.    Adanya norma kelompok, adalah suatu pedoman yang mengatur tingkah laku individu dalam suatu kelompok.  [11]















BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Organisasi dalam arti badan adalah sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan tertentu. Organisasi dalam arti bagan atau struktur adalah gambaran secara skematis tentang hubungan-hubungan kerja sama dari orang-orang yang terdapat dalam rangka usaha untuk mencapai suatu tujuan. Organisasi adalah wadah yang memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat dicapai secara individual.
Pada dasarnya ada 3 hal yang mendorong orang untuk membentuk suatu kelompok, yaitu:
1.      Adanya visi dan misi
2.      Keselarasan tujuan
3.      Adanya struktur jabatan
4.      Adanya pembagian kerja

Dinamika Organisasi menurut KBBI adalah gerakan atau kekuatan yang dimiliki sekumpulan individu dalam organisasi yang dapat emnimbulkan perubahan di dalam tata hidup organisasi yang bersangkutan.
Jika dilihat dari asal katanya, dinamika memiliki arti tenaga/kekuatan yang selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap setiap keadaan keadaan. Sedangkan organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang merupakan kesatuan sosial yang mengadakan interaksi yang intensif dan mempunyai tujuan bersama.
Dengan demikian dinamika organisasi merupakan sebuah konsep yang menggambarkan proses yang terjadi dalam tubuh organisasi yang selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang selalu berubah-ubah.
Struktur organisasi menetapkan cara bagaimana tugas dan pekerjaan dibagi, dikelompokkan dan dikoordinir secara formal. Pernyataan ini mengacu pada elemen struktur organisasi yang meliputi enam elemen kunci.





Daftar Pustaka

A.  Ahmadi. 1991. Psikologi sosial (edisirevisi). Bandung: Rineka Cipta,1991
Ardana, Komang. 2009. Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu
Huraerah, Abu dan Purwanto. 2013. Dinamika Kelompok,(Bandung:P[1] Moorhead dkk, Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat

Soekanto,Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Pe rsada
Abu Huraerah. 2006. Dinamika Kelompok, Bandung: Refika Aditama


http://rofiah11s4.blogspot.com/2013/02/a.html, selasa 2 Oktober 2108, pukul 21.50 WIB
Jurnal Manajemen.2018.Pengertian Budaya Organisasi Fungsi Teori Karakteristik dan Contoh. (Online), http://jurnalmanajemen.com/budaya-organisasi/ diakses pada hari Selasa 2 Oktober 2018 pukul 21:00 WIB.




[1] Abu Huraerah, Dinamika Kelompok, (Bandung: Refika Aditama, 2006), hal. 28-29
[2] http://rofiah11s4.blogspot.com/2013/02/a.html, selasa 2 Oktober 2108, pukul 21.50 WIB
[3] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1982), hal 111-125.
[4] https://anggih91.wordpress.com/2015/03/08/perilaku-dalam-organisasi/
[5] Ahmadi A, Psikologi sosial (edisirevisi). (Bandung: Rineka Cipta,1991), hal. 10

[6]  Ibid. Hal. 20
[7] Komang Ardana, Perilaku Keorganisasian, (Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2009).

[8] Moorhead dkk, Perilaku Organisasi, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), hal. 241-244
[9] . Jurnal Manajemen.2018.Pengertian Budaya Organisasi Fungsi Teori Karakteristik dan Contoh. (Online), http://jurnalmanajemen.com/budaya-organisasi/ diakses pada hari Selasa 2 Oktober 2018 pukul 21:00 WIB.
[10] . Abu Huraerah dan Purwanto, Dinamika Kelompok,(Bandung:PT. Refika Aditama, 2006) Hal. 33.

[11] Abu Huraerah dan Purwanto, Dinamika Kelompok,(Bandung:PT. Refika Aditama, 2006) Hal. 6-8

Belum ada Komentar untuk "MAKALAH Perilaku dan Budaya Organisasi TEMA “Dinamika Kelompok”"

Posting Komentar

Tinggalkan komentar terbaik Anda...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel