MAKALAH AQIDAH AKHLAK KELAS 10 : ADAB TERHADAP ORANG TUA
Kamis, November 09, 2017
Tambah Komentar
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai seorang muslim yang baik kita tentu tahu bahwa akhlak terhadap orang tua merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Karena, orang tua adalah orang yang mengenalkan kita pada dunia dari kecil hingga dewasa.Dan setiap orang tua pun pasti mempunyai harapan terhadap anaknya agar kelak menjadi anak yang sukses, berbakti kepada orang tua, serta menjadi lebih baik dan sholeh.
Maka dari itu, jika kita memang seorang muslim yang baik hendaknya kita selalu berbakti kepada orang tua, melakukan apa yang telah diperintahkan oleh orang tua, dan pantang untuk membangkang kepada orang tua.
Namun di zaman dewasa ini banyak dari kita seperti lupa terhadap kewajiban kita terhadap orang tua sebagai muslim yang baik, yaitu adalah kita harus memiliki akhlak yang sempurna terhadap orang tua kita. Makalah ini mengandung poin-poin penting bagaimana menjadi seorang anak yang berbakti terhadap orang tuanya. Maka selain sebagai upaya untuk mengerjakan tugas akhlak, saya berharap bahwa tugas makalah ini juga dapat dijadikan sebagai pengingat bagi setiap orang muslim yang membacanya akan pentingnya akhlak terhadap orang tua.
B. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah yang penulis ambil dari Makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Akhlak Kepada Orang Tua ?
2. Bagaimana Makna Birrul Walidain ?
3. Bagaimana Keutamaan Birrul Walidain ?
4. Tujuan Masalah
1. Menjelaskan pengertian Akhlak kepada Orang Tua.
2. Menjelaskan makna birrul walidain.
3. Menjelaskan keutamaan birrul walidain.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak Kepada Kepada Kedua Orang Tua
Kata Akhlak. berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabiat.[[1]] Tabiat atau watak dilahirkan karena hasil perbuatan yang diulang-ulang sehingga menjadi biasa. Perkataan ahklak sering disebut kesusilaan, sopan santun dalam bahasa Indonesia; moral, ethnic. Dalam bahasa Inggris sering disebut ethos sedangkan ethios dalam bahasa Yunani. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliq yang berarti pencipta; demikian pula dengan makhluqun yang berarti yang diciptakan.
Adapaun definisi akhlak menurut istilah ialah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Senada dengan hal ini Abd Hamid Yunus mengatakan bahwa akhlak ialah Sikap mental yang mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berfikir dan pertimbangan.[[2]]
Menurut Imam Ghazali, dalam kitab ihya ulumuddin, mengatakan akhlak dengan gampang dan mudah dengan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[[3]]
Dengan demikian dari definisi akhlak dan kedua orang tua di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak kepada kedua orang tua adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan baik karena kebiasaan tanpa pemikiran dan pertimbangan sehingga menjadi kepribadian yang kuat di dalam jiwa seseorang untuk selalu berbuat baik kepada orang yang telah mengasuhnya mulai dari di dalam kandungan maupun setelah dewasa.
B. Bir Al-Walidain ( Berbakti kepada Kedua orang Tua )
1. Makna "Al-Birr"
Al Birr yaitu kebaikan, berdasarkan sabda Rasulullah "Al Birr adalah baiknya akhlaq.[[4]]Al-Birr merupakan haq kedua orang tua dan kerabat dekat. Sedangkan lawan dari al-Birr adalah Al-‘Uquuq yaitu kejelekan dan menyia-nyiakan haq. Al Birr adalah mentaati kedua orang tua didalam semua apa yang mereka perintahkan kepada kita semua, selama tidak bermaksiat kepada Allah, sedangkan Al-‘Uquuq dalam aplikasinya adalah menjauhi mereka dan tidak berbuat baik kepadanya.[[5]]
Menurut Urwah bin Zubair tentang "Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan." (QS. Al Isra’ :24). Dalam ayat ini menurut beliau jangan sampai mereka berdua tidak ditaati sedikitpun.[[6]] Sedangkan menurut Imam Al Qurtubi yang dimaksud dengan kalimat ‘Uquuq adalah durhaka kepada orang tua adalah menyelisihi atau menentang keinginan-keinginan mereka dari perkara-perkara yang mubah, sedsngkan kalimat Al-Birr atau berbakti kepada keduanya adalah memenuhi apa yang menjadi keinginan mereka. Oleh karena itu, apabila salah satu atau keduanya memerintahkan sesuatu, maka wajib mentaatinya selama hal itu bukan perkara maksiat, sekalipun apa yang mereka perintahkan bukan perkara wajib tapi mubah pada asalnya,begitu pula apabila apa yang mereka perintahkan adalah perkara yang mandub yaitu disukai atau disunnahkan maka diwajibkan juga.[[7]]
Seiring dengan pernyataan diatas Ibn Taimiyyah yang dikutipnya dari Abu Bakar di dalam kitab Zaadul Musaafir yaitu barang siapa yang menyebabkan kedua orang tuanya marah dan menangis, maka dia harus mengembalikan keduanya kepada suasana yang semula agar mereka bisa tertawa dan senang kembali.[[8]]
2. Hukum Birrul Walidain
Para Ulama’ Islam sepakat bahwa hukum berbuat baik atau berbakti pada kedua orang tua hukumnya adalah wajib, hanya saja mereka berselisih tentang ibarat-ibarat atau contoh pengamalannya misalnya mengenai orang anak yang mengatakan “uh” atau “ah” ketika di suruh oleh kedua orang tua tersebut. Pendapat Ibnu Hazm menganai hukum birrul walidain, menurutnya birul walidain adalah fardhu a’in yaitu wajib bagi masing-masing individu. Sedangkan menurut Al-Qadli Iyyad birrul walidain adalah wajib kecuali terhadap perkara yang haram.
Adapun dalil-dalil Shahih dan Sharih yang mereka gunakan banyak sekali diantaranya:
a. Firman Allah Swt. dalam surah An-Nisa’ ayat 36 yaitu "Sembahlah Allah dan jangan kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua Ibu Bapak". (An Nisa’ : 36).[[9]]
b. Firman Allah Swt. Dalam Al-qur’an surah Al-Isra’ ayat 23 yang artinya "Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya". (QS. Al Isra’: 23).[[10]]
c. Firman Allah Swt di dalam Al-Qur’an surah Lukman ayat 14 yang artinya "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang Ibu Bapanya, Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Maka bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang Ibu Bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu." (QS. Luqman :14).[[11]]
d. Hadits Al Mughirah bin Syu’bah dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam beliau bersabda "Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian mendurhakai para Ibu, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan tidak mau memberi tetapi meminta-minta atau bakhil dan Allah membenci atas kalian mengatakan katanya si fulan begini si fulan berkata begitu tanpa diteliti terlebih dahulu, banyak bertanya yang tidak bermanfaat, dan membuang-buang harta".[[12]]
3. Macam-Macam Bir Al-Walidain dan Hak-Hak Mereka
Kedua orang tua adalah manusia yang paling berjasa dan utama bagi diri seseorang. Allah SWT telah memerintahkan dalam berbagai tempat di dalam Al-Qur'an agar berbakti kepada kedua orang tua. Hak kedua orang tua merupakan hak terbesar yang harus dilaksanakan oleh setiap Muslim. Di sini akan dicantumkan beberapa adab yang berkaitan dengan masalah ini. Antara lain hak yang wajib dilakukan semasa kedua orang tua hidup dan setelah meninggal.
Hak-hak yang wajib dilaksanakan semasa orang tua masih hidup ialah sebagai berikut :
a. Mentaati Mereka Selama Tidak Mendurhakai Allah
Mentaati kedua orang tua hukumnya wajib atas setiap Muslim. Haram hukumnya mendurhakai keduanya. Tidak diperbolehkan sedikit pun mendurhakai mereka berdua kecuali apabila mereka menyuruh untuk menyekutukan Allah atau mendurhakai-Nya. Allah SWT berfirman: "Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya..." (QS. Luqman: 15).[[13]]
b. Berbakti dan Merendahkan Diri di Hadapan Kedua Orang Tua
Allah SWT juga berfirman "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tua ibu bapaknya..." (QS. Al-Ahqaaf: 15)[[14]] "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang tua ibu bapak..." (QS. An-Nisaa': 36).[[15]] Perintah berbuat baik ini lebih ditegaskan jika usia kedua orang tua semakin tua dan lanjut hingga kondisi mereka melemah dan sangat membutuhkan bantuan dan perhatian dari anaknya. Ini juga diperkuat dengan Firman Allah dalan Al-qur’an Surah Al-Israa’ ayat 23-24.
c. Merendahkan Diri Di Hadapan Keduanya
Rendahkanlah diri dihadapan mereka berdua dengan cara mendahulukan segala urusan mereka, mempersilakan mereka duduk di tempat yang empuk, menyodorkan bantal, janganlah mendului makan dan minum, dan lain sebagainya. Hal yang sepele ini kadang bisa kita lupakan, tidak sadar jika hal itu bisa mendurhakai kepada kedua orang tua kita.
d. Berbicara Dengan Lembut Di Hadapan Mereka
Berbicara dengan lembut merupakan kesempurnaan bakti kepada kedua orang tua dan merendahkan diri di hadapan mereka, sebagaimana firman Allah SWT :"...Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (QS. Al-Israa': 23).[[16]] Oleh karena itu, berbicaralah kepada mereka berdua dengan ucapan yang lemah lembut dan baik serta dengan lafazh yang bagus.
e. Menyediakan Makanan Untuk Mereka
Menyediakan makanan juga termasuk bakti kepada kedua orang tua, terutama jika ia memberi mereka makan dari hasil jerih payah sendiri. Jadi, sepantasnya disediakan untuk mereka makanan dan minuman terbaik dan lebih mendahulukan mereka berdua daripada dirinya, anaknya, dan suaminya.
f. Meminta Izin Kepada Mereka Sebelum Berjihad dan Pergi Untuk Urusan Lainnya
Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan. Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah saw dan bertanya: "Ya, Raslullah, apakah aku boleh ikut berjihad?" Beliau balik bertanya: "Apakah kamu masih mempunyai kedua orang tua?" Laki-laki itu menjawab: "Masih." Beliau bersabda: "Berjihadlah dengan cara berbakti kepada keduanya.[[17]]
Seorang laki-laki hijrah dari negeri Yaman lalu Nabi saw bertanya kepadanya: "Apakah kamu masih mempunyai kerabat di Yaman?" Laki-laki itu menjawab: "Masih, yaitu kedua orang tuaku." Beliau kembali bertanya: "Apakah mereka berdua mengizinkanmu?" Laki-laki itu menjawab: "Tidak." Lantas, Nabi saw bersabda: "Kembalilah kamu kepada mereka dan mintalah izin dari mereka. Jika mereka mengizinkan, maka kamu boleh ikut berjihad, namun jika tidak, maka berbaktilah kepada keduanya.[[18]]
Pentingya ridha seorang ibu itu mengalahkan keputusan seorang nabi sendiri. Dapat kita lihat hadist-hadist yang menjelaskan kemulian seorang ibu mengalahkan kemulian seorang bapak sekalipun mereka sama-sama orang tua kita, alasanya sangat sederhana ibulah yang mengandung dan melahirkan serta mengasuh kita sampai dewasa. Mengenai kehamilan seorang ibu di gambarkan di dalam al-Qur’an dengan kalimat “ wahnan ‘ala wahnin” yaitu derita diatas penderitaan.
g. Memberikan Harta Kepada Orang Tua Menurut Jumlah Yang mereka Inginkan
Rasulullah saw pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata: "Ayahku ingin mengambil hartaku." Nabi saw bersabda: "Kamu dan hartamu milik ayahmu.[[19]] Oleh sebab itu, hendaknya seseorang jangan bersikap bakhil atau kikir terhadap orang yang menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil dan lemah, serta telah berbuat baik kepadanya.
h. Membuat Keduanya Ridha Dengan Berbuat Baik Kepada Orang-orang yang Dicintai Mereka
Hendaknya seseorang membuat kedua orang tua ridha dengan berbuat baik kepada para saudara, karib kerabat, teman-teman, dan selain mereka. Yakni, dengan memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji orang tua kepada mereka. Akan disebutkan nanti beberapa hadits yang berkaitan dengan masalah ini.
i. Memenuhi Sumpah Kedua Orang Tua
Apabila kedua orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka. Misalnya, mereka bersumpah jika tanah saya laku dijual denga harga Rp 1M maka saya akan memberikan 1/3 dari uang saya tersebut tetapi sebelum itu dilaksanakan kedua orang tua tersebut sudah meninggal dunia, maka sumpah ini harus dipenuhi oleh ahli warisnya.
Hal ini pernah dilakukan oleh para sahabat ketika Nabi Bersabda “ saya akan berpuasa pada bulan asyura” tetapi sebelum bulan itu datang Nabi telah wafat terlebih dahulu, tetapi dengan ijtihad para sahabat tetap melaksankan ritual puasa tersebut sampai sekarang.
j. Tidak Mencela Orang Tua atau Tidak Menyebabkan Mereka Dicela Orang Lain
Mencela orang tua dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah saw bersabda: "Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela orang tuanya." Para Sahabat bertanya: "Ya, Rasulullah, apa ada orang yang mencela orang tuanya?" Beliau menjawab: "Ada. Ia mencela ayah orang lain kemudian orang itu membalas mencela orang tuanya. Ia mencela ibu orang lain lalu orang itu membalas mencela ibunya.[[20]]
k. Mendahulukan Berbakti Kepada Ibu Daripada Ayah
Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah saw: "Siapa yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?" Beliau menjawab: "Ibumu." Laki-laki itu bertanya lagi: "Kemudian siapa lagi?" Beliau kembali menjawab: "Ibumu." Laki-laki itu kembali bertanya: "Lalu siapa lagi?" Beliau kembali menjawab: "Ibumu." Lalu siapa lagi?" tanyanya. "Ayahmu," jawab beliau.[[21]]
Maksud lebih mendahulukan berbuat baik kepada ibu, yaitu lebih bersikap lemah-lembut, lebih berperilaku baik, dan memberikan sikap yang lebih halus daripada ayah. Hal ini apabila keduanya berada di atas kebenaran. Sebagian salaf berkata: "Hak ayah lebih besar dan hak ibu patut untuk dipenuhi."
Di antara hak orang tua setelah mereka meninggal adalah :
a. Menshalati Keduanya
Maksud menshalati di sini adalah mendo'akan keduanya. Yakni, setelah keduanya meninggal dunia, karena ini termasuk bakti kepada mereka. Oleh karena itu, seorang anak hendaknya lebih sering mendo'akan kedua orang tuanya setelah mereka meninggal daripada ketika masih hidup. Apabila anak itu mendo'akan keduanya, niscaya kebaikan mereka berdua akan semakin bertambah, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Apabila manusia sudah meninggal, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo'akan dirinya.[[22]]
b. Beristighfar Untuk Mereka Berdua
Orang tua adalah orang yang paling utama bagi seorang Muslim untuk dido'akan agar Allah mengampuni mereka karena kebaikan mereka karena kebaikan mereka yang besar. Allah Subhanahu wa TA'ala menceritakan kisah Ibrahim Alaihissalam dalam Al-Qur'an: "Ya, Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku..." (QS.Ibrahim: 41).[[23]]
c. Menunaikan Janji Kedua Orang Tua
Hendaknya seseorang menunaikan wasiat kedua orang tua dan melanjutkan secara berkesinambungan amalan-amalan kebaikan yang dahulu pernah dilakukan keduanya. Sebab, pahala akan terus mengalir kepada mereka berdua apabila amalan kebaikan yang dulu pernah dilakukan dilanjutkan oleh anak mereka.
d. Memuliakan Teman Kedua Orang Tua
Memuliakan teman kedua orang tua juga termasuk berbuat baik pada orang tua, sebagaimana yang telah disebutkan. Ibnu Umar r.a pernah berpapasan dengan seorang Arab Badui dijalan menuju Makkah. Kemudian, Ibnu Umar mengucapkan salam kepadanya dan mempersilakannya naik ke atas keledai yang ia tunggangi. Selanjutnya, ia juga memberikan sorbannya yang ia pakai. Ibnu Dinar berkata: "Semoga Allah memuliakanmu. Mereka itu orang Arab Badui dan mereka sudah biasa berjalan." Ibnu Umar berkata: "Sungguh dulu ayahnya teman Umar bin al-Khaththab dan aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya bakti anak yang terbaik ialah seorang anak yang menyambung tali persahabatan dengan keluarga teman ayahnya setelah ayahnya tersebut meninggal.[[24]]
e. Menyambung Tali Silaturahim Dengan Kerabat Ibu dan Ayah
Hendaknya seseorang menyambung tali silaturahim dengan semua kerabat yang silsilah keturunannya bersambung dengan ayah dan ibu, seperti paman dari pihak ayah dan ibu, bibi dari pihak ayah dan ibu, kakek, nenek, dan anak-anak mereka semua. Bagi yang melakukannya, berarti ia telah menyambung tali silaturahim kedua orang tuanya dan telah berbakti kepada mereka. Hal ini berdasarkan hadits yang telah disebutkan dan sabda beliau saw: "Barang siapa ingin menyambung silaturahim ayahnya yang ada di kuburannya, maka sambunglah tali silaturahim dengan saudara-saudara ayahnya setelah ia meninggal.[[25]]
C. Keutamaan Birrul Walidain
Adapun keutamaan birrul walidain adalah sebagai berikut :
1. Termasuk Amalan Yang Paling Mulia
Dari Abdullah bin Mas’ud mudah-mudahan Allah meridhoinya dia berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: Apakah amalan yang paling dicintai oleh Allah?, Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: "Sholat tepat pada waktunya", Saya bertanya: Kemudian apa lagi?, Bersabada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam "Berbuat baik kepada kedua orang tua". Saya bertanya lagi : Lalu apa lagi? Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : "Berjihad di jalan Allah".(Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya).
2. Merupakan Salah Satu Sebab-Sebab Diampuninya Dosa
Allah SWT berfirman : "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya….", hingga akhir ayat berikutnya : "Mereka itulah orang-orang yang kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga. Sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka." (QS. Al Ahqaf 15-16).[[26]]
3. Termasuk Sebab Masuknya Seseorang Ke Surga
Dari Mu’awiyah bin Jaahimah mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua, Bahwasannya Jaahimah datang kepada Rasulullah saw kemudian berkata : "Wahai Rasulullah, saya ingin (berangkat) untuk berperang, dan saya datang (kesini) untuk minta nasehat pada anda. Maka Rasulullah saw bersabda : "Apakah kamu masih memiliki Ibu?". Berkata dia : "Ya". Bersabda Rasulullah saw : "Tetaplah dengannya karena sesungguhnya surga itu dibawah telapak kakinya". (Hadits Hasan diriwayatkan oleh Nasa’I dalam Sunannya dan Ahmad dalam Musnadnya, Hadits ini Shohih. (Lihat Shahihul Jaami No. 1248)
4. Merupakan Sebab keridhaan Allah
Sebagaimana hadits yang terdahulu "Keridhaan Allah ada pada keridhaan kedua orang tua dan kemurkaan-Nya ada pada kemurkaan kedua orang tua". Allah sangat membenci orang yang selalu membuat orang tua cemberut, marah dan lain-lain. Sebagai seorang anak maka kita berkewajiban untuk selalu membuat mereka bangga terhadap apa yang akan kita capai.
5. Merupakan Sebab Bertambahnya Umur dan Rizki
Diantarnya hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik mudah-mudahan Allah meridhoinya, dia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : "Barangsiapa yang suka Allah besarkan rizkinya dan Allah panjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung silaturrahim". Berbakti kepada kedua orang tua juga merupakan sebab barokahnya rizki.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Dari segi bahasa Akhlaq berasal daripada kata ‘khulq’ yang bererti perilaku, perangai atau tabiat. Hal ini terkandung dalam perkataan Sayyidah Aisyah berkaitan dengan akhlak Rasulullah saw yaitu : “Akhlaknya (Rasulullah) adalah al-Quran.” Akhlak Rasulullah yang dimaksudkan di dalam kata-kata di atas ialah kepercayaan, keyakinan, pegangan, sikap dan tingkah laku Rasulullah saw yang semuanya merupakan pelaksanaan dari ajaran al-Quran.
Menjaga akhlak kepada kedua orang tua dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya yaitu menghormati serta berbicara dengan penuh kasih kepada kedua orang tua, serta berakhlak yang baik diperintahkan oleh Allah SWT baik dalam Al-Qur’an maupun hadis, Ada 2 dosa yang disegerakan hukumannya di dunia ini, yaitu zina dan durhaka kepada kedua orangtua. Medurhakai orang tua akan mendapatkan ganjaran yang amat pedih sebaliknya berbakti kepada orang tua akan mendapatkan ganjaran yang setimpal baik didunia maupun di akhirat karena keridhaan Allah terletak pada keridhaan kedua orang tua.
B. Saran
Akhir kata, semoga materi tentang akhlak ini dapat berguna bagi kita semua dan mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam makalah ini, karena sebagai manusia kita tak pernah luput dari kesalahan.Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari Bapak dan kawan semua.
DAFTAR PUSTAKA
A Mustafa, Akhlak Tasawuf, Pustaka Setia: Jakarta, 1999.
Abd. Hamid Yunus, Da.irah al-Ma.arif, II, Asy.syab, t.t : Cairo.
Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin, Darur Riyan,, Jilid. III, 1987.
Ibrahim Anis, Al-Mu.jam al-Wasith, Darul Ma.arif : MesirDarul Ma.arif, 1972.
Abuddin Nata dan Fauzan, Pendidikan Dalam Persfektif Hadits, UIN Jakarta Press: Jakarta, 2005.
Ibn Muslim al-Qurasyi al- nasaiburi, al-Jami’ al-Shahih, Dar al-Fikr : Bairut Lebanon Hadis Nomor 1794, 2006.
Urwah bin Zubair . Ad-Darul Mantsur, jilid 5.
Al Qurtubi ,Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an. Al-Muassah al-risalah : Lebanon. Jil 6, 2000.
Ibnu Taimiyah. Ghadzaul Al Baab, jilid 1.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan penyelenggara penterjemah Al-qur’an, 1984.
Keterangan ini bias kita temukan dalam kitab Fathul Qodiir, jilid 3.
Abi Abdullah Muhammad bin ismail al_bukhari, Matnul Masykul Bukhari. Dar al-Fikr : Birut Lebanon hadist no. 4340, 7145, 7257, 2006.
[1] A Mustafa, Akhlak Tasawuf, 1999. Pustaka Setia: Jakarta, Cet. III, hal 11.
[2] Abd. Hamid Yunus, Da.irah al-Ma.arif, II, Asy.syab, t.t : Cairo, hal. 436.
[3] Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin, 1987. Darur Riyan,, Jilid. III, hal. 58.
[4] Ibn Muslim al-Qurasyi al- nasaiburi, al-Jami’ al-Shahih, 2006. Dar al-Fikr : Bairut Lebanon Hadis Nomor 1794
[5] Urwah bin Zubair . Ad-Darul Mantsur. jilid. 5 hal. 259
[6] Urwah bin Zubair . Ad-Darul Mantsur. jilid. 5 hal. 259
[7] Al Qurtubi ,Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an. 2000. Al-Muassah al-risalah : Lebanon. Jil 6 hal 238.
[8] Ibnu Taimiyah. Ghadzaul Al Baab. jilid. 1 hal. 382
[9] Departemen Agama RI. 1984. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan penyelenggara penterjemah Al-qur’an, hal. 168
[10] Departemen Agama RI. 1984. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan penyelenggara penterjemah Al-qur’an, hal 212
[11] Departemen Agama RI. 1984. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan penyelenggara penterjemah Al-qur’an, hal 654
[12] Ibn Muslim al-Qurasyi al- nasaiburi, al-Jami’ al-Shahih, 2006. Dar al-Fikr : Bairut Lebanon jilid. 4, hal. 3 hadist no. 1757
[13] Departemen Agama RI. 1984. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan penyelenggara penterjemah Al-qur’an, hal. 654
[14] QS. Terjemahan ayat. 15
[15] Departemen Agama RI. 1984. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan penyelenggara penterjemah Al-qur’an, hal. 123
[16] Departemen Agama RI. 1984. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama RI.
[17] Abi Abdullah Muhammad bin ismail al_bukhari, Matnul Masykul Bukhari. 2006. Dar al-Fikr : Birut Lebanon hadis no. 3004, 5972, dan Muslim no.2549, dari Ibnu 'Amr radhiyallahu 'anhu
[18] HR. Ahmad, III/76; Abu Dawud no. 2530; al-Hakim, II/103, 103, dan ia menshahihkannya serta disetujui oleh Adz-Dzahabi dari Abu Sa'id radhiyallahu 'anhu. Lihat kitab Shahihh Abu Dawud no. 2207
[19] HR. Ahmad, II/204, Abu Dawud no. 3530, dan Ibnu Majah no. 2292, dariIbnu 'AMr radhiyallahu 'anhu. Hadits ini tertera dalam kitab Shahiihul Jaami no. 1486
[20] HR. Bukhari no. 5973 dan Muslim no. 90, dari Ibnu 'Amr radhiyallahu 'anhu
[21] HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548
[22] Ibn Muslim al-Qurasyi al- nasaiburi, al-Jami’ al-Shahih, 2006. Dar al-Fikr : Bairut Lebanon jilid. 4, hal. 3 hadist no. 1757 no. 1631 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu
[23] Departemen Agama RI. 1984. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama RI.
[24] Ibn Muslim al-Qurasyi al- nasaiburi, al-Jami’ al-Shahih, 2006. Dar al-Fikr : Bairut Lebanon jilid. 4, hal. 3 hadist no. 1757 no. 2552 dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu
[25] HR. Ibnu Hibban no. 433 dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu. Hadits ini tertera dalam kitab Shahiihul Jaami' no. 5960
[26] Departemen Agama RI. 1984. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama RI.
Belum ada Komentar untuk "MAKALAH AQIDAH AKHLAK KELAS 10 : ADAB TERHADAP ORANG TUA"
Posting Komentar
Tinggalkan komentar terbaik Anda...